008

5.6K 385 4
                                    

Fatah dan tiga temannya berjalan melewati koridor, mereka habis bolos. Mereka melewati banyak orang yang menyapa mereka, Fatah tersenyum menanggapi dan hanya Sultan yang semangat membalas setiap sapaan dengan riang.

"Anjing!"

Fatah langsung mengalihkan pandangannya pada Sultan saat mendengarnya mengumpat. Entah bagaimana, kejadiannya begitu cepat saat tangan Fino sudah menahan tangan Rian yang hendak menyiram jus kepada Sultan dan Sagara yang dengan cepat sudah menarik Sultan ke belakang tubuhnya.

"Sehari aja gak bikin masalah sama Sultan gak bisa kah? Heran deh gua, demen banget sih lu ganggu dia? Gak capek apa? Gua yang liatnya aja capek," kata Fatah memberi komentar sinis. Rian hanya diam tidak menjawab.

"Iya bang omelin aja tuh! Emang anjing dia," Sultan mengompori.

"Eh diem ya, banci gak diajak ngomong!" balas Rian merespon.

Tidak terima dikatain banci Sultan maju ke depan, dia berdiri tegap menantang Rian. "Bilang apa coba? Mulut lu lemes banget, gak pernah di ulek bareng sambel ya?"

Dan perdebatan mereka kembali dimulai. Fatah jengah sekali melihatnya, selalu setiap keduanya bertemu pasti tidak pernah tidak ribut, entah apa yang diributin juga gak jelas.

Fino menarik tangan Sultan menjauh, meskipun yang ditarik memberontak karna masih ingin meladeni ucapan Rian. Akhirnya keduanya berhasil di pisahkan. Demi apapun jangan satukan Sultan dan Rian jika sekolah ini mau tenang.

Mereka pergi ke kantin, duduk di meja depan yang dekat dengan penjual makanan agar mudah untuk memesan. Tidak perduli jika mereka seperti menjadi sorotan karna duduk disitu.

"Bang itu si Devon masih di markas mau digimanain?" tanya Sagara membuka topik.

"Lah ngapain dia di markas? Kan semalem udah gua suruh balik?" Fatah menjawab dengan balik bertanya.

"Tau tuh Arson."

"Arson?" tanya Sultan yang mulai tertarik dengan topik bahasan mereka. "Dia ngapain?"

"Kemaren tuh si Devon pas abis di obatin langsung ditarik sama Arson, dibawa ke kamar. Nah terus tadi pagi gua pengen ngecek kamarnya eh ke kunci," kata Sagara menceritakan apa yang dia tau.

"Tapi orangnya masih ada di dalem?"

Sagara mengangguk. "Masih."

"Anjir??" Sultan memekik tertahan. "Semalem lu denger suara-suara aneh gak dari dalem kamar itu. Jangan-jangan...—aduh."

Fatah menoyor pelan kepala Sultan. "Otak lu tuh kotor jadi pikirannya gak bener terus."

"Apasih?" Sultan mencebikkan bibirnya kesal. "Kan namanya manusia bisa aja khilap, lagian Arson sus banget make di kunci segala kamarnya," kata Sultan julid.

"Iya juga ya. Sebenernya dia bawa Devon ke kamar aja tuh udah aneh sih," balas Fatah memasuki mode ghibah.

Mereka membicarakan topik ini sampai entah melenceng kemana. Sagara melihatnya sudah seperti emak-emak di tukang sayur. "Udah bocah ett.. malah ghibah," selak Sagara, tapi tidak berhasil menghentikan obrolan keduanya.

"Fino lu diem aja dari tadi liatin apaan sih?" kata Fatah yang sudah selesai ghibah. Sekarang rasa penasarannya berubah ke yang lain, dia mengikuti arah pandang temannya, mencari apa yang sedang asik di lihat. Siapa tau kan Fino lagi liatin cewek cakep, kan lumayan, tapi kayanya untuk orang kaya Fino ngeliatin cewek itu agak gak mungkin.

"..." Fino hanya menggeleng membalas pertanyaan Fatah.

"Udah mending pada makan aja nih dari pada omongannya makin kemana-mana!" kata Sagara yang diam-diam pergi membawakan makanan yang tadi sudah mereka pesan.

_____________________

Pulang sekolah, ramai orang berkumpul di parkiran sekolah untuk menunggu motor mereka agar bisa di keluarkan.

Fatah berjalan perlahan, berusaha menyembunyikan diri di balik punggung orang-orang yang tengah berkerumun. Di ujung sana ada Gilang yang sedang duduk di atas motornya, yang dia yakini sedang menunggu dirinya. Fatah gak mau sampe ketemu sama Gilang, jadi dia berusaha agar Gilang tidak melihatnya.

"Bang Fatah!"

Secara refleks Fatah berdiri mematung setelah mendengar Sultan meneriaki namanya. Sultan sialan.

Fatah celingak-celinguk mencari sumber suara yang tadi berteriak padanya, tanpa sadar sudah ada tangan yang menarik pergelangannya. Fatah mendongak untuk melihat pelakunya, benar dugaannya, pelakunya siapa lagi kalo bukan Gilang.

"Lepasin ah! Ngapain sih?" protes Fatah merasa risih.

"Pulang bareng gua yuk!" Tidak menunggu jawaban lagi, Gilang langsung menarik tangan Fatah menuju tempat dia memarkir motornya, yang di tarik terus memberontak minta dilepaskan, tapi sama sekali tidak di dengar oleh Gilang. "Naik!" titahnya saat mereka sudah sampai di motornya.

"Gamau! Lu kalo bawa motor kaya orang ngajak mati, gua mau balik sama Sultan aja," tolak Fatah beralasan.

Gilang merogoh saku celananya, dia menyodorkan kunci motor kepada Fatah. "Kalo gitu lu aja yang bawa!"

"Terus lu bisa peluk-peluk gua dari belakang gitu?" tuduh Fatah sinis.

Gilang cengengesan. "Tuh pinter."

"Gak!" Fatah menolak dengan tegas.

Gilang tidak kehabisan ide, dia menggendong Fatah agar naik ke atas motor yang membuat Fatah memekik kaget, setelah Fatah sudah duduk di motornya Gilang dengan cepat langsung ngegas motornya membuat Fatah sedikit berjengit merapat pada tubuhnya.

"Anjing Gilang, pemaksaan!" seru Fatah tidak terima. Seakan suara Fatah teredam oleh angin, Gilang mengabaikannya. "Fuck you anjing!!" umpat Fatah dengan berteriak tepat di telinga Gilang.

"Marah-marah mulu lu, orang tinggal duduk diem aja kok repot. Di kasih tumpangan gratis tuh harusnya bersyukur," balas Gilang.

"Gua gak minta tuh."

"Lu mau gua turunin disini? Yaudah." Gilang menepikan motornya di pinggir jalan. "Turun sana! Tadi katanya gamau pulang bareng gua."

Fatah celingukan. Dia gatau ini di mana, dia kan buta maps. Karena gengsi mau bilang akhirnya Fatah cuman diem dengan muka cemberut kesal yang terlihat sangat menggemaskan di mata Gilang, kalo aja ini bukan di pinggir jalan raya mungkin bibir yang sekarang tengah mengerucut lucu itu sudah habis olehnya.

Tidak lagi menggoda Fatah, Gilang kembali menjalankan motornya. Sepanjang jalan Fatah hanya diam, tidak lagi banyak bicara seperti tadi. Gilang sesekali curi-curi pandang melihat Fatah dari spion, dari tadi dia menahan gemas melihat ekspresi kesal Fatah. Bibir yang manyun ke depan dan alis yang menukik kesal, tapi dengan rambutnya yang melambai tertiup angin, membuatnya terlihat sangat lucu. Gilang benar-benar menikmati ekspresi itu.

"Udah makan belom?" tanya Gilang. Ditunggunya sebentar, tapi masih tidak ada jawaban dari orang yang dia bonceng. "Fatah? Mau makan gak?" tanyanya lagi. Masih tidak ada jawaban juga.

Yasudah, Gilang mengambil inisiatif sendiri untuk pergi ke warung makan pecel lele pinggir jalan. "Ayo turun!" ucap Gilang saat motornya sudah terparkir sempurna.

"Gua gamau makan," tolak Fatah.

"Yaudah kalo gamau, tapi gua mau. Kalo lu mau langsung pulang yaudah sana!" Gilang meninggalkan Fatah, dia berjalan masuk ke dalam tenda kaki lima itu.

Dengan ragu Fatah mau tak mau mengikuti langkah Gilang, dia terus mengekori Gilang yang tengah memesan makanan sampai duduk di meja yang telah disediakan.

Melihat Fatah yang mengikutinya Gilang tersenyum menang. "Jangan cemberut terus! Lu jadi makin gemes," kata Gilang berusaha menahan diri agar tidak mencium pipi Fatah.

"Bodo amat," Fatah menjawab dengan ketus.

Makanan mereka tiba, setelah mengucap terimakasih pada penjualnya Gilang menyodorkan satu piring pecel lele untuk Fatah. Karna dia sudah sangat lapar, tanpa bicara lagi Gilang langsung menyantap makanan miliknya. Dilihat Fatah juga mengikuti apa yang dia lakukan membuat senyum tipisnya kembali merekah.

Be Mine [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang