--Happy reading--
🪴🪴🪴
"Kau apa?" cibir Profesor Snape.
Saat itu Sabtu malam, liburan sekolah sudah dekat dan para siswa dijadwalkan pulang dengan Hogwarts Express mulai hari Minggu besok. Draco menunggu sampai menit terakhir untuk mengubah keputusannya dan benar-benar tinggal di sekolah selama liburan, daripada kembali ke rumahnya di mana ia hanya bisa membayangkan ibunya mabuk-mabukan karena ayahnya dipenjara. Oleh karena itu, masuk akal bahwa Draco ingin tetap di sini selama Natal sebagai gantinya, menghabiskan waktu bersama Luna adalah yang ia inginkan sekarang.
"Aku berubah pikiran," ulang Draco, berusaha terdengar polos, "Aku tidak ingin pulang, jadi lebih baik aku tetap di sini."
"Tapi pencatatan sudah selesai," Profesor Snape mendesis, "Namamu ada di daftar, dan kereta tidak akan berangkat kecuali kau berada di dalamnya—"
"Itu masih bisa diubah, bukan?" tanya Draco penuh harap, "Lagipula keretanya tidak akan berangkat sekarang."
"Bukan itu intinya," ucap Profesor Snape, "Tapi tentang kau yang berubah pikiran. Jika semua orang seenaknya bisa mengubah pilihan mereka, maka tidak akan ada ketertiban, itu prinsipnya, Mr Malfoy. Jika seseorang memutuskan untuk melanggar peraturan, yang lainnya akan segera mengikuti."
"Ini hanya tanda centang, Profesor," Draco memohon, "Seberapa sulitkah itu? Tentunya kau bisa sekali ini saja membuat pengecualian, kan?"
Profesor Snape mengerucutkan bibirnya. "Beri aku satu alasan bagus mengapa aku harus melakukannya?" tanyanya.
Draco menatap kosong; selain untuk Luna, benar-benar tidak ada alasan baginya untuk tetap tinggal di sekolah—dan Profesor Snape tahu itu. Profesor Snape pandai dalam Occlumency, bagaimana jika profesornya itu masuk ke dalam pikirannya sekarang untuk mencari informasi mengapa ia berubah pikiran? Lihatlah, ekspresi wajah profesornya itu sekarang yang berkerut seperti itu... oh tunggu, bukankah wajah profesornya memang seperti itu?
Profesor Snape mengangkat alisnya tepat pada saat Draco memikirkan ini. "Jadi?"
"Aku err..." Draco ragu-ragu, "Aku punya PR, perlu diselesaikan, bukan kelasmu, aku sudah mengerjakan PR untuk kelasmu," Ia menambahkan dengan tergesa-gesa sebagai pembelaan, "Tapi aku merasa bahwa PR yang harus kuselesaikan ini akan lebih progresif jika aku mengerjakannya di sini."
Profesor Snape mengamati Draco dari seberang meja, alisnya sedikit terangkat karena curiga dan sudut mulutnya bergetar.
"Baiklah," ucap Profesor Snape akhirnya, dan Draco menghela napas lega, "Kau boleh tetap di sini."
"Terima kasih, Profesor," ucap Draco, berbalik untuk pergi.
"Oh tunggu, Draco," desis Profesor Snape saat Draco sampai di pintu.
Draco menoleh dan mengangkat alisnya.
"Hati-hati dengan Miss Lovegood," desis Profesor Snape dan Draco merasa jantungnya tiba-tiba berhenti, "Jika kau tidak ingin berita tersebar di sekolah tentang dia, kusarankan kau mencari tempat yang lebih baik untuk tindakan tidak senonohmu dan bukan di hutan di mana bahkan Penjaga Sekolah yang paling bodoh sekalipun bisa menemukanmu."
Draco membuka mulutnya, tapi tidak ada kata yang keluar. Sebaliknya, ia hanya berdiri diam, tidak percaya dengan apa yang ia dengar.
"Dan jika kau berpikir tentang ekspresi wajahku lagi, kau akan menerima detensi," bentak Profesor Snape dengan serius, "Pergilah."
Draco menelan ludah sebelum meninggalkan ruangan; jantungnya berpacu kembali saat tiba di ruang rekreasi di mana ia disambut dengan Pansy Parkinson yang sedang marah, yang menuntutnya untuk menjelaskan ke mana ia pergi, sebelum akhirnya ia bisa pergi tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lights Flower | Druna | END✔
أدب الهواة[LENGKAP] Jika Draco mengatakan tidak menyukai Luna, itu tidak sepenuhnya benar. Jika ia mengatakan membenci kehadiran Luna, itu juga tidak benar. Jika ia menyuruh Luna berhenti menciumnya, tapi ia menikmatinya juga. Lalu apa yang harus ia katakan? ...