-- Three --

539 55 1
                                    

--Happy reading--

🪴🪴🪴

Draco menggertakkan giginya saat ia memasuki ruang kelas dimana ia akan menjalani detensinya. Profesor McGonagall menatap dengan tegas dari depan kelas saat Draco berjalan melewati ambang pintu dan menutup pintu di belakangnya.

"Selamat malam, Mr Malfoy," sapa McGonagall dari balik kacamatanya.

"Malam, Profesor," ucap Draco terpaksa.

"Kemarilah," ucap McGonagall dengan ramah.

Draco menghela napas pelan dan berjalan ke depan kelas, ke meja McGonagall.

"Kau tidak memperhatikan kelas lagi," kata McGonagall pada Draco, sorot matanya sangat tegas.

"Tidak juga," gumam Draco.

"Mr Malfoy?" McGonagall bertanya dengan sengit sebagai balasannya.

"Ya, Profesor, aku tidak memperhatikan kelas," jawab Draco, sedikit memutar matanya.

"Baiklah," kata McGonagall, "Kalau begitu, kau siapkan perkamen, pena dan menuliskan kesalahanmu disana."

Draco melongo pada McGonagall. "Itu saja?"

McGonagall mengamati Draco dari balik kacamatanya sebelum senyum tipis mengembang di wajahnya. "Tentu saja tidak. Kau akan menulisnya berulang-ulang selama satu jam." jelasnya, "Dan kau tidak perlu khawatir, kau akan menggunakan pena bulumu sendiri, tidak ada metode abad pertengahan di kelasku."

Draco merengut, tanpa sepatah kata pun duduk di meja kelas dan mulai menulis. Entah ini masuk akal atau tidak, ia tidak tahu ataupun peduli. Terkadang ia bertanya-tanya mengapa ia harus repot-repot bersekolah di sini.

🪴🪴🪴

Luna bersenandung pada dirinya sendiri saat ia melangkah di sekitar ruang kelas Ramuan dengan pel dan ember, berusaha menjangkau setiap inci ruangan itu dan membersihkannya seperti yang dilakukan para muggle. Ia lumayan pandai melakukan itu sekarang, karena ia hidup tanpa ibu dan belum diperbolehkan menggunakan kemampuan sihirnya saat di luar sekolah, jadi ia harus melakukannya sendiri di rumah karena ayahnya selalu sibuk dengan Quibbler.

Anehnya, satu jam berlalu agak cepat dan sebelum ia menyadari itu, ia kembali ke area yang sudah ia bersihkan tepat ketika Profesor Snape muncul.

"Jadi?" Snape mencibir sambil menatap Luna datar. "Apa kau sudah selesai?"

"Oh," Luna menyadari kehadiran profesor itu, "Ya, lebih tepatnya hampir. Hanya mengulang ke bagian-bagian di sini, Profesor," jelasnya, menunjuk area yang sedang ia bersihkan, "Ada semacam kotoran yang sulit hilang di sini, aku benar-benar berpikir ini mungkin seperti kencing domba, atau sesuatu semacam itu?"

"Bezoar," jelas Profesor Snape, tampak terkejut dengan upaya Luna membuat percakapan.

Luna kembali mengepel, "Ini benar-benar tidak mau hilang."

Profesor Snape menggelengkan kepalanya dan berjalan mendekat, meraih kain pel dari genggaman Luna dan mengembalikan tongkat sihir gadis itu.

"Aku yang akan menghilangkannya," ucap Snape datar, "Sekarang pergilah dari pandanganku sebelum aku muntah dan kau harus mulai mengepel lagi—"

"Oh, aku tidak keberatan—" Luna menyela.

"Keluar!" bentak Profesor Snape, dan Luna terlonjak kaget.

"Baik, Profesor," ucap Luna takut-takut, menggenggam tongkat sihirnya dan berjalan menuju pintu, "Selamat malam, Profesor."

Luna berjalan keluar dari ruang bawah tanah sambil merasa agak bingung karena tiba-tiba diteriaki.

Lights Flower | Druna | END✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang