17. Obat Rasa Takut

151 31 16
                                    

Bangun dan memasak bersama. Soo Ah tidak menyangka dirinya bisa berhubungan baik secepat ini dengan ibu Jihoon. Dia juga senang bisa memasak dengan mertuanya. Selain mendapat banyak kiat memasak, dia juga diberi tahu tentang makanan kesukaan Jihoon. Jadi, saat memasak nanti, dia tidak perlu khawatir lagi makanannya tidak disukai.

Kegiatan mereka terasa menyenangkan, meskipun pikiran Soo Ah agak terganggu dengan restu yang telah ibu Jihoon berikan. Dia mengaku salah. Memang seharusnya dia tidak menguping pembicaraan ibu dan anak itu. Walau tidak berniat, Soo Ah juga tidak pergi saat suara lugas ibu Jihoon terdengar.

Karena sudah mengetahui restu itu, dirinya makin tidak bisa melepas statusnya yang sekarang. Soo Ah berat jika harus menuruti permintaan Soonyoung. Dia ingin terus bersembunyi, tetapi ucapan Soonyoung tetap tidak bisa dia abaikan.

Aku harus bagaimana? batin Soo Ah terguncang.

Ibu Jihoon menyenggol lengannya. "Melamun lagi! Pantas saja tanganmu penuh dengan luka. Pasti sering melamun di dapur, ya?" tegur bibir yang sudah terlampisi pewarna merah mudah natural itu.

Soo Ah tersenyum canggung sambil menggerakkan tangannya kembali. "Jeosonghamnida," ucap maafnya lagi.

Kepala ibu Jihoon menggeleng ringan. Dengan gemas, dia berujar, "Jika terus meminta maaf, eomma terlihat seperti mertua yang galak."

"Sudah dari awal begitu." Tiba-tiba suara serak Jihoon bergabung dalam obrolan mereka. "Eomma minta tidak melakukannya, nanti dia juga begitu lagi."

Kehadirannya sukses mengalihkan perhatian kedua wanita itu. Mata mereka jadi melirik Jihoon yang baru bangun dan kini sedang bergerak mengambil gelas untuk minum.

Ibu Jihoon menegur ucapan anaknya. "Jangan ketus pada perempuan! Tidak sopan."

Meski begitu, Jihoon tetap meneguk airnya dengan santai seakan-akan tidak mendengar teguran tersebut. Lalu, hanya merespons kata, "Jeosonghaeyo."

Bibir ibu Jihoon berdesis. "Kalian ini jadi seperti pasangan peminta maaf."

"Bukankah bagus? Selama ini aku jarang meminta maaf," balasnya. Sebelum dia pergi membawa gelas yang telah diisi ulang lagi ke meja kerjanya, Jihoon berkata, "Jika tidak bagus, salahkan Soo Ah yang membuatku ingin mengikutinya."

"Ish! Anak itu selalu saja bisa menyahut." Kesal ibu Jihoon. Dia melihat kepergian Jihoon, sebelum perhatiannya kembali pada Soo Ah. Dia mengira gadis itu lanjut memasak. Namun nyatanya, gadis itu menggerakkan tangan dengan tatapan tidak fokus dan rona pipi yang merekah.

"Bisa-bisanya kau suka dengan ucapan seperti itu," ledek sang ibu.

Sepertinya dia tidak perlu khawatir lagi dengan bibir Jihoon yang tidak bisa disaring. Karena Soo Ah, sekarang dia tahu jika ada saja orang yang mungkin menyukai anaknya. Setidaknya, dia berharap gadis ini memang yang terbaik. Bukan seperti yang dicemaskan perasaan keibuannya.

♡♡♡

Jihoon memberhentikan mobil tidak jauh dari gerbang menuju stasiun kereta untuk menurunkan ibunya. Setelah memarkir dengan benar, barulah dia membuka kunci mobil yang dikendarainya. Dirinya turun lebih dulu untuk mengeluarkan tas berukuran sedang berisi oleh-oleh sang ayah.

Soo Ah menengok ke belakang. "Eomma tidak mau diantar sampai dalam?"

"Tidak perlu." Ibu Jihoon langsung menolaknya. "Jihoon benci tempat ramai. Jika mengantar sampai dalam, nanti dia merasa tertekan."

Setelah mengambil tas dan menutup bagasi, Jihoon beralih membantu ibunya keluar. Pria itu mengawasi kepala sang ibu sambil menahan pintu agar tidak tertutup. Bersamaan dengan itu, bibirnya berucap, "Kali ini aku bisa mengantarkan eomma ke dalam."

S.O.S [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang