Satu Rumah

1.6K 31 0
                                    

|| Author's POV

Hari Minggu, Rama dan Haris berkemas-kemas untuk segera meninggalkan vila di sore hari. Mereka meninggalkan vila sekitar jam setengah empat sore. Di saat Haris menutup pintu gerbang, ia menyadari betapa indah dan antiknya vila yang ia tempati.

"Sayang, vilanya bagus, ya," ucap Haris kepada Rama.

"Iya, emang bagus. Ornamennya juga unik, aku suka di sini," balas Rama.

"Jadi kamu suka vila ini?" tanya Haris.

Rama pun mengangguk dan berkata "Iya, suka."

"Hmm... Menarik."

"Menarik apa?"

"Ah, enggak. Yuk, pulang."

Singkat cerita, Rama mengantar Haris sampai di depan rumah partner FWB sekaligus muridnya itu. Ia menatap rumah dengan gerbang tinggi menjulang yang ada di depannya.

"Sayang, aku masuk dulu, ya. Besok aku bakal pindah ke rumah kamu," ujar Haris membuyarkan lamunan Rama.

"Ah, eh... I-iya. Oke, nanti aku kasih lokasi aku, ya."

"Oke... Bye, sayang..."

Haris pun segera memasuki gerbang dan perlahan hilang dari pandangan Rama. Rama pun melajukan motornya. Ia lanjutkan perjalanan menuju rumahnya.

Sesampainya di rumah, Rama segera mencuci tangan dan mandi air hangat. Dirinya merebahkan diri di bak mandi yang airnya menguap-uap menghantarkan kehangatan.

Tepat jam sembilan malam, Rama menyiapkan barang-barang yang akan ia gunakan sebagai alat ajar besok. Setelahnya, Rama berlindung di balik selimut tebalnya. Ia matikan lampu kamar dan segera ia pejamkan matanya.

***

Pagi-pagi buta, Haris mengetuk pintu rumah Rama. Tetapi tidak ada jawaban dari dalam sana. Karena itu, Haris berinisiatif untuk memanggil Rama dengan keras-keras dan membombardir gawai Rama dengan panggilan masuk.

Rama yang masih terlelap terganggu dengan suara keras yang meneriaki namanya. Gawainya yang terus bergetar juga menyeretnya dari alam mimpi. Sekarang, ia terbangun.

Dengan mata yang masih sayu, Rama segera berjalan menuju asal suara. Ia buka pintunya dan ia temukan Haris yang menenteng koper besar ada di depannya. Lagi dan lagi, Haris berhasil membuatnya melongo dan terheran-heran.

"Kamu mau ngapain pagi-pagi buta begini?" tanya Rama.

"Aku mau pindahan ke rumah kamu. Sekalian mau masak sama berangkat ke sekolah bareng," balas Haris dengan santai.

Tak ingin banyak bicara dan ingin segera melanjutkan tidur, Rama pun mengiyakan Haris. Keduanya memasuki rumah, namun Rama mengajak Haris untuk tidur kembali. Tetapi Haris tak ingin tidur.

Kini, yang Haris lakukan adalah memasak sarapan untuk dirinya dan Rama. Bukan lauk yang sulit, hanya roti dan telur setengah matang. Ia memilih menu ini karena hanya ini menu yang ia bisa masak.

***

|| Rama's POV

Tak seperti biasanya, kini dapur menjadi ramai. Entah apa yang dia lakukan. Yang jelas, pagi ini amat berbeda dari pagi biasanya.

Alarmku berbunyi dan aku segera mandi. Kucuran air segar membasahi tubuhku dan mengeluarkan semua rasa kantuk yang tersisa. Ah, segarnya...

Tok tok tok...

Kenapa Haris mengganggu mandiku dengan mengetuk pintu kamar mandi? Apa dia mempunyai kesulitan?

Aku pun membuka pintu kamar mandi. Pintu terbuka dan Haris yang sudah bertelanjang bulat segera memasuki kamar mandi. Kegilaan apa lagi ini?

"Hei, hei, ngapain kamu?"

"Mandi bareng. Kan habis ini ke sekolah," balasnya dengan santai.

Pagi ini aku tak ingin bersenggama dengannya. Aku tak ingin terlambat datang ke sekolah. Walau dipikir-pikir lagi... menggenjot lubangnya di bawah kucuran air akan sangat menarik.

***

|| Author's POV

Rama terlebih dahulu menyelesaikan mandinya dan meninggalkan Haris di dalam kamar mandi. Ia segera memakai seragam gurunya dan menenteng tasnya ke meja makan.

Dilihatnya dua buah sandwich yang masih mengepulkan uap panas tersaji di atas meja. Tanpa bertanya-tanya lagi, Rama segera menyantap sepotong sandwich itu.

"Enak, gak?" tanya Haris yang sudah mengenakan seragam lengkap.

"Enak, sayang," balas Rama.

Setelah menghabiskan makanannya, keduanya bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Dengan motor sport-nya, Rama segera membonceng Haris dan segera melajukannya.

"Nanti kalau ada yang curiga gimana?" tanya Haris ragu.

"Udah, serahin aja sama aku. Kamu percaya aku, kan?"

"Percaya."

Di gerbang sekolah, Rama menurunkan Haris. Satpam pun bertanya bagaimana bisa Rama membonceng Haris. Dan Haris dibuatnya sedikit takut.

Dengan santai, Rama berkata "Iya, Pak. Saya tadi lihat Haris ketinggalan bus. Makanya saya ajak aja daripada ketinggalan kelas."

"Terima kasih, Pak Rama," ucap Haris kemudian berlalu menuju kelasnya. 


❤ bersambung

Hai guys. Makasih udah mau baca. Jangan lupa vote dan komen, ya. Kalau belum follow boleh banget dipencet tombol follow-nya. Jangan lupa mampir ke @niacimide di Karyakarsa hwawahhwah

Oke, see you...

Friends With Pak GuruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang