Dualisme dalam Satu Waktu

9 1 0
                                    

Prolog

"Tapi hal itu justru membuat kita semakin menjadi bahan ejekan  untuk circle lama kita. Tahu sendiri, kan, kalau kita ditinggalkan akibat terlalu jujur dan netral. Apa harus kita menambah aib dengan melabeli diri kita sebagai seorang gay?" sanggah si termenung, diam-diam aku sependapat dengannya. "Lebih baik kita bertiga tetap seperti ini dan fokus pada pengembangan diri kita masing-masing."

"Kamu tidak ingin membalas dendam atas perbuatan mereka?" tanyaku pada si termenung, yang saat itu juga disambut gelengan kepala oleh mereka berdua. Alangkah bersyukurnya diriku memiliki dua orang yang sependapat untuk tidak saling membalas dendam setelah apa yang diperbuat oleh circle lama kami. "Lalu, kita harus bagaima-"

"Hahaha, dia mulai lagi."


.

.

.

Ahra Ahn Present

.

.

One Night Scandal Project

Dualisme dalam Satu Waktu

.

.

.

Genre : Misteri, psikologi, aksi (sedikit, jangan terlalu berharap)

.

.

Dualisme dalam Satu Waktu

Termenung, tergagu, dan teramuk dalam satu waktu tidak pernah aku ingin rasakan dalam situasi saat ini. Terduduk bersama dua orang bajingan seperti mereka, memegang pisau yang berlumuran darah dengan tubuh yang tak berdaya. Sungguh, aku sangat tidak ingin saat ini terjadi pada diriku.

Menelisik kembali waktu lampau, kami bertiga tengah asyik bercengkrama bersama. Topik pembahasan ini sangatlah rahasisa sehingga kami tidak ingin siapapun selain kami bertiga ini mengetahui topik tersebut. Si tergagu memilih untuk mencetuskan ide, si termenung yang berseberangan paham dengan si tergagu, dan aku yang teramuk memilih untuk netral meskipun dalam lubuk hatiku aku lebih memihak si termenung.

Adapun topik pembahasan kami sangatlah tidak terlalu penting untuk segelintir orang, yakni bagaimana cara mendapatkan seseorang yang dapat menerima kami yang terkucilkan ini tanpa syarat; memaklumi bahwa kami adalah trio yang mengalami perundungan dan menerima sanksi sosial akibat terlalu netral dan jujur. Tidak ada satupun orang yang ingin berteman dengan kami yang tidak memiliki apapun, miskin, dan tidak up to date tentang perkembangan zaman saat ini.

"Aku berpikiran bahwa lebih baik kita bergabung ke dalam circle si Isabel dengan berpura-pura menjadi gay, maksudku kalau kita tidak diterima dalam pertemanan laki-laki, kita bisa, kan, berteman dengan perempuan?" ungkap si tergagu mengutarakan pendapatnya. Si termenung mengernyit, tampak sekali raut muka tidak suka di wajahnya.

"Tapi hal itu justru membuat kita semakin menjadi bahan ejekan untuk circle lama kita. Tahu sendiri, kan, kalau kita ditinggalkan akibat terlalu jujur dan netral. Apa harus kita menambah aib dengan melabeli diri kita sebagai seorang gay?" sanggah si termenung, diam-diam aku sependapat dengannya. "Lebih baik kita bertiga tetap seperti ini dan fokus pada pengembangan diri kita masing-masing."

"Kamu tidak ingin membalas dendam atas perbuatan mereka?" tanyaku pada si termenung, yang saat itu juga disambut gelengan kepala oleh mereka berdua. Alangkah bersyukurnya diriku memiliki dua orang yang sependapat untuk tidak saling membalas dendam setelah apa yang diperbuat oleh circle lama kami. "Lalu, kita harus bagaima-"


"Hahaha, dia mulai lagi."

Begitulah penyusup hadir dalam percakapan kami. Si Isabel dan Dean rupanya masih satu circle dan merekam kami dengan ponsel ciamiknya. Aku melirik si tergagu, jelas terlihat amarah terpancar di matanya usai melihat gadis yang ia cintai, Isabel, bergelayut manja di pundak Dean, teman di circle lama kami, tepat di hadapannya. Begitu pula dengan si termenung yang sama bersaingnya dengan si tergagu untuk mendapatkan hati si Isabel.

Dalam sekejap mata ruang cengkrama kami dipenuhi oleh teriakan, isak tangis, dan darah yang berceceran di lantai. Baik si termenung maupun si tergagu sama-sama menancapkan pisau yang selalu kami bawa sebagai pertahanan diri di dada Dean, tentu saja dengan perlawanan Dean dan Isabel memperparah luka di dada Dean semakin lebar dan berakhir tewas.

Isabel menangis, kedua kakinya seolah lumpuh dan langsung menjadi sasaran berikutnya. Usai menusuk dada, tidak lupa mereka mencabik wajah Isabel sebelum akhirnya menguliti telapak tangan dan kakinya. Dua sejoli itu seketika mati mengenaskan dengan tanpa wajah, jari tangan, dan jari kaki berkat dua bajingan yang gelap mata dalam satu waktu. Sementara aku yang tidak berguna ini hanya berdiri termangu mencerna situasi macam apa yang terjadi saat ini.

"HENTIKAN!" teriakku, diikuti dengan jatuhnya pisau dan sekumpulan kulit dua manusia itu ke lantai. Syok tentulah kurasakan, apalagi dengan kedua tangan dan baju yang dipenuhi darah Dean dan Isabel. "Aku, Aku, AKU PEMILIK TUBUH INI. Aku yang menciptakan kalian, tapi kenapa kalian malah berbuat seenaknya?!"

Keheningan sejenak menyelimuti kami. Baik si termenung dan tergagu saling bertatapan satu sama lain. "Kami hanya ingin melindungimu yang tidak dapat membalas apa yang mereka perbuat padamu," jawab keduanya bersamaan. Firasatku tidak enak, keduanya mendekat ke arahku dengan senyum yang tidak dapat aku artikan. "Sekarang, tidurlah."

Kemudian pisau itu menancap di dadaku dan mematikan kami bertiga. Sungguh, aku sangat tidak ingin saat ini terjadi pada diriku.

_Tamat_

Akhirnya aku kembali menulis setelah sekian lama hiatus. Tepat banget hari ini setelah dengerin lagunya From Indian Lakes dengan judul The Monster. Tidak ada unsur nama, kejadian, dan sebagainya yang tertuang disini, ya, murni karena nontonin MV-nya, mohon jangan dikaitkan dengan kejadian atau nama siapapun, oke.

Untuk sakit, puji Tuhan sekarang aku hampir pulih, mohon bersabar dan tetap nantikan cerita pendek lainnya, ya. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca ^^


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 26, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

One Night ScandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang