009

5.4K 344 6
                                    

Motor Gilang berhenti di depan markas Sinister, Gilang mengantar Fatah pulang ketika langit sudah berubah gelap karna setelah makan dia membawa Fatah berkeliling terlebih dulu. Pemilik motor itu juga ikut turun saat Fatah turun dari motornya.

"Besok-besok gausah nungguin gua pulang di depan gerbang! Gua gak mau lagi pulang bareng lu," kata Fatah memicing tidak suka. Setelah mengatakan itu, Fatah berjalan masuk ke dalam meninggalkan Gilang.

Gilang tidak mendengarkan apa yang Fatah ucapkan, dia melangkahkan kakinya mengikuti Fatah masuk ke dalam markasnya. Di lihatnya markas yang bagian dalamnya sangat terawat, walaupun masih bisa dibilang berantakan tapi untuk ukuran markas ini sangat lah rapih dan nyaman. Dia berfikir bagaimana cara Fatah memimpin gengnya sampai markasnya saja bisa senyaman ini?

"Lu ngapain ngikut masuk anjir?" Teriakan Fatah membuyarkan lamunannya tentang markas ini.

"Suka-suka gua lah," jawab Gilang asal.

"Keluar! Gak sopan lu main masuk-masuk aja."

Mengabaikan ucapan Fatah, Gilang justru bergerak mengambil posisi nyaman di sofa yang ada disana, kelakuannya membuat anggota Sinister yang lain menatap ke arahnya dengan tatapan bingung sekaligus tidak percaya.

Fatah berjalan kesal mendekati Gilang, ditariknya tangan yang sedikit lebih besar dari tangannya, berusaha mengusir cowok itu. "Keluar anjir! Ngapain sih disini?"

"Numpang bentar napa, gua capek nyetir motor bawa lu keliling tadi."

"Siapa suruh keliling-liling? Gua gak ada minta tuh?" balas Fatah dengan tak tau dirinya. Demi apapun ucapan Fatah terdengar sangat menyebalkan di telinga Gilang. Karena jengkel dengan ucapan Fatah, Gilang mengubah posisinya menjadi berbaring di sofa, dia memejamkan matanya pura-pura tertidur. Fatah yang melihatnya dibuat semakin geram. "Disuruh keluar malah tidur. Gilang, keluar!" Fatah masih berusaha menarik tangan Gilang, tapi tidak pernah berhasil. Anggotanya yang melihat juga tidak ada niat untuk membantu.

"Kenapa sih berisik banget?" tanya Sultan yang muncul dari dapur dengan sebungkus ciki seribuan di tangannya. Dia mendudukan diri di sofa tepat di dekat kaki Gilang. "Loh ada bang Gilang? Ngapain bang? Mau ngapel lu?" tanyanya lagi dengan beruntun.

"Ngapelin siapa anjir? Bantuin gua nyeret dia keluar kek, Sul," pinta Fatah yang masih berusaha membuat Gilang keluar.

"Dibayar berapa nih gua kalo bantuin lu?" kata Sultan bertanya jahil.

"Anjing." Entah Fatah mengumpati siapa. Mengumpati ucapan Sultan yang menyebalkan atau mengumpat karena tubuhnya yang ditarik oleh Gilang masuk ke dalam pelukan cowok itu.

Sultan menutup mulutnya untuk menahan agar tidak berteriak karna melihat adegan seprti itu di depan matanya. Adegan Fatah yang tenggelam dalam pelukan Gilang yang tertidur di sofa. Sebelum Sultan kerasukan reog, dia sudah lebih dulu melarikan diri dari sana setelah memberi isyarat pada yang lain agar tidak mengganggu mereka berdua.

Fatah berontak dalam pelukan Gilang. Dia berusaha melepaskan dirinya, tapi pelukan pada pinggangnya sangat erat. "Gilang, lepasin! Lu jangan kurang ajar ya," protesnya.

"Sebentar aja," bisik Gilang dengan lembut tepat di telinga Fatah, membuatnya bergidik merinding.

"Gada sebentar-sebentar ya anjing. Lepas ish!"

"Ngapain?"

Pertanyaan spontan dari Fino membuat Gilang terkejut, dia menolehkan kepalanya melihat orang yang bertanya. Tangannya yang melingkar di pinggang Fatah semakin memeluknya erat.

"Fino tolong," mohon Fatah menatap Fino dengan tatapan memelas. Fino tidak perduli, dia hanya menggedikan bahunya acuh kemudian pergi dari sana.

Kalo saja Fatah melakukan hal seperti itu pada Gilang agar bisa dilepaskan, pasti Gilang akan langsung menurutinya, tapi sayang sekali dari tadi Fatah hanya memicing sinis bercampur kesal saat berontak minta dilepaskan. Kenapa dengan Fino, Fatah justru memelas? Memikirkannya membuat hatinya memanas. Pelukannya terlepas secara sendirinya membuat orang dalam pelukannya berguling jatuh ke lantai.

Be Mine [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang