002. Abang Nakal.

24.9K 1.6K 46
                                    

SELAMAT MEMBACA!

Hari berganti, tahun berubah dan umur seseorang semakin bertambah. Begitu pula bayi cantik yang di besarkan oleh seorang wanita bernama Shinta. Piyo Emilius, begitulah nama lengkapnya. Bayi cantik itu berubah menjadi bocah imut yang membuat siapapun jatuh hati dengan kegemasannya.

"Ibu, ibu! Lihat Piyo dapat apa! " Piyo berlari kecil dengan tubuh di penuhi lumpur, kecuali wajah dan rambutnya. Dia menunjuk sebuah ember kecil berisikan dua buah belut yang ia dapat hasil pancingan bersama tetangga sebelahnya.

"Ya ampun, Piyo! " Shinta memekik melihat tubuh putra bungsunya yang kotor. "Mandi dulu sana! Biar ibu yang bersihin belut ini. Dimana Bang Eron? "

"Aku disini, Bu! " sahut seorang bocah berusia tujuh tahun. Penampilannya tak kalah indahnya dari Piyo. Bahkan ia sudah seperti pangeran lumpur dalam dongeng. Shinta yang melihat itu memijit pelipisnya.

"Kamu sama saja! Sana mandi! Jangan buang-buang air seperti kemarin. Awas saja kalau Ibu sampai melihat kalian bermain air lagi! " peringat Shinta.

"Ya, Ibu! " jawab dua bocah itu dengan yang satunya berekspresi datar. Shinta geleng-geleng kepala melihat tingkah dua putranya. Ia lalu kembali ke dapur dengan menenteng ember yang berisi dua buah belut.

"Abang, itu celana dalam adek! Kembalikan! " teriak Piyo . Dia mengejar Eron yang membawa kabur celana dalam spiderman nya.

"Coba tangkap, week! " Eron menjulurkan lidahnya ke arah bocah itu. Wajah yang putih itu berubah semerah tomat. Mungkin kalau di dalam komik, sudah ada asap muncul di telinga dan kepalanya.

"ABANG! IBU, LIHAT BABANG ERON AMBIL CELANA DALAM ADEK! " Teriak Piyo lantang membuat Shinta yang baru selesai memasak hampir saja menumpahkan sambal di dalam mangkok kecil.

"Astaga, cobaan macam apa ini, Tuhan" gumamnya sambil mengelus dadanya. Ia menarik nafas dalam-dalam dan berjalan menghampiri dua putranya.

"ERON, KEMBALIKAN CELANA ADEKMU ATAU IBU BUANG BUKU CERITAMU! " terpaksa Shinta menggunakan jalur mengancam untuk mendamaikan kedua putranya.

"Ck, iyaiya. Nih, kukembalikan. Dasar pengadu" ejek Eron.

"Abang jelek! " balas Piyo. Shinta, ibu dua anak itu sudah kembali ke dapur dan mereka berdua kembali berdebat.

"Kamu mirip monyet! " sahut Eron tak mau kalah.

"Abang induknya" jawab Piyo.

"Berarti kamu mengejek Ibu dong" Eron menatap sinis Piyo.

"Nggak, ya. Hiks" karena merasa di pojokkan, Piyo pun mulai meneteskan air mata. "Huweeee! Abang jelek! Abang mirip monyet! Huweeeee! Ibu, Abang nakal!"

Sedangkan Eron, anak itu sudah masuk ke kamar dan pura-pura membaca buku dan tak lupa memasang headset di kedua telinganya.

"KINGERON EMILIUS!!!!! " Teriakan melengking Shinta terdengar sampai keluar. Warga yang kebetulan sedang tidur siang langsung terbangun. Bahkan ada yang keluar dari kamar mandi.

"Ada apa? Ada apa? "

"Entahlah"

"Mereka ribut lagi? "

"Mungkin"

"Waduh, saya kira ada apaan, padahal tahi saya mau keluar. Gara-gara mereka, jadi tidak keluar"

"Yang sabar ya, Pak. Kami, warga lama sudah biasa"

Begitulah gosip-gosip antar warga saat mereka mendengar teriakan yang dahsyat dari rumah Shinta. Sedangkan di dalam rumah Shinta duduk anteng dengan beralaskan tikar sambil menikmati makan siang mereka dengan rasa tak bersalah.

"Ibu, Belut gorengnya enak. Nanti malam Piyo makan ini " gumam Piyo usai menghabiskan makanannya. Bahkan dia sampai nambah dua kali.

"Belut nya udah habis. Mungkin kita akan makan ubi lagi" celetuk Eron.

"Abang diam deh. Piyo gak bicara sama abang, ya" Piyo menatap garang abangnya yang di balas senyuman mengejek dari Eron. "Ibu, lihat tuh Abang! " adunya.

"Dasar pengadu! "

"Eron, jangan mulai deh. Ibu capek nasehatin kalian berdua. Coba deh akur sehari saja. Kalau bisa akur selamanya. Kalau kalian bertengkar terus, yang ada darah tinggi Ibu naik terus" Shinta mengomeli kedua anaknya.

"Ibu, maaf" jawab mereka bersamaan. Mereka lalu memeluk Shinta dari samping.

"Kami cuma tidak mau rumah ini sepi, Bu" ucap Eron.

"Abang benar, Ibu. Kalau sepi itu gak enak. Apalagi gak ada ayah" ujar Piyo sedih.

Shinta menatap sendu ke dua putranya. Ia memeluk mereka sambil mengelus rambut mereka secara bergantian.

"Maafkan Ibu, ya. Ibu cuma tidak ingin melihat dua putra ibu berantem"

"Kami gak berantem, Ibu. Cuma kurang kerjaan" sahut Eron.

"Kurang kerjaan apa, Bang? Kan tiap pagi abang mancing. Siangnya, abang sekolah dan malamnya belajar" timpal Piyo.

"Ck, adek hancurin suasana sedih abang aja. Padahal abang ingin menangis tadi"

"Tapi, air mata abang gak keluar tuh" ejek Piyo.

"Kalian berdua, jangan mulai lagi deh. Eron, kamu siap-siap sana! "

"Mau kemana, Bu? " tanya Eron bingung.

"Masa kamu lupa? Bukannya nanti jam satu kamu les di rumah Pak sam, ya?" tanya Shinta heran.

Eron berpikir sebentar. Ia lalu menepuk jidatnya, " ah, iya. Abang lupa, Bu"

"Abang masih kecil udah pikun aja mirip Kakeknya si Udin" ledek Piyo.

"Orang gendut diam aja" balas Eron sarkas.

"Piyo gak gendut, tapi berisi. Iya kan, Bu? "

"Iya, Eron jangan ganggu adikmu lagi. Cepat  siap-siap sana! " tegur Shinta seraya menyuruh Eron ke kamar. Dengan patuh, Eron masuk ke kamar untuk berganti pakaian. Sebelum itu, ia mencubit pipi gembul adiknya.

"IBU, TANGAN ABANG NAKAL! " pekik Piyo.

Shinta yang sedang membereskan piring kotor langsung menegur putra sulungnya itu.

"ERON, JANGAN GANGGU ADIKMU! "

"TIDAK, IBU! " Teriak Eron tak kalah kencangnya dari kamar.

"WOI, BERISIK! SAYA MAU TIDUR NIH! "

".... "

Tbc....

Piyo ( TAMAT✔️) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang