Senja kini telah sampai pada batasnya. Cahaya mentari yang menyinari bagian barat kantor telah terganti oleh lampu penerangan. Beberapa pegawai lalu lalang menuju pintu keluar sementara sisanya terjebak lembur. Sama seperti dirinya dan wanita berkacamata di sampingnya.
Sebenarnya tak ada alasan penting keberadaan Adel di kantor sekarang. Selain pekerjaannya telah selesai sejak jam lima sore, dirinya bisa saja pulang dan bermain dengan anaknya yang kini berusia lima tahun. Namun ibu berusia tiga puluh tahun itu merasa harus mengiyakan perintah dari Adam.
Tepat jam lima sore, Adam memanggil dirinya ke ruangan Adam dan memberikannya perintah khusus yang terdengar tidak masuk akal. Direktur muda itu memintanya untuk menemani Asia hingga pekerjaannya selesai lalu mengajak mereka berdua ikut menghadiri perayaan pembukaan cabang baru di sebuah rumah makan. Alasan pria itu sebenarnya cukup masuk akal, bahwa beberapa minggu yang lalu terjadi penyerangan di tempat-tempat sunyi dan terlebih Asia adalah salah satu pegawai yang rajin mengerjakan tugas yang Adam berikan.
Ia sendiri pun setuju dengan alasan Adam tersebut. Mengingat orang yang harus ia temani adalah sahabat sekaligus juniornya dan suaminya sendiri takkan keberatan jika ia pulang telat bersama Asia. Namun yang membuatnya heran ialah, mengapa hanya Asia yang hanya mendapat perlakuan khusus?
Biarlah. Toh, Adam sendiri telah memiliki istri.
"Berapa persen lagi, Dek, sebelum jam delapan? Biar saya bantu supaya tidak terlalu larut malam," tawar Adel seusai meneguk habis kopi miliknya. Dilihatnya layar monitor milik Asia, lalu mengangguk paham. "Saya rasa semua tinggal di print. Kirimkan ke saya, nanti saya print."
"Terima kasih, Mba."
Sepeninggal Adel dari meja kerjanya, Asia kini mulai merapikan berkas-berkas yang berhamburan di meja kerjanya. Seperti yang ia lihat, suasana kantor telah sepi dan tersisa mereka bertiga: Adel, Pak Adam, dan dirinya. Ketika ia hendak merapikan meja Adel, tiba-tiba seorang wanita datang menghampirinya. Segera ia membungkukkan diri.
"Selamat ma―"
"Apa Pak Adam ada di dalam? Saya tunangannya."
Asia langsung menatap sang pemilik suara. Wanita yang memiliki kulit seputih susu dengan sepasang mata besar berwarna cokelat muda. Hidungnya mancung dan bibirnya merah seperti buah cherry yang baru dipetik dari pohonnya. Perawakannya yang tinggi dan badannya yang langsing membuatnya terlihat bak model Victoria Secret.
Tidak salah lagi.
Ia istri palsu Pak Adam.
"Tunangannya Pak Adam, ya. Saya mengira Anda istri Pak Adam. Maaf, tapi lima belas menit lagi Pak Adam harus bersiap menghadiri acara makan malam. Beliau tidak bisa diganggu," tolak Asia secara halus. Wanita yang ada di hadapannya mulai menampakkan raut wajah kesal.
"Saya ini tunangannya! Biarkan saya masuk!" bentak wanita itu kesal. Mata besarnya melirik tubuh Asia dari bawah ke atas. "Anda sekretarisnya, ya? Sungguh tidak sopan sama sekali. Akan saya ajukan surat pemecatan Anda nanti. Dasar tak tahu sopan!"
BRUKK
"Astaga! Asia!"
Pintu ruangan Adam seketika terbuka begitu mendengar teriakan Adel dari kejauhan. Pria itu keluar dan reflek menolong Asia yang terjatuh di lantai. Tangan Adam tak sedikit pun melepas pundak Asia meskipun ia telah berdiri. Matanya menatap tajam wanita yang ada di hadapannya.
"Tolong jangan membuat kegaduhan di kantor saya," ujar Adam memperingatkan. Seolah merasakan langkah Adel yang mendekat, wanita itu melepas tangan Adam dari pundak Asia dan bergelayut manja di tangan Adam.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Night Scandal
ContoSekumpulan cerpen bertemakan skandal semalam, dengan genre utama berbeda. Kupersembahkan untukmu sebagai hadiah ulang tahun Riri & Rara's Room (blog) yang keempat tahun. Untuk beberapa cerita saya sarankan untuk didampingi orang tua atau men-skipnya...