5

169 7 0
                                    

Dirumah sakit....

“Lakukan saja operasinya diam-diam” Ucap Yoga.

“Dia sudah cukup besar untuk memilih keputusannya sendiri” Balas Kei

“Kau dokter dan seharusnya kau tau, dia tidak bisa berfikir rasional karena rasa takutnya”

“Tapi ini bukan operasi kecil, bagaimana setelah dia bangun? Tekanan dalam dirinya dapat memperburuk keadaannya”

“Lalu apa? Memintanya baik-baik? Dia tidak akan mau”

“Coba dulu atau coba temui psikiater”

“Sudah, aku sudah sering membujuknya” Kesal Yoga merebut formulir yang seharusnya ditanda tangani oleh Yuhan.

“Aku yang akan mengisinya” Lanjut Yoga.

“Kau benar benar keras kepala ya, yasudah. Tapi setidaknya, Yuhan juga harus tau apa yang akan dijalaninya. Itu adalah tubuhnya dan umurnya sudah legal untuk menentukan keputusannya sendiri”

“Pikiran tidak akan rasional Kei! Dia tidak suka rumah sakit!”

“Tanpa sepengetahuannyalah yang illegal” Ucap Kei dengan sedikit meninggikan suara.

“Yasudah gini saja, kita akan beritahu semuanya tapi apapun jawabanya nanti dia tetap akan melakukan operasi tersebut”

“Ya, baiklah, kita undur operasinya 3 hari lagi dan kita beritahu dia sebangunnya nanti”

“3 hari? Bukankah itu terlalu lama?”

“Jadwal aku padat, mengertilah”

“Hmm”
.
.

Setelah menunggu beberapa jam, Yuhan bangun mengerjapkan mata yang silau dengan cahaya lampu. Tangannya bergerak gemetar merasakan infus ditangan kirinya. Ingin berteriak rasanya, Namun tubuhnya tidak dapat diajak kerjasama. Ia tidak diikat, hanya saja ia terlalu lelah dengan hari-hari belakangan ini.

“Yuhan, are you okay?” Tanya Yoga lembut setelah mengetahui anaknya membuka mata.

Yuhan hanya menggelekkan kepalanya, matanya berair tanpa disadari. Tubuhnya memang tidak berdaya, namun otaknya terus berteriak.

“Sayang ada yang sakit?”

Yuhan mengangguk. Semua tubuhnya terasa sakit, rasa sakit karena pikirannya yang terjebak pada masa itu. Yoga menekan tombol merah untuk memanggil Kei. Mengkhawatirkan Yuhan mengangguk kesakitan.

Yuhan mulai berenergi kemudian mencoba mencabut infusnya berharap sakit yang ia rasakan menjadi hilang.

“Jangan sayang” Ucap Yoga menahan tangan Yuhan.

“Sakit ayah, semua badan Yuhan sakit” Yuhan mulai menangis menahan sakit yang tak nyata.

Kei datang melihat Yuhan yang menangis, berkeringat, dan tangannya ditahan ayahnya.

“Ga, jangan ditahan gitu tangannya, lepasin aja” Ucap Kei memperingati.

“Dia mau cabut infusnya Kei!” Yoga meninggikan suaranya tak paham dengan pikiran Kei.

“Peluk Yuhan, bilang gapapa, ga sakit, kamu ga kenapa-kenapa, coba tenangin”

Kei sadar, memaksanya hanya membuat keadaan semakin parah. Dan Yoga yang memang tidak tau harus berbuat apa, selain menuruti ucapan temannya itu. Yoga melepaskan tangan Yuhan kemudian mendudukkannya dan memeluknya.

“Ayah disini, gaada yang nyakitin kamu”

“Tangan Yuhan sakit” Ucap Yuhan sesegukkan.

Yuhan yang menangis didada Yoga tidak dapat melihat Kei yang mendekatinya. Perawat yang bersama Kei sedari tadi memegang tangan Yuhan yang sedang memeluk ayahnya itu.
Merasakan tangannya disentuh, Yuhan menangis lebih keras.

Two of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang