16. Justice, for Book's Sake

443 46 2
                                    

Sinar mentari menerobos serat tirai linen. Yae Miko mengernyitkan kelopak mata ketika cahaya pagi jatuh di wajahnya. Sprei sutra beriak di bawah tubuh langsingnya. Ia menarik selimut menutupi kepalanya. Berniat melanjutkan petualangannya di alam mimpi.

Matanya tiba-tiba terbuka lebar. Kantuknya lenyap seketika saat menyadari ia tidak lagi berwujud rubah. Yae terduduk tegak dengan rambut awut-awutan. Ia mengenakan kimono tipis berwarna lilac—bukan miliknya—yang diikat sembarangan. Semburat merah menyebar di seluruh wajah Yae Miko. Ia membekap mulut dengan kedua tangannya. Terakhir Yae ingat, semalam ia tertidur dalam wujud rubah dengan Kamisato Ayato bersandar padanya.

Apa mungkin tanpa sadar ia bertransformasi kembali ke wujud manusianya? Apa Ayato yang memakaikannya baju dan memindahkannya ke atas ranjang? Kalau begitu, bukankah berarti Ayato telah melihat setiap jengkal dirinya?

Bola matanya melebar mencari keberadaan Ayato di seluruh sudut kamar. Yae tak menemukan sosoknya dimanapun. Sisi ranjang yang tidak ia tempati juga tampak rapi. Syukurlah sepertinya mereka tidak tidur satu ranjang semalam. Yae menyambar kimono bersimbah darah yang masih teronggok di pojok dan berlari secepat kilat keluar kamar.

"Lady Guuji, anda sudah bangun?" Sapaan Thoma menyambutnya bersamaan dengan pintu yang terbuka.

"Tuan Ayato berpesan agar saya membangunkan anda jika dia pergi terlalu lama,"

Fakta bahwa Yae Miko baru saja keluar dari kamar Ayato sama sekali tidak mengganggu Thoma. Pagi tadi sebelum Ayato keluar untuk melakukan rutinitasnya lari pagi, ia sempat memberitahu Thoma bahwa semalam Yae salah masuk ke kamarnya. Tentu saja Thoma kaget bukan kepalang mengetahui Ayato dan Yae tidur di kamar yang sama.

Lebih penting dari itu, Ayato juga mengatakan kalau ia menemukan kimono yang dikenakan Yae semalam berlumuran darah segar. Ayato tidak menyentuh kimono itu meskipun tahu darah siapa yang menempel di kimono Yae Miko. Ia meminta Thoma untuk bersikap wajar di depan Yae, seolah tidak terjadi apapun.

"Ah, apa anda mau saya mencucinya, Lady Guuji?" Thoma menunjuk buntalan kain yang dipeluk Yae. Yae buru-buru menyembunyikannya di belakang punggung.

"Tidak perlu, Thoma. Terima kasih untuk niat baikmu. Kemana Tuan-mu pergi pagi-pagi begini?" tanya Yae berusaha mengendalikan kegugupannya.

"Aku hanya pergi lari pagi sebentar tapi kau sudah merindukanku, Milady?" Suara Ayato menggedor jantung Yae.

Ayato berjalan ke arahnya. Lengan bajunya digulung memperlihatkan bisep kencang hasil tempaan seni pedang yang dipelajarinya. Peluh meluruh di rahangnya yang tegas,  bukti ia baru saja berolahraga. Ketika jarak mereka tinggal sejengkal, Ayato tiba-tiba menunduk untuk membenahi belahan kimono Yae yang sedikit terbuka.

Wajah Yae Miko semerah kepiting rebus. Kepalanya berasap saking malunya. Ia tidak menyangka Ayato akan bersikap kasual padanya. Apalagi di hadapan Thoma, yang alih-alih tampak kaget ataupun terganggu, justru tersenyum mencurigakan melihat interaksi keduanya.

Yae segan berlama-lama di dekat Ayato saat ini. Ia berbalik untuk kembali ke kamarnya. Yae menutup pintunya dengan suara keras. Tak sampai sedetik, pintu kamar Yae terbuka lagi. Ia melongokkan kepalanya. Menatap sengit ke arah Ayato dan Thoma.

"Apa yang terjadi di Liyue, tetap berada di Liyue," katanya memperingatkan kedua pria itu.

***

Yae Miko merosot di balik pintu. Jantungnya berdebar tak karuan. Ia tak bisa mengingat apa yang terjadi semalam. Samar-samar ia ingat Ayato terlelap di sampingnya. Setengah tubuhnya bersandar pada Yae. Di tengah kecanggungan luar biasa, dengkur halus Ayato bagai lagu pengantar tidur di telinganya. Yae, yang memang letih setengah mati tak kuasa menjaga matanya tetap terbuka. Ia menyusul ke alam mimpi tak lama kemudian.

The Sly Fox and Noblesse Oblige | YaeYato | Genshin Impact FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang