7

14 0 0
                                    


Halooo

Ada yang baca part ini???

Kasih tanda dong kalau kamu lagi baca part ini biar aku tau biar nambah semangat nulisnya 🤗

Btw, selamat membaca ❤️🖤

***

Terjebak dalam dua pilihan merupakan suatu keadaan yang pernah dialami oleh hampir seluruh manusia. Ketika kamu ingin memilih pilihan pertama namun tidak mungkin melepaskan pilihan kedua. Saat pilihan pertama begitu kamu inginkan, namun konsekuensinya begitu menyakitkan. Saat pilihan kedua harus terpaksa kamu ambil namun hatimu tidak ikhlas merelakan pilihan pertama gugur begitu saja.

Carra sudah memilih setelah terjebak hampir seharian dalam dua pilihan yang benar-benar membuatnya kalut. Dia menempatkan diri pada pilihan pertama, memilih menemui Keifer dan menyenangkan dirinya dengan kemping. Lalu melepaskan pilihan kedua di mana ia tetap di rumah mematuhi orang tuanya.

Dan di sinilah Carra, di dalam toko buku dekat sekolah seperti yang diminta Keifer.

"Bisakah kau tidak menatapku terus seperti itu?" Kesal Carra. Gadis itu menatap tajam pada Morgen yang sedari tadi berdiri dengan jarak satu meter darinya sembari memperhatikan setiap gerak-gerik yang dia lakukan. Jujur saja Carra merasa risih.

"Maaf, Nona. Tapi itu sudah tugas saya untuk mengawasimu."

Carra mendelik tak suka, ia meletakkan kembali buku yang tadi dipegangnya secara sengaja. Hari ini Carra tak ada niatan untuk membeli satu buku pun, dia datang hanya untuk menemui Keifer, dan ini sudah hampir setengah jam namun Keifer tak kunjung muncul.

"Mulai besok aku tidak ingin kau memakai pakaian seperti itu lagi. You know? Kau terlihat menyeramkan, sedari tadi orang-orang menatap dengan ketakutan padamu." Carra kembali berceloteh. Kali ini ia mengomentari penampilan dari sang pengawal, pria berumur dua puluh empat tahun itu selalu saja mengenakan setelah hitam, mulai dari celana bahan berwarna hitam, kemeja hitam, jas hitam, sepatu hitam, serta kacamata hitam yang selalu bertengger di hidungnya ketika mereka berada di luar rumah, ah jangan lupakan dasi yang selalu tersimpul rapi di lehernya.

Morgen mengangguk menyetujui permintaan Carra. Namun bukankah seorang pengawal akan mengenakan pakaian sepertinya? Hal itu normal bukan? Ah tapi tidak apa, demi pekerjaan akan dia usahakan.

"Aku ingin ke toilet, kau tunggu di sini. Awas jika mengikutiku, akan dilaporkan ke ayahku dan kau akan langsung dipecat!" Peringat Carra sebelum pergi dari hadapan Morgen.

Dan sekali lagi Morgen hanya mengangguk.

Setelah Carra berlalu ponsel Morgen berdenting sekali, satu pesan masuk dari Ivana Wendall.

Ivana Wendall
Biarkan Carra pergi hari ini. Dia akan bersenang-senang dengan temannya malam ini, jangan melarangnya. Dan kau kembalilah ke rumah, jangan mengganggu acara Carra.

Morgen menaikkan alisnya, merasa sedikit kurang yakin dengan isi pesan yang diterimanya. Sekali lagi ia memeriksa nomor yang mengirimnya pesan tersebut dan memang nomor milik Ivana Wendall. Morgen tidak yakin jika Ivana Wendall mengirimkannya pesan seperti itu, dan ia tidak paham maksud dari Ivana. Acara apa yang dimaksudnya?

Tak berselang lama akhirnya Carra kembali, gadis itu tampak terburu-buru dengan wajah lebih cerah. Morgen menyadari raut wajah Carra yang semula tadi tampak kusut kini lebih baik, gadis itu bahkan tersenyum tanpa sadar.

"Aku akan menemui temanku di luar. Kau jangan mengikutiku, pulang saja ke rumah." Ucap Carra lalu berlari kecil.

Morgen menatap punggung Carra dengan penuh tanda tanya. Ada apa sebenarnya? Tak menghiraukan ucapan Carra tadi, Morgen bergegas menyusul gadis itu, ia yakin ada yang tak beres. Pertama, Ivana Wendall menyuruhnya membiarkan Carra tanpa pengawasan malam ini dengan embel-embel Carra akan memiliki acara dengan temannya. Setahu Morgen, saat diperintahkan untuk menjaga Carra, Jacob telah memberitahukan bahwa Carra tidak memiliki teman, namun isi pesan Ivana Wendall berbanding terbalik. Kedua, kenapa gadis itu begitu antusias dan riang berlari keluar toko buku guna menemui temannya?

COLLYWOBBLESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang