prolog

2.3K 401 55
                                    

Assalamu'alaikum

Masih inget sama Reffa? Hehe iya Reffa, penulis Dibalik Novel.

Seneng banget bisa buat cerita ini di sela sela kesibukan Reffa hihi. Mohon maaf banget buat cerita kali ini jadwal up nya gak ngatur yaa, gak kaya yang sebelah, yang biasanya perhari kadang suka double atau triple up.

PERINGATAN.

KALO MISAL MAU KOMEN YANG MENURUT KALIAN BISA BIKIN SEDIH, KESEL, MARAH REFFA MENDING DIPENDEM AJA. KALO GAK SUKA SILAHKAN MENGHILANG AJA. (Padahal gak yakin juga sih bakal ada yang baca cerita ini atau ngga.)

Wellcome readers.
Happy Reading...

...

"Ikut saya."

Seorang lelaki berpakaian rapi menggenggam tangan perempuan didekatnya, sedikit menyeret perempuan itu agar mau mengikutinya.

"Apaan sih! Lo mau bawa gue kemana?!"

Meski berusaha sekeras apapun, perempuan itu tidak bisa melepaskan genggaman lelaki yang menyeretnya, langkahnya terseret mengikuti arah jalan sang lelaki, arah kebelakang fakultas.

Lelaki itu berhenti berjalan saat merasa tangan yang digenggamnya terlalu kencang memberontak.

Lelaki itu menghela napas. "Pergelangan tangan kamu bisa terluka, Nazia."

Perempuan yang ia panggil Nazia berdecak.

"Ya makanya lepas! Lo jangan semena mena sebagai senior ya, ka Fatih! Udah gue bilang berkali kali, gue gak ada urusan lagi sama lo. Jadi lo gak berhak ngatur ngatur gue semau lo kaya gini!"

Nazia menghempas tangan lelaki didepannya sebelum akhirnya mengusap pelan tangannya yang terasa sedikit sakit.

"Saya mohon, jangan terlalu berbaur dengan lelaki. Kamu perempuan Nazia, banyak yang harus kamu jaga."

Nazia mengacak-acak rambutnya pelan. "Udah gue bilang, lo... gak berhak ngatur kehidupan gue."

Fatih menghela napas kecil. "Saya berhak sepenuhnya atas kamu," ujarnya.

"Lo bukan sua-"

"Orang tua kamu sudah menitipkan kamu pada saya."

"Dan lo tau? gue benci mereka."

Terdiam, Fatih tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Ia tahu pasti jika Nazia memang sangat membenci kedua orang tuanya, dua sejoli paruh baya yang terlalu sibuk urusan kerja.

"Kalau begitu berikan saya hak memperbaiki kamu, sebagai orang yang tulus menyayangi kamu, bukan sebagai orang yang mendapat titipan dari orang tuamu."

Nazia sempat terdiam, sebelum akhirnya berdecak. "Ngotot banget, gue gak suka diceramahin ya, ustad." Nazia lalu berlari cepat menjauhi Fatih.

Fatih hanya mampu melihat punggung Nazia yang mulai menjauh, ia menghela napas kecil. "Sampai kapanpun, saya selalu berhak untukmu, Nazia. Berhak atas kehidupanmu."

...

Spam komennya Bu, Paa.

Biar akyu semangat.

Sekali lagi, mau kasih tau kalo cerita ini bakal up gak nentu, sesuai mood Refa aja. Makasih.

Fatih Al FauziTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang