🦢 (10)

748 103 13
                                    

Setelah penolakan dan sedikit tidak dihiraukan dalam pertemuan tadi siang, bukan berarti membuat niat Jae-hwa langsung padam. Malam ini mereka sekeluarga kembali berkumpul dalam satu atap rumah. Iya, dia dan ibunya berada di kediaman Kim sekarang. Berkat ayahnya yang berhasil membujuk Karina. Memang orang baik tidak boleh disia-siakan.

"Ayah tidak perlu pikir kan soal aku." Suara Jae-hwa memecah keheningan waktu makan malam.      

"Kita bahas nanti. Sekarang fokus makan dulu."

"Tapi ayah tidak berselera makan karena memikirkan masalah ini, aku tidak suka ayah seperti itu."

"Setiap orangtua pasti memikirkan soal anaknya, tidak ada yang salah dalam hal itu."

"Karena itu aku bilang kepada ayah untuk berhenti memikirkan masalah ini."

Ctak!

Suara sendok beradu dengan meja makan yang terbuat dari kaca menghasilkan bunyi nyaring dalam ruangan besar itu.

"Apa kamu tidak dengar ayah bilang untuk fokus makan, Jae-hwa? Apa telingamu tidak lagi berfungsi dengan baik?" Karina menatap Jae-hwa datar.

"Jae-hwa kamu diam lah. Benar kata kakakmu itu."

Cari muka heh! Malas sekali Karina melihat dua orang ini.

"Aku hanya tidak ingin ayah banyak pikir--"

"Diam lah." Karina memotong omongan Jae-hwa.

Jae-hwa menghela nafas lelah, "kenapa kakak sebegitu tidak suka sama aku sekarang? Kalau ini karena Jeno, aku sudah bilang akan merelakan Jeno jika kakak memang menginginkan Jeno, aku--"

"Sejak kapan kamu punya hubungan dengan Jeno?"

"Kakak tidak tahu saja--"

"Kamu pikir aku bodoh?"

"Karina, Jae-hwa, berhenti mendebatkan masalah itu."

"Tidak bisa. Dia yang mulai duluan, Bu." Karina tidak mau kalah pokoknya. Hatinya sudah terlanjur menggebu-gebu.

"Lalu apa yang harus aku lakukan agar kakak percaya padaku?"

"Berhentilah mengatakan sesuatu yang tidak nyata, Jae-hwa. Sekali lagi kamu berkata soal kamu merelakan Jeno demi kebahagiaanku, tanganku ini tidak akan segan membuat wajah kebanggaanmu menjadi kotor."

"Coba kulihat apa kau seberani itu, Karina." Jae-hwa melayangkan tatapan menantang yang berhasil membuat Karina menggeram kesal.

"Terserah kakak mau percaya atau tidak, yang penting aku sudah mengatakan yang sebenarnya."

Srak

Bruk!

Dengan tidak elitnya potongan ikan pedas berhasil mendarat tepat di wajah Jae-hwa.

Semua yang ada dalam ruang makan tercengang melihat kejadian yang tak terduga itu.

"Aaaaa perih!"

"Jangan usap matamu, cuci muka dulu!" Irene panik menarik Jae-hwa ke wastafel.

"Karina apa yang kamu lakukan? Apa pernah ayah mengajari kamu bersikap seperti barusan?" Demi apapun Suho kaget atas sikap putrinya barusan.

"Ayah mengatakan padaku, 'jika ada yang berlaku jahat padamu, maka balas pula dengan kejahatan.' terus apa salahnya sekarang?"

Suho menatap Karina tidak mengerti. Kejahatan apa?"

"Aku tahu kamu tidak menyukai kami berdua Karina, tapi tolong jangan berlaku seperti itu kepada putriku."

"Lalu apa yang harus aku lakukan agar putrimu itu diam? Atau kamu mau aku mendorongnya ketengah jalan raya agar dia tertabrak kendaraan lalu BOOM! Mati."

Suho memijat pelipisnya yang tiba-tiba berdenyut nyeri. Apa yang terjadi dengan putrinya ini, kenapa tindakan dan kata-katanya begitu mengerikan?

"Lihat, sudah aku katakan ada yang tidak beres dengan Karina, kamu tidak percaya denganku."

"Bisa kalian diam sebentar? Aku pusing dengan tingkah kalian." Suho berdiri kemudian pergi begitu saja meninggalkan ruang makan yang tidak lagi kondusif.

"Mau kemana kamu Suho--"

"Etss..." Karina menahan Soohyun yang ingin mengejar sang ayah, "peliharaan harus patuh kepada tuannya."

"Kau, akan ku pastikan kau menyesal, Karina." Soohyun menatap Karina sinis.

"Huhuhu... Takut~" Karina membalas tatapan Soohyun dengan senyum manisnya.

"Soohyun, tolong ambilkan sabun wajah!" Irene sedikit berteriak karena jarak mereka agak jauh.

"Ck!" Soohyun berdecak kesal.

Sret!

"Akh!"

Karina menjambak rambut Soohyun kencang, "jangan berdecak kepada ibukku."

"Soohyun!"

Karina langsung melepas jambakkannya ketika sang ibu menoleh.

"Iya sebentar!" Balas Soohyun setengah berteriak.

"Mereka berdua ini kurang semangat berdebat denganku. Respon ayah sama ibu juga terlalu biasa untuk membuat suasana memanas, hahh..." Padahal Karina mengharap perdebatan sengit tadinya.

^_________^

Sejam setelah kejadian tadi, keluarga Kim kedatangan tamu yang rupanya sumber terjadinya keributan tadi.

Di sini, di dalam ruang kerja Suho, ada Jeno serta Jae-hwa yang duduk terdiam membuat Suho menerka-nerka apa yang akan terjadi lagi sekarang.

Jeno menatap calon mertuanya itu sebentar sebelum membuka suara. "Ayah, sebelum aku mengikat Karina sebagai istriku dalam waktu dekat, aku ingin meluruskan masalah yang tengah terjadi sekarang. Aku tidak mengerti sama sekali dengan pengakuan putri kedua ayah, hubungan apa yang dia maksud?"

Suho melirik Jae-hwa yang terdiam lengkap dengan ekspresi tegang diwajahnya.

"Tolong ayah peringati dia untuk tidak mengganggu lagi. Jika aku yang memperingati bukan lagi dengan kata-kata. Jadi aku serahkan kepada ayah memperingati dia."

^_________^

"Jujur kepada ayah sekarang." Setelah Jeno pamit pulang, Suho langsung mengsidang Jae-hwa.

"Aku tidak berbohong. Ayah harus percaya padaku." Dan Jae-hwa tetap pada pendiriannya.

"Ayah tidak tahu mau berkata apa, Jeno jelas menolak keras soal hubungan kalian."

"Jeno seperti itu karena dia sudah tertarik kepada kakak, ayah."

"Serius, Jae-hwa."

"Aku sangat sangat sangat serius."

Baru kali ini Suho benar-benar merasakan apa yang namanya frustasi. Kalau bumi bisa diinjak mungkin sudah Suho injak sampai hancur lebur.

"Kalau Karina atau Jeno melakukan sesuatu, ayah tidak akan ikut campur." Suho berkata dengan tidak ada semangat. Dia lelah.

"Lho? Tidak bisa begitu dong, ayah!"

^_________^

Karina Kim Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang