Bab 2 || Kembali ditolong

156 26 14
                                    

Saat perempuan itu masuk meski sedikit bingung, Fatih akhirnya ikut masuk ketempat kemudi.

Kembali Fatih meringis kecil saat merasa luka ditangan atasnya lumayan dalam dan sedikit menyakitkan.

"Kemana?"

Perempuan dikursi belakangnya hanya menunduk, memainkan jari karena sedikit trauma. "Perumahan Mawar."

...

Fatih mengantar perempuan itu hingga benar-benar masuk ke dalam rumah bernuansa biru, rumah sang perempuan.

Awalnya ia ditawari masuk untuk mengobati luka ditangan atasnya, namun karena hari sudah larut Fatih menolaknya. Lebih baik ia langsung pulang.

Heningnya perjalanan membuat Fatih teringat kejadian yang baru saja terjadi, melirik tangan nya, ia jadi terbayang bagaimana cara perempuan itu memegangnya erat dengan ketakutan.

Sudah berapa lama ia tidak bersentuhan sedikitpun dengan perempuan?

Ya, semenjak dia hijrah. sudah sangat lama.

Fatih beristighfar, mungkin karena sudah lama, ia jadi terbayang tangan dingin perempuan itu yang menggenggam tangannya.

Tidak lama ia sampai ke rumah tercintanya, Fatih langsung memarkirkan mobil lalu keluar. Lelaki itu melihat benda pipih ditangannya, jam sudah menunjukan pukul 10, tepat sekali dengan waktu para santri selesai mengaji. Ia sedikit meringis merasakan sensasi perih ditangannya, ia baru sadar pakaian yang ia pakai sampai berlubang dibagian lukanya, tentu dengan darah yang lumayan banyak.

Perkiraannya benar, beberapa santri putra berjalan mendekatinya, baru saja selesai kajian terakhir.

"Astaghfirullah Gus, kok bisa luka luka kaya gini, Gus?"

Fatih tersenyum, "Cuma luka kecil, gak perlu khawatir," setelah beberapa santri menyalaminya, ia langsung beranjak masuk kekediaman utama dipesantren milik Abinya.

"Assalamu'alaikum," Fatih masuk seraya mengucap salam.

Lelaki itu menghela napas kecil, melihat wajah kaget sang umi yang menunggunya pulang.

"Waalikumsalam, astagfirullah Fatih, kenapa bisa kaya gini nak?!"

Pandangan khawatir sang umi membuat Fatih tersenyum tipis, "Tadi abis bantuin orang dikejar preman umi. Fatih gapapa, kok. cuma luka kecil."

Umi menuntun Fatih duduk, setelahnya mengambil kotak P3K dengan tergesa-gesa.

Ibu dari Fatih itu dengan telaten mengobati luka luka yang ada ditubuh sang anak.

"Ini mah luka kamu dalem banget, nak!"

Fatih menghela napas, ia menatap Umi lembut. Perempuan kuat yang telah melahirkannya tampak sangat khawatir, terbukti dari raut wajah Umi yang mengkerut.

"Fatih kurang hati hati aja, umi. Mereka bawa senja ternyata, seenggaknya Alhamdulillah Fatih masih diberi panjang umur sampe bisa pulang dengan selamat."

"Huss jangan bilang kayak gitu!"

Fatih terkekeh, "Kenyataannya kaya gitu umi," ujarnya.

Tidak ada balasan lagi, keduanya sama sama terdiam.

Pintu rumah kembali terbuka, menampilkan Abi yang baru saja selesai mengajar.

"Assalamu'alaikum."

"Waalikumsalam," Fatih dan Umi serentak menjawab salam Abi, meski begitu hanya sang Umi yang berdiri bermaksud menyalami Abi.

"Astaghfirullah, kamu kenapa tih? Habis berantem lagi kamu?" tanya Abi, bukan sengaja ia berkata seperti itu. Karena memang Fatih dulu sering sekali pulang dengan banyak luka.

Fatih Al FauziTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang