Lembur

1.1K 26 0
                                    

|| Rama's POV

Haris mengubah jalan hidupku. Aku tak menyangka bisa menjadi seperti sekarang. Dahulu, jalan karierku adalah menjadi guru hingga usia 38 tahun, kemudian beralih profesi menjadi pelukis setelahnya.

Ada beberapa bidang seni yang aku sukai. Pertama adalah seni lukis, apapun bidang lukisnya. Kemudian seni tato. Dan yang baru aku kenal adalah seni grafis.

Kedua orang tuaku amat berpengaruh ke dalam hidupku. Keduanya membawa darah dan budaya keluarga yang kental akan dunia seni. Ayah seorang penari dan ibu seorang pelukis. Keduanya memberiku semangat seni untuk meneruskan budaya keluarga.

Aku menolak pemberiannya yang tidak masuk akal yang berupa studio lukis ini. Bila ia memaksa, aku akan tetap mengangsur studio ini. Dan ia memaksa, namun tak ingin dengan uang. Ia ingin diriku membayar dengan kepercayaan.

Aneh, tapi ku iyakan saja. Tak ada kurs untuk menghitung tingkat kepercayaan. Bagaimana bisa dia menghitungnya?

Aku berhenti menjadi guru dan menjadi pelukis sepenuhnya. Aku juga menerima pesanan yang kebanyakan dipesan oleh para konglomerat. Sejujurnya, aku tak begitu suka mereka. Namun, dengan berjalannya waktu, kini aku tahu bahwa mereka tak seburuk yang aku pikirkan.

Persepsiku terhadap Haris juga kian berubah. Entah kenapa, kini aku merasakan cinta yang sangat-sangat padanya. Penilaianku terhadapnya salah. Aku pikir dia hanyalah anak-anak. Namun nyatanya, ia lebih dewasa dari yang aku kira.

Semenjak memiliki studio, aku dan Haris makin jarang di rumah. Letak studio kami yang berdampingan membuat kami lebih memilih untuk menginap di studio.

Uniknya, kami tidak tidur bersama. Kami lebih memilih untuk tidur di studio masing-masing. Dan di pagi hari, kami memesan bubur ayam dan sarapan bersama.

Kami terlalu fokus dengan karier hingga aku sadar bahwa beberapa minggu lagi, perjanjian FWB yang telah kami buat akan selesai. Apa kesenangan dan keseruan ini juga akan usai juga?

Dahulu, aku jengkel dengan sifat Haris. Namun, akhirnya dia juga membuatku nyaman. Aku juga pernah takut kepadanya yang notabene adalah orang kaya. Dan pada akhirnya, kami saling percaya.

Aku harap, beberapa minggu ini akan menjadi minggu terakhir yang mengesankan. Bila semua ini berakhir, aku tak tahu harus bagaimana untuk mendapatkan Haris kembali.

Aku ingin kami hidup bersama. Ini egois, tapi aku ingin dirinya selalu menyinari hariku dengan tingkah konyolnya.

***

|| Haris's POV

Akhirnya pekerjaanku selesai di jam tujuh malam. Namun, aku lihat lampu di studio Rama masih saja memancar terang. Apa dia tidak istirahat? Dasar manusia ambisius.

Diingat-ingat kembali, sudah sekitar sebulan lebih aku dan Rama tidak melakukan hubungan intim. Mungkin kami terlalu sibuk mengejar karier hingga lupa akan persenggamaan. Aku rindu saat di mana kontolnya menusuk-nusuk prostatku.

Seharian ini aku sudah bekerja keras. Aku ingin segera tidur saja. Tetapi, sebelum itu, aku mengirimkan pesan kepada Rama. Aku akan memberitahunya bahwa aku sudah tidur, agar ia tidak khawatir.

Ah... Capek banget. Jadi hidup tuh kayak gini, ya? Ternyata sekolah pulang sore masih belum ada apa-apanya dibanding kerja. Sial, dulu aku berdoa biar segera lulus sekolah dan enjoy.

"Aku pengen dientot, tapi pasti dia masih sibuk. Tidur aja, deh," ucapku pada diriku sendiri.

***

|| Author's POV

Haris terbangun dengan suasana yang masih diselimuti kegelapan. Dirinya yakin sekarang ini masih malam hari. Ia raih gawainya dan ia lihat sekarang jam satu dini hari.

Friends With Pak GuruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang