Menantu Jung (8-9) END

831 61 4
                                    

Sudah dikatakan kalau keturunan Jung itu suka sekali menarik perhatian sekitar. Wajah rupawan bak pangeran dari negeri dongeng membuat dirinya begitu dikagumi banyak orang. Raut wajah dingin yang sering terlihat bahkan itu menjadi nilai tambah untuk semakin mengagumi dirinya. Jika saja bisa berteriak lantang 'jadikan aku yang ketiga!' pun mau. Tapi sayang seribu sayang, aura tidak mengenakkan tidak bisa ditepis begitu saja. Kehadiran dua ibu hamil disisi kiri-kanan lelaki itu membuat orang-orang hanya berani mencuri pandang saja. Mata melotot penuh peringatan itu tampak tidak bisa ditoleransi.

"Makanlah, Win. Nanti es krim mu meleleh."

Sret!

Tidak menghiraukan, tangan sedikit berisi itu menarik lengan kokoh yang kini tanpa perlawanan. "Mereka seperti tidak pernah melihat orang ganteng." Bisiknya, dengan setengah nada julid disana.

"Kurasa memang begitu." ibu hamil sebelahnya malah menjawab. Dirasa bisikan itu terlalu kuat. "Kita harus menjadi Ibu siaga. Aku akan menyeleksi menantu dengan ketat nanti."

"Apakah itu perlu?"

"Ya! Orang hanya akan memanfaatkan rupa dan harta saja jika kita tidak pintar memilah."

"Ah .... Benar juga."

"Tidakkah kalian berdua duduk dengan benar? Bagiamana kalau kursinya tergelincir? Itu bahaya para ibu hamil." Peringat Jeno.

"Ini suatu hal penting yang perlu dibicarakan, Jen." Winter yang protes karena terganggu.

"Ya, aku mengerti. Silahkan lanjutkan." Memang ya, memperingati ibu hamil itu agak susah.

"Ngomong-ngomong, tanda-tanda akan melahirkan itu seperti apa?"

"Eum .... Yang paling umum tentu kontraksi."

"Jika tidak?"

"Mendadak, pecah ketuban."

"Oh ...." Winter ngangguk mengerti. "Sepertinya aku pipis di celana." Lanjutnya.

"Hah?"

Baik Jeno maupun Karina langsung tertuju ke arah pandang bagian bawah Winter. Betapa tidak elitnya pasangan calon orangtua itu kaget melihat cairan bening sudah tergenang di bawah kursi tempat Winter duduk.

"Apa perutmu sakit?" Winter menggeleng.

"Kita langsung ke rumah sakit." Sebelumnya Jeno segera membayar makanan mereka, sekaligus meminta tolong kepada salah seorang pekerja menyiapkan mobilnya.

Mendengar penjelasan dari Jeno kalau salah satu ibu hamil itu sudah pecah ketuban, restoran itu seketika panik. Tapi yang menjadi sumber panik malah terlihat santai. Dirinya masih sempat meminta pengunjung maupun pekerja untuk tenang. Beberapa saat kemudian mereka berhasil mengevakuasi dua ibu hamil itu ke dalam mobil.

.

.

Dalam perjalanan ke rumah sakit Winter terlihat tenang jauh dari orang yang terlihat akan segera melahirkan. Baik Jeno maupun Karina merasa heran. Tapi, ketika masuk ke ruang operasi, sebelum dia di suntik bius, rasa sakit tiba-tiba menyerang Winter.

Jeno yang tadinya di luar bersama Karina sembari menunggu Jaemin datang, di pinta oleh perawat untuk masuk menemani Winter. Yang mana para petugas medis tidak tahu kalau Jeno itu bukan suami Winter. Yang mereka tahu ya Jeno punya dua istri yang sedang hamil bersamaan.

Kok Jeno bisa menyimpulkan seperti itu? Karena perawat bilang, "Suaminya bisa masuk menemani di dalam. Untuk istrinya tenang saja, bisa istirahat di ruang rawat ditemani petugas medis lain." Ucapnya merujuk kepada Karina.

Karina Kim Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang