001

98 47 32
                                    

" Pak tolong dicepetin ya pak.."  dengan perasaan gelisah aku terus melafadzkan dzikir dan berdoa kepada yang maha kuasa agar semua baik baik saja, suasana jalanan sepertinya mendukung perasaan gelisahku , Seharusnya tidak heran lagi jika Jakarta macet dijam pulang seperti ini, namun bisakah untuk hari ini saja aku dipermudah?

  Tadi setelah keluar dari ruang meeting aku baru mengaktifkan handphoneku dan sudah puluhan bahkan beberapa orang menelpon ku , perasaanku sudah mulai tidak enak ketika  Aqila dan mas Adi yang melakukan spam panggilan bahkan sudah ratusan chat yang dikirim di aplikasi chat ku itu , tanpa ba-bi-bu aku langsung menelpon kembali Aqila , adikku itu mengabari bahwa ayah jatuh dari tangga dan sedang dibawa kerumah sakit karena keadaan ayah sangat mengkhawatirkan , dengan perasaan was was dan gelisah aku langsung buru buru menuju rumah sakit menggunakan taksi online .

     Aku berlari dengan cepat menuju ruang UGD tempat ayahku dirawat, disana sudah terlihat  Aqila  dan mas Adi, Aqila sedang menangis di pelukan mas Adi yang sedang duduk dengan memegang buku yasiin ditangannya .

 " Masss.." ucapku seraya menepuk bahu mas Adi yang sedang menenangkan adikku itu . Mas Adi lantas melihatku kentara sekali raut khawatir di wajah mas Adi .

" Kamu naik apa kesini dek?" Mas Adi melepaskan Aqila untuk membalas salamku . 

" Gimana bisa jatuh mas? Kok bisa ? Ayah gapapa kan mas? " Serobotku dengan cepat , sungguh melihat Aqila yang menangis terseduh-seduh  terlihat lesu dan khawatir perasaanku tambah kacau  aku takut terjadi hal yang serius kepada ayahku . 

" Ga papa , yang kuat  kita doain semoga ayah baik baik saja yaa "  Mas Adi menepuk bahuku dan langsung memeluk ku erat disusul Aqila yang juga memelukku dengan tangis yang semakin kencang, aku tau adikku ini  pasti terkejut dan juga takut sama sepertiku . 

   " Keluarga pasien , bisa ikut saya sebentar? " Dokter yang menangani ayah  baru saja keluar , aku dan mas Adi mengikuti dokter itu menuju keruangnya , sedangkan Aqila menunggu ayah didepan kamar UGD .

  " Jadi begini , tekanan darah bapak sangat tinggi , ketika bapak jatuh kemungkinan kepala bapak terbentur lantai sehingga menyebabkan bapak cedera dibagian  kepala , saat ini bapak belum bisa sadarkan diri , tapi insha Allah dalam waktu 5 jam kedepan bapak sudah siuman , dan Alhamdulillah bapak disegerakan ditangani sehingga tidak terjadi pendarahan atau cidera berat di kepala, kita doakan semoga pasien baik baik saja yaa " aku menggenggam erat tangan mas Adi di pahaku , sungguh aku sangat takut terjadi sesuatu yang buruk kepada ayahku.

 " Apakah kondisi ayah saya sudah baik baik saja? Cideranya tidak parahkan dok? "   Ucap Mas Adi dengan tenang .

" Kita lihat kondisi bapak ketika siuman ya mas ,setelah itu bisa kita lihat apakah ada gangguan lain ketika pasien sudah sadar " 

Aku semakin mengeratkan genggaman ku di mas Adi , sungguh perasaan takut semakin  mendominasi perasaanku sekarang, aku harus bagaimana sekarang?  Mas Adi meliriku dan mengelus bahuku dengan erat .

" Baik dok terimakasih , saya mohon bantuannya untuk ayah saya ya dok " . Setelahnya mas Adi menuntunku keluar dengan hati-hati ,  lemas sekali rasanya mendengar penuturan dokter tadi bahkan untuk berjalan  saja rasanya lemas sekali. Ayah adalah kebanggaan kami, kami sangat dekat dengan ayah bahkan saat ayah hanya sakit demam biasa aku dan Aqila bisa seharian menangisi ayahku yang sedang demam biasa , seistimewa itu ayah Dimata kami , sebab dari Kecil kami tidak merasakan kasih sayang seorang ibu , kami hanya mendapatkan kasih sayang ayah, ayah bagaikan ibu sekaligus ayah bagi kami, ibu meninggal ketika melahirkan Aqila saat itu aku masih berusia 5 tahun jadi hanya sedikit kenangan ku bersama ibu yang hanya aku ingat , bahkan Aqila sama sekali belum merasakan apa itu kasih sayang seorang ibu, kami bertiga dibesarkan oleh ayah dan nenek nenek kami. Karena itu sosok Ayah bagi kami sangat berharga , karena kami hanya memiliki Ayah di dunia ini .

Pagi menjelang namun Ayah masih belum sadarkan diri , rasa takut dan kekhawatiran semakin menggerogoti jiwaku , kupandangi sejenak wajah lelah dengan mata sembab adikku , sepanjang malam Aqila tidak berhenti menangis , aku dan mas Adi terus memberi kekuatan kepada Aqila , pada dasarnya aku juga butuh kekuatan namun aku mengesampingkan perasaanku itu . Aqila baru saja terlelap dengan mas Adi yang terus saja membujuk dia untuk istirahat sejenak jika tidak dia akan terus menerus menangis hingga ayah bangun nanti.

" Makan dulu dek , kamu juga butuh istirahat bukan hanya Aqila"  Mas Adi menyodorkan semangkuk bubur ayam hangat di depanku, aku tersenyum menatapnya .

" Makasih ya mas , maaf banget dari semalam ngerepotin mas Adi , kalo gaada mas Adi aku engga tau bakal gimana keadaan ayah sekarang ." Lagi lagi air mataku jatuh , tidak terbayang kalau mas Adi tidak ada dirumah saat itu, bagaimana jika hanya ada Aqila , dan saat itu aku juga tidak bisa dihubungi . Pikiranku semakin kalut rasanya . Mas Adi kembali merangkulku dan meremas pelan bahuku .

" Jangan begitu , kita doakan semoga ayah baik baik saja , kamu jangan negatif thinking terus dong, ayo semangat " mengangkat semangkuk bubur kehadapan ku mas Adi mengambil sendok kehadapan ku .

" Aaaa dulu , kita makan setelah itu kamu istirahat kalau nanti ayah sudah bangun nanti mas langsung bangunin kalian juga yaa.." mengangguk sembari menikmati suapan bubur dari mas Adi , Mas Adi adalah sepupu kami anaknya keponakan papa , mas Adi tinggal tidak jauh dari rumah kami, dari kecil kami selalu bersama , karena itulah mas Adi juga memanggil ayahku dengan sebutan ayah juga.


second choiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang