Dirinya tertegun di depan pintu saat melihat seorang gadis terlelap di sofa sembari memeluk bantal dan posisi kepala yang tidak nyaman. Dengan perlahan, dia menutup pintu itu agar tidak menimbulkan suara.
Wanita paruh baya itu membawa belanjaannya ke dapur, sekaligus merapikan bahan makanan yang dibeli untuk anak dan sang menantu. Setelah selesai memindahkan isi plastik, dia kembali keluar dan melihat jam pada ponselnya.
Baru jam delapan malam, mungkin dia tertidur karena tidak melakukan apa-apa. Pikir Ibu Jihoon.
Dia menghampiri gadis itu dan memperbaiki posisi kepalanya agar leher Soo Ah tidak sakit saat terbangun nanti. Ibu Jihoon sangat berhati-hati karena mempertimbangkan luka kepalanya. Namun, gerakan tersebut justru membangunkan gadis itu.
Soo Ah mengerang lembut. Matanya masih kabur, tetapi dia menyadari kehadiran seseorang di depannya. Lalu, tubuhnya pun tersentak karena melihat keberadaan ibu Jihoon. "Eomma! Kapan sampai?"
Soo Ah segera menyadarkan diri dan menggeser tubuhnya agar ibu Jihoon bisa duduk. Padahal masih ada ruang kosong yang tersisa pada sisi lain sofa itu. Namun, Soo Ah tetap memindahkan tubuhnya sampai diri sendiri oleng karena masih setengah sadar.
"Hati-hati!" pekik ibu Jihoon sambil menjaga keseimbangan Soo Ah. "Kepalamu masih terluka, jangan sampai melukainya lagi! Sofa ini masih luas. Tidak perlu sampai bergeser."
"Jeosonghamnida, Eomma," ucap Soo Ah dengan suara yang masih lemah.
"Hal seperti ini tidak perlu meminta maaf," kata ibu Jihoon sambil mendudukkan dirinya di sebelah Soo Ah. "Kalau masih mengantuk, tidurlah di kamar lebih dulu. Tadi eomma habis beli bahan makanan untuk kalian, makanya pulang agak malam."
Mata Soo Ah sontak terbuka lebar saat mendengar perkataan sang ibu. "Eomma, Jeosonghaeyo. Aku yang seharusnya menyiapkan semua untuk Eomma. Aku jadi merepotkan Eomma." Suara Soo Ah kental akan rasa panik karena dia merasa jadi menantu yang tidak baik. Meskipun ... dia belum tentu menantu aslinya.
"Jangan sungkan!" Ibu Jihoon menanggapinya dengan santai. Wanita itu juga sampai menepuk dan mengusap lembut punggung tangan Soo Ah. "Anggap saja ini sebagai bentuk terima kasih karena sudah mengurus Jihoon."
Tiba-tiba ibu Jihoon mengeluarkan geraman. "Anak itu sangat sulit untuk diurus. Karena terlalu mandiri, jadinya tidak suka diatur. Apalagi diberi perhatian berlebih. Orangnya akan risi sendiri."
Soo Ah melebarkan matanya. "Benarkah?"
Ibu Jihoon melirik dengan senyum tipis menghiasi. "Wae? Apa Jihoon pernah mengomel karena kau mengekangnya?"
Meski ragu, Soo Ah menggelengkan kepalanya sambil tetap mengingat-ingat. Pria itu memang sering mengomel, tetapi lebih karena kecerobohannya. Namun, Soo Ah tetap saja kalut. Pasalnya, dia selalu ingin memberikan banyak perhatian pada Jihoon. Apakah pria itu sudah terganggu dengan perhatiannya?
"Kalau dia tidak mengomel sampai berkata, 'Ini urusanku!', artinya Jihoon tidak mempermasalahkannya." Ibu Jihoon bergumam panjang seakan-akan sedang berpikir. "Jika dilihat, perhatianmu pada Jihoon itu tidak berlebihan. Kau hanya bertanya, apa yang dia butuhkan? Memberikan yang dia mau dan tidak memaksa jika Jihoon tidak menginginkannya. Tetapi, ada satu hal darimu yang akan membuatnya kesal."
Soo Ah menunggu dengan gugup. Apa pun yang berhubungan dengan Jihoon, selalu saja membuatnya gelisah.
"Kau itu agak ceroboh dan suka meminta maaf untuk hal yang tidak perlu." Ucapan ibu Jihoon langsung tepat mengenai dirinya.
Melihat Soo Ah tampak mencemaskan ucapannya, ibu Jihoon menambahkan. "Tetapi, eomma jadi bisa menemukan sisi perhatian dan tanggung jawabnya padamu. Jika bukan karenamu, eomma tidak akan tahu Jihoon bisa memperlakukan orang lain dengan baik."
KAMU SEDANG MEMBACA
S.O.S [COMPLETED]
RomanceAku sudah menikah.. Namun, hanya itu yang kuingat. Bahkan aku tidak ingat apapun tentang suamiku. Duniaku terasa baru sampai beberapa kejadian mulai membuka memoriku - Soo Ah. Aku sudah menikah? Kapan?! Kesadaranku masih cukup bagus untuk tahu statu...