6. Fake Smile

161 37 3
                                    

Langit terlalu cerah seolah menyambut ketidak-malasan Sana. Saat ini ia sedang berdiri di atas rumput lapangan. Memandangi kepiawaian Tzuyu dalam memperoleh skor sempurna. Sana tak sengaja tersenyum kala Tzuyu bersorak gembira atas capaiannya. Namun, dalam sepersekian detik senyum itu mendadak hilang saat Tzuyu tiba-tiba menoleh ke arahnya, "San, ayo main.." ajak Tzuyu. Sana menggeleng tak mau. Wajahnya mengisyaratkan kemalasan padahal sebelumnya tidak.

"Gue tunggu aja di sini" sahutnya sedikit teriak.

Sana yakin Tzuyu akan paham pada sifatnya yang ogah-ogahan itu. Ia lebih suka memperhatikan Tzuyu secara diam-diam dan menikmati setiap momennya. Mengagumi betapa indahnya tubuh dan wajah Tzuyu dari tempat ia berdiri. Senyum itu muncul lagi, semakin lebar, semakin lebar lagi, kemudian menyusut, hilang. Berganti dengan kerutan dahi dan bibir manyun.

Ada rasa perih seperti tertusuk jarum pada hatinya saat melihat Tzuyu dengan ramahnya mengajari gadis-gadis di sana.

Idih najis, sok cakep, batinnya menggerutu. Tapi, memang kata 'cakep' sangat cocok untuk Tzuyu. Semua orang akan terpesona padanya. Namun, tidak untuk Sana, dulu. Ia kehilangan rasa cinta sejak masuk SMA. Terlebih lagi, dalam suatu hubungan hal paling penting adalah komunikasi. Sana tidak yakin ia dan Tzuyu akan membangun itu dengan baik. Ia yang hidup begitu bebas, sesuka hati, sementara Tzuyu sedikit pemaksa, selalu penasaran, dan terlalu baik.

Sebentar,

Yang sedang dibicarakan adalah tentang bagaimana mempesonanya Tzuyu. Kenapa merembet pada urusan hubungan percintaan? Minatozaki Sana, berhenti mengambil alih cerita.

"Maaf"

Sepertinya bisa diketahui jika gadis kita ini telah menaruh sedikit hatinya. Pasalnya setiap Tzuyu menyuguhkan senyum manis pada 'cewek-cewek manja' itu, Sana akan langsung menatap sinis. Apa mungkin hal tersebut bisa disebut, cemburu?

"Jangan konyol deh Sana.." mulut berdecak, Sana berkata pada diri sendiri.

"Sana! Sini" Tzuyu memanggil untuk yang kedua kalinya.

Sana tak memiliki alasan untuk menolak lagi. Akhirnya ia beranjak dan menghampiri Tzuyu yang memberikan busurnya, "nih main.." busur diterima. Senyum kaku itu disambut dengan senyum lebar nan manis milik Tzuyu.

Tak kalah semangat dari yang lain, Sana menarik kuat-kuat, lalu menghempaskan anak panah hingga mendapat skor sempurna, "anjir!! Tzuu.. ahaha gue dap-" Sana bersorak kegirangan, tapi Tzuyu menghancurkan perasaannya dengan tidak memperhatikan, lebih buruknya malah bersenda gurau dengan yang lain.

"Nih, gue males!" busur dijatuhkan keras, membuat Tzuyu dan yang lain menatap bingung kepergian Sana.

--

Di tengah keramaian mahasiswa yang mungkin akan pulang. Tzuyu mengiringi setiap langkah tergesa-gesa Sana.

"Na, ngomong dong, lo marah kenapa?"

Lengan hendak ditarik, tapi Sana menepis lebih dulu, "gue enggak marah!" pekik Sana.

Siapa yang percaya kalimat semacam itu jika diucapkan dengan nada yang amat tinggi, "Na.. Kalo gitu ngobrol dulu" tangan berhasil diraih. Tzuyu terengah-engah, sementara Sana mendengus pasrah.

Bangku taman kini menjadi tempat mereka bercengkerama. Tzuyu menggoyang-goyangkan badan Sana yang membatu, "lo kenapa deh? Gue ada salah?" tanya Tzuyu tulus.

Ini bukan salah Tzuyu atau salah gadis-gadis di lapangan panahan tadi. Ini adalah salah Sana yang mulai ingin diperhatikan. Sana sadar kelakuannya tadi sudah kelewatan. Tapi, apa boleh buat, itu sudah terjadi. Ia hanya bisa menunduk mengatur napas, lalu berucap dengan terbata, "g-gue.. gatau, so-sorry.. " seraya melepaskan tangan Tzuyu dari lengannya.

On Fire!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang