--Happy reading--
🪴🪴🪴
Draco tidak dapat mengingat Natal yang lebih baik sepanjang hidupnya daripada sekarang. Saat ini masih sekitar pukul lima pagi, tepat di hari Natal, ia dan Luna masih berada di tempat tidur gadis itu di menara Ravenclaw, satu malam penuh gairah telah membuat hari lebih menakjubkan, dan saat Draco berbaring di sana dengan Luna yang meringkuk di lengannya, ia hanya bisa mengatakan bahwa hal itu sangatlah terasa luar biasa. Asrama perempuan Ravenclaw masih kosong; semua teman asrama Luna telah pulang untuk Natal dan seperti yang telah direncanakan, Draco bisa bersama Luna tanpa diketahui oleh seisi sekolah.
Hari ini mungkin mereka akan tetap sama seperti sebelumnya; Draco harus menyelinap keluar diam-diam jika ia ingin sarapan, makan siang atau makan malam. Tapi itu nanti, dan mudah; saat ini ia sedang mencoba untuk menjadi licik dengan cara lain. Di ujung tempat tidur ada kantong hadiah Natal miliknya dan Luna, dua kantong itu tampak penuh dan ia bahkan bisa melihat ujung hadiah yang ia belikan untuk Luna di kantong hadiah milik gadis itu. Draco, bagaimanapun juga, memiliki keinginan untuk mengambil kantong hadiahnya tanpa membangunkan Luna yang tidur di lengannya. Ia memiliki pilihan yang sulit; beresiko membangunkan Luna atau tidak segera melihat hadiahnya.
Draco hampir tidak percaya bahwa ia bahkan mempertimbangkan untuk memilih pada pilihan kedua.
Ketidaknyamanan lainnya adalah tongkat sihirnya dan tongkat sihir milik Luna berada di luar jangkauannya, jadi Draco hampir tidak bisa memanggil hadiahnya dengan sihir. Sekarang ia mulai bertanya-tanya, jika ia tidak bisa kembali tidur, apa yang harus ia lakukan selama beberapa jam ke depan? Hanya diam dan menatap hadiahnya?
Dan kemudian, ia mencoba bergeser pelan, mencoba menarik lengannya.
"Aah... jangan berhenti," bisik Luna tiba-tiba, merapatkan dirinya ke dada Draco dan menggerakkan pinggulnya pelan.
Draco menyeringai. Apakah gadisnya itu sedang memimpikannya?
"Luna?" Draco berbisik, menggerakkan pinggulnya juga mencoba untuk memancing Luna bergerak lagi.
"Mmm... ah, Draco," desah Luna pelan, kepalanya tetap menempel di dada Draco dan kedua matanya masih terpejam.
Draco mengangkat alisnya dan mencoba menggeser Luna sedikit ke kanan sehingga ia bisa bangun tanpa sepengetahuan gadis itu; tapi ia tidak beruntung.
"Sial," gerutu Draco pelan, ia melihat sekelilingnya apakah ada sesuatu yang mungkin bisa membantunya agar gadisnya itu tidak akan bangun.
Tapi tidak ada yang bisa Draco lakukan, jadi ia menyerah, menyamankan kepalanya ke bantal dan memeluk Luna erat-erat, berharap kantuk akan datang. Tapi sial baginya, ia tidak bisa tidur kembali, dan ia mendapati dirinya hanya berbaring di sana, benar-benar terjaga untuk waktu yang lama, lebih lama lagi, hanya menatap langit-langit.
Hingga tiga jam berlalu sebelum Draco menyadarinya.
"Pagi," Luna menguap, matanya terbuka dan ia meregangkan tangannya.
"Pagi," sapa Draco, dan segera bangkit dari tempat tidur dan langsung melompat ke kantong hadiahnya.
"Oh," Luna mengerjap, tapi Draco mengabaikannya, "Err... Selamat Natal untukmu—"
'Ya, ya, Selamat Natal," ucap Draco buru-buru, membuka bungkusan terbesar lebih dulu, "Ini alat pemoles sapu baru, terima kasih, Santa!"
Luna berkedip. "Sudah berapa lama kau bangun?"
"Mungkin sekitar tiga jam," jawab Draco sambil mengangkat bahu.
Luna mengerutkan kening. "Maafkan aku... kau seharusnya—"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lights Flower | Druna | END✔
Hayran Kurgu[LENGKAP] Jika Draco mengatakan tidak menyukai Luna, itu tidak sepenuhnya benar. Jika ia mengatakan membenci kehadiran Luna, itu juga tidak benar. Jika ia menyuruh Luna berhenti menciumnya, tapi ia menikmatinya juga. Lalu apa yang harus ia katakan? ...