005. Semakin menarik.

13.8K 1.3K 36
                                    

SELAMAT MEMBACA!

Rama dan keluarga kecilnya tiba di terminal bandara kota J. Untung saja, mereka memakai jaket dan topi untuk penyamaran agar para wartawan yang sedang berjejer menunggu seseorang tidak mengetahui keberadaan mereka. Laksamana lah yang meladeni para wartawan itu. Ia membantu abangnya dan keluarganya agar bisa masuk ke dalam mobil dengan selamat.

Piyo terbangun dan ia melihat di sekitarnya. "Ayah, ayah kita ada dimana? " tanyanya dengan suara sedikit parau.

"Kita sudah sampai di kota, Sayang. Sekarang kita ada di dalam mobil" Shinta yang menjawab mewakili suaminya. Rama sibuk merapikan anak rambut Piyo yang berantakan.

"Yang bunyinya brum brum itu, Bunda? " tanya Piyo. Dia mengubah panggilan orang tuanya atas saran dari Rama. Awalnya Piyo ingin bertanya kenapa harus mengubah panggilan Bapak-Ibu menjadi Ayah-Bunda? Lalu, Eron malah menjawab bahwa biar panggilannya terdengar keren. Piyo langsung mengerti, walaupun dalam hati ia masih bingung dan ingin bertanya lagi.

"Iya, Sayang" jawab Shinta sambil mengecup pipi bulat milik Piyo. Sedangkan Eron, bocah itu sedang mendengarkan musik menggunakan headset sambil memejamkan matanya.

"Ayah, ayah, rumah ayah dimana? Kenapa kita tidak sampai juga? " Piyo bertanya lagi. Ia sudah merasa bosan. Apalagi abangnya tidak mau di ajak bermain.

"Sebentar lagi sampai. Kamu tidur dulu, ya" bujuk Rama.

Piyo menggeleng, " mata Piyo gak mau tertutup. Piyo juga udah tidur tadi. Masa Piyo tidur lagi. Ayah, Piyo bosan" dengernya sambil menyandarkan kepalanya di dada Rama.

Eron yang mendengarnya karena dia memakai volume kecil langsung menaruh satu headset ke telinga sangat adik. Piyo kaget dan menatap bingung abangnya. Lama kelamaan ia mulai menikmati lantunan musik yang dia dengar. Bahkan ia ikut menggoyangkan kepalanya.

Mobil yang mereka naiki tiba di depan gerbang tinggi berwarna perak dan bercorak naga. Salah satu bodyguard yang berjaga di depan langsung membukakan gerbang untuk majikan mereka.

"Waaaah, rumah Ayah besar. Kalau di jual pasti uang adek banyak" pekik Piyo riang dalam gendongan ayahnya.

"Hahaha, ada ada saja kamu. Yuk, kita masuk! Semua orang sudah menunggu kita"

"Se_semua orang? " tanya Shinta kaget.

"Ya, kenapa? Jangan cemas, mereka adalah keluarga kandungku. Aku sudah menceritakan tentang kalian pada mereka. Bahkan mereka sudah tidak sabar ingin bertemu denganmu dan anak-anak" terang Rama menenangkan istrinya. Shinta bernafas lega. Meski di dalam hatinya, ia sedikit gugup. Bagaimana kalau mereka tidak menerimanya dan anak-anak?.

"Aku yakin mereka menyukaimu dan anak-anak kita, termasuk pada Piyo" Rama menjawab kekhawatiran istrinya.

"Iya, Mas" Shinta mulai tenang kembali.

Kriieet!

Pintu besar itu terbuka secara otomatis membuat Piyo berdecak kagum. Bahkan ia sampai bertepuk tangan.

"Waaah, pintunya terbuka sendiri. Abang, lihat! " teriaknya.

"Biasa saja" jawab Eron tak acuh.

Piyo mendelik sinis, " abang pasti gak pernah liat beginian, kan? Dalam hati abang pasti berteriak tuh" tebak Piyo julid.

"Sok tahu kamu. Kamu kali yang gak pernah liat beginian" balasnya sinis.

"Abang jelek! "

"Kamu lebih jelek! "

Shinta menghela nafas kasar. Tidak tahukah mereka bahwa perdebatan mereka berdua di tonton oleh semua orang. Namun, pandangan mereka lebih ke fokus ke Piyo.

"Anak-anak, sudahi pertengkaran kalian. Gak malu apa di lihat oleh mereka. Kamu juga mas, malah membiarkan mereka bertengkar, bukannya melerai" omel Shinta yang hanya di balas cengiran dari Rama.

Piyo dan Eron langsung menoleh. Piyo menatap mereka tak peduli dan Piyo langsung memeluk leher ayahnya.

"Ayah, Piyo malu" cicitnya dengan wajah memerah sampai ke leher.

"Astaga, imut banget! "

"Adik ipar, kok gak bilang punya anak seimut dia"

"Anak nakal, kenapa baru sekarang membawa putramu yang imut ini! "

"Maaf, Mom"

"Siapa namanya? " para perempuan langsung mengerubungi Rama dan Shinta. Sedangkan Eron, anak itu duduk di samping pria paruh baya yang melirik nya datar.

"Nama? " tanya pria paruh baya dingin.

"Kingeron Emilius, Eron" jawab Eron tak kalah dingin.

"Oh" pria itu mengangguk. " Saya Opamu"

" Gak nanya" jawab Eron ketus.

"Cih"

"Bara, adik kedua ayahmu" sebut pria yang duduk di sampingnya dengan wajah tanpa ekspresi.

"Hm"

Dua orang putra kembar tak seiras Bara menatap tiga laki-laki berbeda usia itu dengan cengo.

"Kau ngerti, Wisnu? " bisik Wira pada saudara kembarnya.

"Kagak lah" jawab Wisnu.

"Mereka berkenalan atau lomba ekspresi ya? " gumam Wira sambil bertanya dengan telapak tangan menumpu di bawah dagu. .

"Dua-duanya mungkin" sahut Wisnu.

"Tidak baik membicarakan orang" sahut seseorang tiba-tiba.

"Waaaaa! Bang, kapan kau di sini? " tanya Wira kaget di angguki oleh Wisnu.

Pemuda itu menatap mereka datar, " dari tadi" jawabnya. Pandangannya kembali fokus pada bocah yang di rebutin oleh para perempuan itu. Pemuda itu adalah putra sulung Bara. Namanya Bastian Emilius.

"Adikku imut ya, Wis" celetuk Wira.

"Adik kita" ralat Wisnu.

"Ck, aku tahu" decak Wira malas.

"Cantik" gumam Bastian sambil tersenyum sangat tipis. Wira yang tak sengaja melihat itu langsung memoto diam-diam.

"Momen langka. Kapan lagi lihat Bang Bastian tersenyum. Ke depannya mungkin semakin menarik, fufufu" batin Wira sambil tersenyum iblis dengan pandangan tertuju pada Piyo. Wisnu yang melihat senyuman aneh kembarannya langsung memisahkan diri diam-diam. Sedangkan Eron yang sejak tadi mengamati ketiga lelaki itu mengeraskan rahangnya.

"Makin banyak lalat yang mau menempel pada adikku. Tidak akan kubiarkan kalian mendekati adikku' batinnya posesif sembari menatap mereka tajam. Bastian yang menyadari itu langsung memberikan senyuman provokasinya membuat Eron berusaha menahan diri untuk tidak merobek bibir orang itu yang sayangnya adalah abang sepupunya.

Tbc....

Piyo ( TAMAT✔️) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang