018. Maaf

7.2K 639 11
                                    

➶➶➶➶➶ Happy reading➷➷➷➷➷

Soni membuka kamar dimana wanita yang sangat dia sayangi sedang memandang sebuah bingkai foto berisi foto seorang bayi yang digendong oleh seorang pria.

"Mom, " panggil Soni.

Wanita itu menoleh dengan wajah sembab. " Soni, kamu sudah pulang, Nak? " tanya wanita itu. Dia memeluk Soni dengan erat. Dia menunjukkan Soni foto yang dipegangnya.

"Kamu tahu, Mama sangat merindukan dia. Mama ingin sekali memeluknya, tapi...." Wanita itu kembali menangis terisak- isak.

Soni menatap wanita itu sendu. Dia menghapus air mata di pipi wanita tersebut. " Mom, jangan menangis lagi. Soni sudah menemukan dia, Mom. "

Wanita menatap Soni, " benarkah? Dimana   dia, Nak? Apa kau membawanya? " desaknya tak sabar.

"Maaf, Mom. Soni belum bisa membawanya. Dia tinggal dengan keluarga angkatnya. Mom jangan khawatir, Soni pasti akan membawa Mom padanya, " janji Soni.

"Promise." Wanita itu mengacungkan jari kelingkingnya. Soni lalu mengaitkan jari kelincing mereka. " Promise, mom, " jawabnya.

Wanita itu menghapus air matanya. " Mom harus berdandan cantik agar dia menyukai, Mom. Gimana kalau Mom memasak makanan kesukaanya? Em, tapi..., ngomong- ngomong apa yang dia sukai, ya? Kamu tahu, Son? " tanyanya. Soni tersenyum dan ia mengangguk.

*****

Vino dan Hana datang ke rumah keluarga Emilius. Mereka menitipkan Azka pada keluarga Emilius karena ada menjenguk ibu Vino yang sedang sakit di luar negeri. Mereka membawa Dilan dan Deron. Azka tidak mau ikut karena tidak mau berpisah dengan Papa Rama.

"Sepertinya putraku lebih dekat denganmu, Ram. Kalau begitu, Aku menitipkan Azka padaku. Tolong jaga anakku, Ram. Jangan sampai dia terluka seinci pun, " pesan Vino.

" Tenang saja, Vin. Azka sudah kuanggap seperti anakku sendiri. Dia anak yang lucu dan menggemaskan. Aku janji akan menjaga Azka, " ucap Rama.

"Makasih ya, Ram. Kamu memang sahabat terbaikku. Aku percaya padamu, " ucap Vino.

"Baby jangan nakal disini, ya, " pesan Vino.

"Azka mengangguk lucu, " iya, Daddy. Mommy dan abang, hati- hati disana. Jangan lama- lama disana. "

"Iya, Sayang. " Mereka mencium pipi Azka bergantian sebelum pergi. Hanya Rama dan Shinta yang mengantar kepergian keluarga itu.

Di tempat lain, Eron sibuk menjahili adiknya yang sedang belajar. Besok Piyo akan mulai masuk ke sekolah. Di rumah hanya ada Eron dan Piyo. Jangan lupakan para maid dan bodyguard yang menjaga mereka. Sedangkan yang lainnya sedang berada di luar dengan urusan masing- masing.

"Abang, jangan ganggu Piyo. Piyo nggak bisa belajar, nih, " omel Piyo.

"Ngapain belajar, Dek. Mending main aja, yuk! " ajak Eron.

"Nggak mau. Piyo nanti nggak pintar kalau main terus, " tolak Piyo.

"Ayolah, Dek. Abang bosan, nih. Abang ganggu, nih, " ancam Eron. Dia mulai mengelus kuping Piyo dengan bulu ayam membuat anak itu kegelian.

"Abang, ih! Jangan ganggu Piyo!! " Piyo menatap Eron tajam. Bukannya takut, Eron malah semakin menggangu anak itu. Dia suka lihat Piyo marah. Mungkin sudah menjadi hobinya.

Tak lama, salah satu maid memberitahu mereka bahwa orang tua mereka sudah pulang. Piyo yang mendengar nya sangat senang. Dia berlari ingin menghampiri mereka, tetapi langkahnya berhenti ketika melihat orang tuanya tertawa bahagia dengan orang itu. Eron yang menyusul Piyo menjadi geram. Dia langsung memeluk Piyo untuk menenangkannya.

"Bang Eron! " Dengan ceria, Azka berlari menghampiri Eron. Dia sampai mendorong Piyo hingga jatuh. Eron yang melihat itu marah dan balas mendorong Azka.

"ERON!! " Papa Rama menghampiri Azka. Dia menatap Eron dengan tajam. " Kenapa kamu mendorong Azka? Apa salah dia? Dia cuma memeluk kamu! "

Eron balik menatap tajam Rama . Dia menunjuk Azka dengan wajah marah. " Dia sudah mendorong adikku. Wajar Aku membalasnya! "

"Azka tidak mungkin seperti itu, Eron. Kamu jangan tertipu dengan anak ini. Dia pasti sudah menghasutmu. Mama sangat mengenal Azka. Anaknya tidak mungkin mendorong dia. Anak itu pasti jatuh sendiri. Mama lihat sendiri, kok, " bela Mama Shinta.

Eron menatap Mama Shinta sinis. " Mama lebih lama mengenal Piyo daripada anak ini. Mengapa Mama berubah seperti ini? Apa mata Mama buta atau Otak Mama sudah tumpul? Entah sebanyak apa cinta Mama pada Papa sampai aku sendiri tidak mengenal Mamaku. Mama sudah berubah. Mama bukan Mama yang Eron kenal dulu." Mama Shinta diam dengan perasaan yang berkecamuk di dada. Eron lalu menggendong Piyo dan membawanya kembali ke kamar.

"Mama, atit! " rengek Azka membuyarkan lamunan Shinta.

"Maafin Mama ya, Sayang, " ucap Shinta. Dia memeluk Azka dengan sayang.

"Sebaiknya kamu kembalikan anak itu ke tempatnya. Aku tidak mau dia melukai Azka nanti dan membuat sahabatku membenciku. Jika Kau tidak mengembalikannya, lebih baik kita akhiri hubungan ini! "

"Mas, Kamu kok ngomong begitu? " tanya Shinta dengan tatapan tak percaya. "Aku rasa Eron benar, Mas. Mungkin... "

"Lalu, Kau mau menyalahkan Azka? Asal kau tahu, Aku lebih dulu mengenal Azka. Dia tidak mungkin seperti itu pada Piyo. Kamu saja tidak becus mengajari Eron hingga dia melawan ayah kandungnya sendiri demi membela anak yang tidak jelas asal- usulnya! "

"Bagaimana dengan yang lain? Mereka pasti marah, " ucap Shinta.

"Keluargaku menjadi urusanmu. Yang penting anak itu tidak ada disini. Kau bisa pilih, anak itu tetap disini atau kehilanganku! "

Shinta diam. Pikirannya penuh dilema. Disatu sisi, Dia merasa apa yang dia lakukannya salah, tapi disisi lain dia tidak mau rumah tangganya hancur. Dia yakin Eron lebih marah kalau dia dan Mas Rama berpisah. Mengenai Piyo, mungkin lambat laun Eron pasti melupakan Piyo. Lagipula Azka bisa menggantikan Piyo. Lebih baik dia kehilangan satu anak daripada kehilangan keluarganya.

'Piyo, maafin Mama. "








Piyo ( TAMAT✔️) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang