--Happy reading--
🪴🪴🪴
Draco bergegas berdiri dan segera berbalik saat tiga sosok mendekati posisinya; di depan sana Harry Potter bersama Weasel-nya yang setia, yang tampak bergumam tentang dimana dua kroni gemuk Draco, serta di belakang mereka berlama-lama si Darah Lumpur yang terus-menerus menoleh ke balik bahunya, tampak berjaga-jaga jika ada seorang profesor yang mungkin tidak akan suka dengan tindakan mereka.
Draco menyipitkan matanya dengan hati-hati ke arah Potter yang mendekat. "Aku selalu menganggapmu sebagai lelucon, Potter, bukan pembuat lelucon."
Harry diam sejenak, seolah menunggu dua remaja gemuk yang akan muncul dari belakang Draco untuk mendukung kata-kata Draco secara berlebihan.
"Aku juga mengganggap ayahmu begitu," balas Harry dengan dingin.
"Ayahku," Draco mendesis marah.
"Ayahku ini, ayahku itu," ucap Harry dengan kesan menjengkelkan, "Kenapa tidak membicarakan sesuatu yang menarik sekali saja, Draco? Seperti... apa tahi lalat yang kau suka?"
Wajah Draco memerah saat Harry dan Ron tertawa terbahak-bahak.
"Setidaknya orang tuaku masih hidup, Potter," Draco mendesis, dan tawa mereka berhenti. Ia tidak ingin membuat penghinaan ke level ini, tapi mereka tidak memberinya pilihan.
"Kau akan membayar untuk itu," geram Harry, meraba jubahnya untuk mengambil tongkat sihirnya.
"Harry, jangan," Hermione memohon, mengetahui apa yang akan dilakukan sahabatnya. Ia bergerak maju untuk menarik lengan sahabatnya itu. "Harry—"
"Lepaskan, Hermione!" desis Harry, mengibaskan tangannya.
Draco mengambil waktu yang tepat untuk menarik tongkat sihirnya sementara tiga orang di depannya masih sibuk berdebat, ia segera mengacungkan tongkatnya dan mereka ambruk di depannya.
"Kau seharusnya tidak pernah lengah, Potter," Draco mendesis dengan puas, "Lain kali jika kau mencoba menghina ayahku, kau mungkin tidak seberuntung ini."
Dengan cepat Draco meraih tasnya dan meninggalkan tempat itu, berjalan menuju kastil sambil menghirup udara segar dalam-dalam ke paru-parunya. Konfrontasi singkatnya dengan trio yang dibencinya itu membuatnya merasa lebih baik, dan ia bahkan mendapati dirinya membukakan pintu untuk sekelompok anak Slytherin tahun ketiga yang cekikikan dan yang terpenting ia tidak akan membenci dirinya sendiri setelah melakukan itu.
🪴🪴🪴
Hari ini Draco bisa menghitung keberuntungannya, karena sepanjang hari ia tidak melihat atau menemukan satu tanda pun dari trio yang ia benci, atau Pansy Parkinson atau bahkan Luna Lovegood. Mungkin ada kesialan di beberapa bagian, tapi entah bagaimana, hari ini pikirannya lebih jelas tentang apa yang ia inginkan dan apa arti gadis Ravenclaw berambut pirang itu baginya. Ia tidak siap untuk mengakui bahwa ia menyukai gadis itu secara langsung, tapi, mungkin saja, ada kemungkinan yang jelas bahwa ia bisa mengatakan bahwa ia tidak membenci gadis itu secara langsung.
Selain itu, gadis mana yang tidak akan menyukainya?
Draco melewatkan makan malam untuk pergi ke perpustakaan, cukup senang saat menemukan perpustakaan itu sepi. Ia dengan santai mengambil buku dari rak, membawa buku berjudul 'Kau punya nyali? Mainkan Quidditch!' dan duduk di meja paling belakang. Ia baru saja memulai bab pertama ketika seseorang duduk di hadapannya dan membuatnya mendongak.
Draco mengangkat alisnya. "Weasel? Apa yang kau inginkan?"
"Jujur saja, Malfoy," Ginny Weasley mendesis, mengibaskan rambut merahnya dari bahunya, "Menurutmu apa yang sedang kau lakukan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lights Flower | Druna | END✔
Fanfiction[LENGKAP] Jika Draco mengatakan tidak menyukai Luna, itu tidak sepenuhnya benar. Jika ia mengatakan membenci kehadiran Luna, itu juga tidak benar. Jika ia menyuruh Luna berhenti menciumnya, tapi ia menikmatinya juga. Lalu apa yang harus ia katakan? ...