21. Istri Pengakuan

142 30 16
                                    

Wajah yang tidak Jihoon harapkan kembali muncul. Dengan geram, dia pun menegur, "Kenapa lagi?!"

"Sudah mau pulang?" tanya Soonyoung basa-basi. Padahal dia bisa lihat sendiri tangan Jihoon yang sedang mengemas sisa berkas yang akan di bawa pulang.

"Kau tidak perlu setiap hari membawa pulang pekerjaanmu," ujarnya lagi," Kau tidak berpikir untuk menemani Soo Ah? Menonton atau jalan-jalan mungkin? Kasihan dia yang hanya melihatmu bekerja, bekerja, dan bekerja."

Soonyoung memang benar. Jihoon juga kadang tidak enak hati. Dirinya selalu sibuk bekerja, sedangkan gadis itu hanya duduk diam memperhatikannya dan sesekali bertanya sesuatu yang ingin diketahui saja. Namun ....

"Aku sendiri bingung. Apa yang harus kulakukan selain bekerja? Aku tidak suka keluar. Menonton? Pakai apa? Televisi saja tidak punya. Bermain?" Jihoon tertawa merendahkan diri sendiri. "Bermain permainan apa pun denganku, akan berujung membosankan."

"Kau memang membosankan," serang Soonyoung, "Mau bagaimana lagi? Kau memang seperti ini adanya. Untung saja Soo Ah menyukaimu."

Setelah selesai mengemas barang, Jihoon memberi tatapan tajam pada Soonyoung. "Jadi, apa maksudmu mendatangiku sebelum pulang?" tegasnya.

"Hanya ingin menitipkan ucapan terima kasih dan sebuah pujian yang kedua kalinya pada Soo Ah atas makanan siang tadi. Rasanya benar-benar enak sampai mengingatkanku pada makanan yang katanya dibeli dari tetangga apartemenmu," ledek Soonyoung dengan wajah tengilnya.

Rahang Jihoon mengeraskan. "Aku benar-benar sangat ingin menghancurkan wajahmu itu," geramnya sambil memberi penekanan kuat pada kata 'sangat'.

Soonyoung tidak merasa takut sedikit pun. Dia masih saja tertawa dengan bebas karena yakin Jihoon tidak mungkin melakukan itu. Selain karena masih di kantor, temannya juga tidak mungkin mau bermasalah dengan tunangan Soonyoung yang sekaligus sepupu Jihoon sendiri. 

Setelah puas menggoda Jihoon, Soonyoung pun membukakan pintu untuk sahabatnya pulang. "Hati-hati di jalan! Kapan-kapan aku akan datang lagi untuk menumpang makan."

Tanpa melepaskan tatapan tajam, bibir Jihoon bergumam, "Bisa-bisanya aku berteman lama dan sangat percaya pada orang menyebalkan sepertimu."

Soonyoung menyengir. Meski mereka berdua tahu jawabannya, Soonyoung tetap menjawab, "Karena hanya aku yang cukup ahli memancingmu untuk mengaku suka pada Soo Ah."

Jihoon mendesis dan kabur secepatnya. Berpura-pura tidak mendengar, apa yang baru saja dikatakan Soonyoung? Karena sampai kapan pun dirinya tidak akan mengaku, terutama di depan Soo Ah langsung.

Bagaimana aku bisa mengaku jika yang kusukai adalah wanita orang lain? Aku masih cukup waras dan sadar diri jika perasaan ini salah. Karena ... pada akhirnya pun, aku yang akan merelakan perasaanku sendiri. Jihoon membatin sepanjang perjalanan.

Meski melamun, dia masih bisa mendengar sapaan karyawan yang mengucap salam padanya. Jihoon juga tidak lupa untuk balas menganggukkan kepalanya pada siapa pun orang tersebut. Bahkan pada satpam yang sempat membuat masalah dengannya.

Setelah sosok Jihoon menghilang dari hadapan dua satpam yang berdiri di depan pintu, salah satu penjaga senior segera mengembuskan napasnya. Tentu itu menarik perhatian satpam baru bermarga 'Jung' tersebut.

"Kenapa semua orang selalu tegang dengan kehadirannya?" tanyanya yang tidak tahu apa-apa.

Senior itu langsung berkata, "Bukankah kau sudah pernah merasakan omelannya?"

Dia merasa tersindir. Namun, tetap bungkam agar dirinya diberi tahu. Di mana pun tempatnya, junior harus selalu mengalah.

"Bisa dibilang, dia adalah orang kedua yang paling berkuasa di kantor ini, selain Soonyoung Sajangnim. Dia diberi titah untuk mengatur seluruh karyawan di kantor ini. Mulai dari penerimaan, pemecatan, sampai kinerjanya sekalipun. Meski jabatannya hanya manajer HR, tetapi dia juga sekretaris dan tangan kanan sajangnim. Tidak ada yang berani padanya, karena ... tidak ada cela untuk Jihoon-ssi dikritik."

S.O.S [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang