Happy Reading
...
"Fatih gak ada niatan buat nikah, nak?"
Fatih terdiam, lelaki itu langsung menatap ibunya yang tepat berada didepannya, duduk bersama sang suami.
Kebetulan sekali mereka sedang berkumpul, ada kakak lelaki Fatih juga, Haikal. Lalu sang istri dan dua putra kecil Haikal yang masih berusia 4 tahun.
Fatih melirik sang kakak dan kakak iparnya, ia menghela napas kecil. "Fatih masih mau fokus kuliah, umi."
Perempuan yang Fatih panggil umi cemberut, ia menatap suaminya seakan meminta sang suami ikut dipihaknya.
Lalu sang suami, panggil saja ia Abi, lelaki itu tersenyum tipis. "Kamu ingat ka Haikal nikah sama nak Ailin diumur berapa?"
Fatih mengangguk. "Tapi Fatih beda sama bang Haikal, Abi," ujarnya pelan. "Bang Haikal siap tanggung kehidupan teh Ailin. Pernikahan emang gak mandang usia, kapanpun kalo udah siap boleh aja nikah. Sekarang Fatih belum siap, Fatih masih perlu belajar, masih perlu perbaikan diri."
"Sama halnya kaya ajal, ajal gak mandang usia."
Fatih tahu, tapi apa kaitannya dengan pembicaraan kali ini?
Abi tersenyum. "Abi sama Umi sudah rentan, nak. Meski ajal ga ada yang tau, tapi semakin menua semakin berkemungkinan juga ajal datang. Sebelum kematian sendiri datang, Abi pengen liat kamu menikah. Abi pengen liat kamu punya pendamping."
"Abi..." Haikal menatap Abi tegas, ia paling tidak suka jika sudah mendengar tentang kematian. Memang usia tidak ada yang tahu, ia juga tidak tahu ia yang lebih dulu meninggal atau kedua orang tuanya. Tapi jika sang Abi membicarakan kematian, Haikal tidak sanggup membayangkan akan ditinggal sang Abi.
Sedang Fatih? Lelaki itu menunduk. Ia juga tidak suka dengan pembicaraan kali ini.
Abi menghela napas, "Tolong pikirkan ucapan Abi kali ini."
Fatih mengepalkan tangannya, bukan karena marang, ia hanya takut benar benar ditinggalkan orang tuanya.
"Kasih Fatih waktu. Fatih bakal ca-"
"Umi kasih waktu satu bulan!" ucap umi dengan antusias, takut jika putranya terlalu lama berpikir. "Kalo selama sebulan kamu gak kenalin umi ke perempuan yang kamu pilih, terpaksa umi sama abi bakal jodohin kamu."
"Itu-"
"Gak ada alasan."
Fatih menatap Abi, lelaki paruh baya itu sepertinya setuju saja dengan apa yang Umi ucapkan. Fatih lalu beralih menatap Haikal, meminta pertolongan.
"Bukannya sebulan terlalu cepat umi? Cinta bukan hal yang bisa tumbuh dalam waktu sebulan, Ailin takut Fatih malah salah pilih perempuan."
Ailin, istri Haikal mencoba membantu. Tahu jika Fatih tidak setuju dengan keinginan sang Umi.
"Umi bakal seleksi lagi, kok! Pernikahan gak sepenuhnya harus dengan cinta. Abi sama Umi aja sebelum nikah gak saling cinta, kami dijodohin, dan Alhamdulillah berjodoh sampe sekarang." Tangan Umi meraih tangan Abi, menggenggamnya lembut.
Kembali Fatih menghela napas, ia mengusap wajahnya pelan.
"Oke. Kasih Fatih waktu satu bulan buat cari perempuan yang menurut Fatih cocok jadi pendamping hidup Fatih."
...
Malam ini Fatih berkumpul bersama teman lamanya, itu keinginan Fatih sendiri. Ia bukan anak nakal, hanya saja untuk kali ini ia ingin mendengar pendapat temannya tentang apa yang harus ia lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fatih Al Fauzi
Spiritual"Langsung saja, saya berniat meminang mu." "Dih, ogah." ____________________ "Katanya lo menjunjung tinggi hukum agama, kenapa sekarang jadi pegang pegang gini?! haram ya ustad!" "Kata siapa?" "Lo kan yang bi-" "Itu hanya untuk orang yang tidak mahr...