14 : Pria Nakal

75 15 0
                                    

Suasana ruang tamu itu senyap. Tiga orang yang berada di dalamnya terdiam, saling menunggu satu sama lain membuka suara. Namun sudah lima menit sejak mereka duduk di ruang tamu itu, tidak ada satu pun yang berani membuka percakapan. Sebenarnya bisa saja satu-satunya laki-laki yang ada di situ angkat bicara, tapi si laki-laki terlanjur berjanji pada gadis yang duduk di seberangnya untuk tak mengatakan apa pun sebelum si gadis bersuara.

Di tengah-tengah kesenyapan yang terjadi, terdengar Najwa menghela napasnya panjang. Ia tatap putrinya itu lama, lalu beralih pada seorang pemuda asing yang tadi mengantarkan putrinya. Karena kedua anak itu terus-terusan diam, Najwa berdehem, bersiap membuka percakapan dan meminta penjelasan dari mereka berdua.

"Oke, karena kalian berdua lima menit ini cuma diam, biar saya saja yang tanya." Kali ini pandangan Najwa hanya terfokus kepada putrinya yang dari tadi tak berani beradu pandang dengan sang umi.

"Nak, jawab pertanyaan umi dengan jujur, kenapa kamu pulang terlambat? Padahal kata Marwa hari ini tidak ada kegiatan di UKM-KI?"

Yang ditanya akhirnya memberanikan diri menatap sang umi, "ehh itu Umi, tadi ban motor Nuansa bocor, jadi Nuansa tambal ban dulu."

"Terus?"

Nuansa menggigit bibir bawahnya. Dengan ragu, ia menunjukkan sikunya yang tertutup blazer. Di sana terdapat cairan merah yang telah mengering.

"Innalilahi, kamu kenapa, Nak?" Najwa yang melihatnya langsung bangkit menghampiri Nuansa.

"Tadi anak Tante kecelakaan." Jawab pemuda yang dari tadi hanya menyimak percakapan ibu dan anak itu.

Mendengarnya, seketika itu mata Najwa membeliak, "Yaa Allah, Nak, kenapa ngga bilang sama umi? Kecelakaan kapan? Dimana?"

"Nuansa ngga apa-apa kok Umi, cuma lecet dikit."

"Ngga apa-apa bagaimana? Ayo masuk ke kamar sekarang, pasti banyak luka di badan kamu."

Tanpa memedulikan tamunya, Najwa bergerak membantu Nuansa berdiri. Ia juga baru sadar kalau kaki Nuansa pincang ketika berjalan. Melihat kondisi yang demikian, Najwa pun memutuskan untuk membawa Nuansa di kamar tamu yang ada di lantai satu.

"Kamu itu, hobi banget bikin umi khawatir. Kenapa dari tadi cuma diem? Harusnya kamu langsung bilang kalau abis kecelakaan biar umi bisa cepet-cepet panggil dokter."

Nuansa hanya mampu mengulas senyum. Itulah uminya, wanita paling tegas di muka bumi yang jarang sekali mengekspresikan rasa cintanya pada Nuansa. Hanya ketika sakitlah, Nuansa dapat merasakan manisnya menjadi seorang anak tunggal. Di luar itu, uminya tak pernah memanjakan dirinya.

"Umi mau panggil dokter Amelia dulu, ya?" Ujar Najwa setelah membantu tubuh Nuansa telentang di atas ranjang.

Nuansa mengangguk membiarkan sang umi pergi dari kamar itu.

Tapi tak lama setelah sang umi pergi, tanpa disangka, cowok yang beberapa menit ini terlupakan keberadaannya tiba-tiba muncul di ambang pintu. Nuansa terkejut bukan main. Dengan segera ia memberikan gestur mengusir, sambil membunyikan suara mirip seperti orang yang sedang mengusir ayam alias 'hus hus'. Bisa berabe kalau ketahuan uminya.

Melihat tingkah Nuansa, tentu saja Adam tak paham. Dan kalaupun ia paham, ia pasti tak peduli. Karena pikirnya, ia hanya ingin memastikan bahwa gadis itu sudah baik-baik saja dan aman di tempatnya. Bukan hal yang salah kan? Dan setelah itu, Adam berniat untuk pamit undur diri pada wanita yang ia yakini sebagai ibu dari Nuansa.

"Astaghfirullah! Kamu ngapain masuk ke kamar anak gadis saya?"

Dan Nuansa hanya mampu memejamkan matanya lama. Alamat sang umi bakal marah.

Nuansa | On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang