Jangan Sibuk Terus!

1.1K 22 0
                                    

|| Author's POV

Setelah kejadian beli vila itu, agaknya Haris makin lengket ke Rama. Namun, bukannya makin romantis, Rama malah seakan menghindari Haris, meskipun mereka berdua dalam satu rumah yang sama.

"Sayang, kok kamu lebih milih ngelukis, sih? Kamu gak pengen masukin punya kamu ke lubang aku?" tanya Haris.

"Sebentar, sayang. Jangan ganggu aku, aku lagi fokus."

Setelah kepindahan Haris ke rumah Rama, keduanya belum pernah berhubungan badan lagi. Sebelum peristiwa itu terjadi, keduanya sibuk dengan urusan masing-masing. Dan sekarang, malah Rama yang menghindar dari Haris.

Rama hidup di dalam ketakutannya. Ia tidak ingin berhubungan dengan orang kaya yang bisa berbuat sesuka hati mereka. Entah masa lalu apa yang ia punya hingga ia menjadi seperti ini.

***

|| Haris's POV

Apa aku pernah ngelakuin kesalahan ke Rama, ya? Aku rasa dia gak pengen bicara sama aku. Aku pernah salah apa, sih, Ram?

Ada yang gak beres di sini. Tapi aku gak ngerti apa yang gak beres. Mungkin sedikit hadiah akan membuat hati Rama luluh dan bahagia hingga terharu dan menangis.

Tak menunggu lama, aku pun segera membuka "toko ijo" dan memilih barang apa yang sekiranya menarik. Jariku segera berseluncur dan menambahkan beberapa barang seperti kuas, kanvas, palet, alat pembersih kuas, berbagai jenis cat, dan alat-alat untuk melukis lain.

Aku berpikir bahwa barang-barang ini akan berguna bagi Rama. Aku harap setelah ini ia tidak marah lagi ke aku.

Eh, tunggu. Rama kan suka Star Wars. Gimana kalau aku beliin dia merchandise dan barang-barang bertema Star Wars? Ah, ide bagus.

Tak pakai lama, aku segera mencari barang-barang bertemakan Star Wars. Mulai dari kaos hingga funko pop, semua aku masukkan ke dalam keranjang. Akhirnya selesai juga pilih-pilihnya.

Sejenak, aku berpikir bahwa tak mungkin semua barang ini bisa dipakai olehnya. Apa ia akan suka? Tetapi, aku juga bingung memilih barang mana yang ia suka dan butuhkan.

Karena aku kebingungan, aku pun membeli semua barang yang ada di keranjangku. Akhirnya, setelah keranjangku kosong aku tak lagi bingung. Syukurlah...

***

|| Author's POV

Selama liburan ini, Rama masih fokus dengan lukisannya. Dan Haris yang diacuhkan hanya bisa bersandar di tembok sembari melihat Rama yang sibuk dan asyik sendiri.

"Rama..." panggil Haris.

"Sayang, aku lagi fokus, nih."

"Karier kamu sepenting itu, ya?"

"Penting, sayang. Dari dulu aku pengen jadi pelukis."

Haris pun terdiam. Ia merenungi nasibnya yang jatuh hati pada seorang seniman. Bila ini nasibnya, mau bagaimana lagi?

Tok tok tok... Pakeeet...

"Sebentaaar..." balas Haris.

Haris pun kemudian berlari kecil dan membukakan pintu. Ia buka pintunya, kemudian mempersilakan si kurir untuk masuk. Si kurir membawa sebuah boks besar dan meletakkannya di ruang tamu.

Haris berterima kasih, kemudian mengantar si kurir hingga menghilang dari matanya. Tanpa berlama-lama, Haris segera memanggil Rama untuk menghampirinya.

"Sayaaang... Coba ke sini, deh," teriak Haris.

"Ada apa...? Aku lagi sibuk," balasnya.

"Bentar doang, sayaaang..."

Rama pun mengalah dan beranjak menuju ruang tamu, menghampiri Haris. Firasatnya tiba-tiba tidak enak tatkala ia lihat sebuah boks besar ada di dalam rumahnya.

"Coba kamu buka, deh," ujar Haris sembari menyerahkan gunting.

"Aku buka?"

"Iya."

Dengan sedikit canggung dan takut, Rama pun membuka boks besar itu. Tercengang, ia terbelalak melihat alat-alat lukis premium yang bahkan gaji tahunannya saja tak cukup untuk membeli itu semua.

"Sayang, maksud kamu?"

"Itu semua buat kamu, sayang. Kamu kan mau fokus karier. Cuma ini yang bisa aku lakuin buat kamu. Semoga kamu suka, ya."

Rama segera memeluk Haris dengan erat. Ia amat senang karena dapat memiliki alat-alat lukis profesional dan berkualitas. Saking senangnya, hingga Rama melupakan segala ketakutannya sejenak.

"Makasih, sayang. Aku sayang kamu," ujar Rama sembari mencium Haris.

Haris yang mendapat ciuman pun membalasnya dengan ciuman. Kedua lidah saling berpagutan dan dua tubuh saling bersentuhan. Akan tetapi, saat keduanya bermesraan, bel berbunyi merusak kemesraan.

Ting tong... Pakeeet...

Sontak, Rama menghentikan ciumannya dan segera membukakan pintu. Kali ini ia melihat seorang kurir membawa sebuah boks besar lagi.

"Atas nama Haris?" tanya Pak Kurir.

"Ya, saya sendiri. Bawa masuk aja, Pak," ucap Haris dari balik sana.

Kurir itu pun segera meletakkan boks besar. Dan dengan sekejap, si kurir sudah melajukan mobilnya. Hanya ada Haris, Rama, dan dua boks besar.

"Sayang, coba buka boks yang ini," ujar Haris.

Rama yang masih bahagia pun segera membuka boks yang ada di hadapannya. Lagi, ia terbelalak dan terbengong melihat merchandise asal seri favoritnya, Star Wars.

"Sayang... Star Wars?" tanya Rama dengan tatapan yang masih tertuju pada isi boks tersebut.

"Iya, itu juga buat kamu, sayang. Aku tahu kamu suka Star Wars. Jadi, aku beliin itu, deh. Kapan-kapan kalau ada film baru, kita nonton bareng, ya."

Kini Haris didorong oleh Rama hingga berbaring di atas sofa. Rama pun merengkuh Haris di dalam pelukannya. Rasanya, Rama ingin sekali berucap terima kasih padanya. Namun, ia terlalu senang hingga tak tahu cara mengungkapkannya.

"Sayang, kamu bikin aku seneng banget. Terima kasih, ya," ucap Rama sembari mengeratkan peluknya.

"Ah, sayang... Iya, sama-sama. Makasih juga karena udah mau nerima aku apa adanya," balas Haris. 

Friends With Pak GuruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang