4

11 0 0
                                    

Halooo

Welkambekk

Selamat membaca 🖤❤️

***

Ada suatu masa di mana seseorang tidak akan merasa takut akan hal apapun. Dirinya akan merasa paling berani di dunia ini. Takut merupakan sifat yang sering muncul pada diri seseorang, namun pada tiap-tiap orang, objek dari ketakutan tidaklah sama, seperti yang tengah dihadapi oleh Carra dan Keifer kali ini. Kedua remaja itu telah sampai di depan gerbang rumah keluarga Conrad, namun tak memberanikan diri untuk masuk ke dalam sana. Carra merasa begitu takut hanya dengan membayangkan kemarahan kedua orang tuanya kali ini. Keifer juga merasakan ketakutan, namun ketakutan pria itu berdasar pada ketakutan yang hinggap di benak Carra. Pria itu menatap lekat wajah gadis di sampingnya. Ia lantas mengulurkan tangannya memberi genggaman meyakinkan pada sosok Carraline Conrad.

“Kau bisa pulang Keif, aku akan mengatasi ini.” Ujar Carra dengan membalas tatapan Keifer.

“Aku akan mengantarmu ke dalam sana dan meminta maaf kepada orang tuamu.”

Carra menggeleng cepat. Penawaran dari Keifer bukanlah jalan yang bagus. Dia bisa diterkam kedua orangtuanya jika Keifer sampai mengantarnya masuk.

“Aku akan baik-baik saja. Kau pulanglah. Aku akan mengabarimu jika semuanya sudah beres.” Ucap Carra berusaha meyakinkan Keifer, pasalnya pria itu sedari tadi di dalam mobil begitu teguh pendirian untuk mengantarkan Carra menghadap Ivana dan Jacob.

“Beri aku satu alasan kenapa aku tidak boleh mengantarmu ke dalam sana.”

Carra membuang napas kasar. Ia melirik sebentar ke luar jendela guna mengecek keadaan di balik gerbang sana lalu kembali menatap Keifer kala keadaan dirasa masih aman tak ada penjaga. “Keif, dengan kamu mengantarku ke sana semuanya akan menjadi lebih sulit untuk kuhadapi. Aku takut jika orang tuaku akan memutuskan untuk kembali mengurungku di rumah dengan homeschooling dan segenap peraturan lainnya.”

Keifer menilik ke dalam netra gadis itu. Ia dapat melihat sorot kecemasan di sana. Carra terlihat takut untuk menghadapi apa yang akan terjadi di dalam sana.

“Kau akan baik-baik saja dan akan tetap berada di Clodovoe. Trust me.” Keifer kembali menggenggam tangan Carra meyakinkan gadis itu bahwa segalanya akan baik-baik saja.

“Keif, maaf. Aku melibatkanmu kali ini.”

No! This is my fault. Aku yang harus meminta maaf telah membuatmu berada dalam masalah ini.”

Keifer merasa sungguh bersalah. Seharusnya ia tidak melakukan semua ini. Seharusnya ia tidak mengajak Carra berkenalan dan membawanya ke danau. Seharusnya ia tetap bersikap acuh seperti kemarin ketika Carra baru menapakkan kaki di Clodovoe.

It's oke. Aku akan menghubungimu nanti. Sekali lagi, thanks for today.”  Carra beranjak hendak membuka pintu mobil namun Keifer mencegahnya.

“Carraline,”

Carra menoleh, “Ya?”

Keifer mengusap tengkuknya yang tidak gatal. “Nomormu. Maksudku— bagaimana kau bisa menghubungiku nanti jika kita tidak bertukar nomor ponsel.”

Carra tersenyum lalu keduanya bertukar nomor ponsel.

***

Carra menunduk diam mendengarkan setiap kata yang keluar dari bibir ayah maupun ibunya. Gadis itu meringis merasakan kebencian yang mendalam di tiap-tiap kalimat yang dilontarkan untuk Keifer. Sepertinya pria itu tidak punya sisi positif di mata kedua orang tuanya. Baik Ivana maupun Jacob terus saja mengungkit tentang hal-hal buruk yang pernah dilakukan Kiefer sebelum-sebelumnya. Dan Carra akui dia membenci semua yang diungkapkan kedua orang tuanya.

COLLYWOBBLESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang