19. Tsubaki in Thawning Snow

568 42 17
                                    

Bon Odori di Inazuma ditarikan para gadis bangsawan ketika upacara menyambut musim panas. Tarian ini ditujukan sebagai cara untuk menghormati roh leluhur. Dimana dalam kepercayaan Inazuma kuno, roh para leluhur akan mengunjungi altar penghormatan untuk menikmati datangnya musim panas yang ceria dan bersemangat.

Bagi Klan Kamisato, Bon Odori telah ditarikan secara turun temurun ketika anak perempuan genap berusia 18 tahun. Ini adalah tahun pertama Kamisato Ayaka akan menarikan Bon Odori dihadapan pejabat-pejabat Shogunate, para Miko dari Kuil Narukami, dan satu-satunya Raiden Shogun yang Maha Kuasa.

Seharusnya ini bukan hal sulit bagi Shirasagi Himegimi. Mengingat Ayaka menghabiskan banyak waktu luang berlatih seni tari tradisional disela latihan pedang yang keras dengan kakaknya. Mungkin karena Raiden Shogun dipastikan akan hadir saat upacara, kegugupan Ayaka meningkat berkali lipat dan membuat motoriknya sering tak selaras dengan neuronnya. Berulang kali sensu-kipas lipat-miliknya meluncur dari genggaman.

"Apa tidak sebaiknya istirahat sejenak?" suara lembut yang menggoda itu membuat Ayaka menoleh cepat.

Yae Miko menyilangkan lengannya sembari bersandar ringan pada kusen pintu.

"Lady Guuji!" seru Ayaka kaget. Yae tertawa pelan.

"Kenapa kaget begitu melihatku? Kukira kau sudah terbiasa dengan kehadiranku di rumah ini," katanya enteng. Ayaka meletakkan sensunya di meja, membelakangi Yae.

"Onii-sama sedang tidak ada di rumah," ujarnya lirih, nyaris tanpa suara.

"Aku kemari ingin menemuimu. Bagaimana kalau kita pergi piknik?"

Ide Yae Miko tidak pernah gagal mengejutkan Ayaka. "A-apa?" ucapnya gagu.

Tentu saja Yae bukannya tanpa rencana. Thoma mendatangi mereka membawa keranjang piknik berisi banyak kudapan ringan yang sudah disiapkannya seharian. "Ini pesanan anda, Lady Guuji."

Mata Yae Miko membulat senang ketika mengintip ke dalam keranjang. "Nah, semua sudah siap. Ayo berangkat! Tidak boleh bilang 'tidak' ya," kata Yae tanpa bisa dibantah lagi.

Ayaka mengikuti Yae Miko menuruni lereng di belakang Kamisato Estate. Kakinya menginjak pasir putih yang gemerlapan tertimpa mentari sore hari. Yae menghamparkan selembar kain bermotif garis di atas pasir. Ia melepas sandalnya dan berlarian ke arah laut. Matahari tidak terlalu tinggi, waktu yang sangat tepat untuk bermain di pantai. Ayaka duduk di bawah naungan pohon aralia yang menjuntai. Sesekali tersenyum dan menanggapi Yae dengan lambaian tangan. Ia berkali-kali memelintir kuciran ekor kuda-nya untuk menyibukkan tangannya.

Padahal biasanya Ayaka menikmati momen-momen ketika Yae tiba-tiba mengusulkan ide absurd untuk bersenang-senang. Meskipun didominasi rasa khawatir jika sampai tertangkap basah mangkir dari festival atau upacara doa, Ayaka tetap menyukai kegilaan sesaat bersama Yae Miko. Wanita rubah itu punya beragam cara untuk membuat kekhawatiran Ayaka memudar bersama gelak tawa.

"Hei~mana bisa itu disebut piknik. Duduk sendirian seperti orang yang ditindas." Yae menghampirinya sambil berkacak pinggang.

Sebelum Ayaka sempat menjawab. Yae sudah menarik tangannya hingga ia terpaksa berdiri dan berlari terseok mengikuti si Kitsune ke bibir pantai.

Byuurrr!!!

Lidah Ayaka mengecap rasa bahari yang menyegarkan. Ia mengerjap karena matanya perih. Tapi, ketika Yae tertawa melihat hidungnya kemasukan air, Ayaka juga tertawa. Kekhawatirannya melarut bersama buih ombak yang membasuh tubuhnya.

Ayaka merebahkan diri di atas pasir ketika kelelahan. Tidak peduli pasir dan kulit kerang menempel di seluruh tubuhnya. Yae duduk di sampingnya. Basah kuyup dan bahagia, sama seperti Ayaka.

The Sly Fox and Noblesse Oblige | YaeYato | Genshin Impact FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang