12. Jujur

6.8K 609 50
                                    

12. Jujur

•~•

"Donor mata?" Jerry menatap Dokter di depannya dengan tatapan tidak percaya.

"Semuanya, sebut saja baik, tapi tidak dengan matanya. Kornea matanya mengalami luka goresan membuat kemampuan melihatnya menghilang. Dan yang bisa kita lakukan adalah mencari donor mata."

Jerry merasakan tubuhnya lemas. Bahkan sejak tadi, Haikal yang mendengar juga tidak dapat berbuat apapun. Hanya diam.

"Nafis tidak kritis 'kan Dokter?" tanya Haikal.

"Tidak, bisa di katakan semuanya baik-baik saja. Hanya matanya saja. Lainnya hanya patah tulang dan lecet. Setelah dosis obat biusnya hilang, dia akan bangun." jawab sang Dokter, "Anda mau mencari pendonor mata yang baru?"

Jerry mengangguk. Tentu saja dia akan mencari pendonor mata untuk Nafis. Anaknya harus melihat lagi. Kalau dia tidak menemukannya di tempat terdekat, Jerry akan mencarinya sampai ketemu.

"Mari ikut saya."

Haikal jatuh terduduk di kursi yang ada di depan ruangannya Nafis. Cowok itu mengusap wajahnya. Keadaan Nafis yang sekarang membuatnya Haikal benar-benar tidak bisa melakukan apapun.

"Kal?"

Haikal menoleh. Menatap Reno yang sama terlukanya. Sang Ibu benar-benar kritis. Reno tau Ibunya ceroboh, tapi masa harus dua kali? Pertama di selamatkan oleh Kylla, sekarang diselamatkan oleh Nafis walaupun ujungnya, mereka berdua sama-sama terbaring di ranjang rumah sakit.

"Maaf," Reno menunduk. "Maaf gara-gara kecerobohan Ibu gue, Nafis jadi kehilangan.."

"Enggak, jangan minta maaf. Ini bukan salah siapapun. Kalo mobil dari kanan gak oleng, mereka pasti baik-baik aja sekarang."

"Tapi tetep aja.."

Haikal menghela napas, "Ren, semuanya udah terjadi. Kita gak bisa nyalahin siapapun. Pelakunya juga udah lagi di cari. Kalo lo mau marah, marah ke dia. Jangan di simpen sendiri."

Reno diam. Dia ikut mendudukkan dirinya di sebelah Haikal. Diam. Menatap tembok di depannya dengan pandangan menerawang.

"Lo ada hubungan sama Nafis?" tanya Reno tiba-tiba.

Haikal mendongak. Menatap langit-langit koridor rumah sakit. "Sejak SMP akhir. Abis ujian gue jadian sama Nafis."

Reno membulat. Dia menatap Haikal tidak percaya, "Yakin lo?"

"Kalo gak ada hubungan, gue gak bakalan sepanik ini. Gue gak bakalan nungguin Dokter pergi. Masih di sini bukannya pulang." jelasnya. Dia mengusap wajahnya kasar, "Seenggaknya rasa takut gue berkurang."

Reno menyenderkan punggungnya ke sandaran kursi. Mau tidak percaya, tapi Haikal masih di sini. Menunggu Nafis bangun. Kalau tidak ada, cowok itu pasti sudah pulang. Kayak Jevano tadi. Katanya dia gak bisa liat keadaan temannya yang sekarat.

"Nafis pasti bisa liat lagi kok."

•~•

"Nafis? Nafis tadi terakhir aku liat, dia masih belum bangun." Reno menggenggam tangan sang Ibu, menatapnya hangat. "Ibu harus baik-baik aja. Ibu jangan nyerah, ya. Ada Reno di sini. Ibu udah janji gak bakalan ninggalin aku sendiri."

Sang Ibu tersenyum. Dia membalas genggaman tangan Reno dengan lemah. Senyumnya terlihat.

"Reno.." panggilnya lemah.

Reno menelan salivanya, "Iya?"

Pintu ruangan terbuka. Terlihat Jerry yang masuk. Pria itu terlihat sangat kacau. Benar-benar kacau.

BACKSTREET ✔ [ SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang