Hindia-Belanda 1899.
Jago Pangestu Aryawinata, yang biasa di panggil Arya. Laki-laki itu berjalan menyusuri jalan setapak menuju pondok yang di tinggali olehnya selama bersekolah di H.B.S.
Pandangnya tertuju pada segerombolan anak-anak kecil yang tengah bermain bersama seorang gadis, dia berdiam sejenak untuk melihat lebih jelas wajah gadis tersebut. Tetapi tetap tidak jelas."Apa yang kau lakukan di sini!?" Arya menoleh pada sumber suara.
"
Tidak, aku hanya berdiam sebentar!" jawab Arya singkat, pada laki-laki Indo yang memanggilnya.
[Indo: sebutan untuk seseorang yang memiliki darah Inlander dan Eropa]
"Kau mau ikut aku menaiki bendi ini? Atau kau akan berjalan saja?" tawar laki-laki Indo padanya.
"Lebih baik, aku ikut kau saja! Hari ini panas sekali!"
"Naik saja!" Arya menaiki bendi tersebut.
"Kau sangat baik, Jein!"
"Sudah tugasku sebagai seorang teman!"
Tidak ada percakapan di antara mereka berdua selama perjalanan menuju pondok.
Bendi berhenti tepat di depan gerbang besar, Arya turun dengan hati-hati sedangkan Jein, laki-laki Indo itu terus berjalan bersama bendinya.Arya membuka gerbang, lalu pergi menuju kamarnya yang berada di atas paling ujung.
Dengan luwes dia merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk itu, menatap langit-langit yang terbuat dari anyaman bambu. Pikiranya masih melayang-layang dan kakinya digerak-gerakan.Tok..tok..tok..
Pintu kamarnya diketuk oleh seseorang, membuat Arya bangun dari rebahan. Arya membuka pintu kamarnya, dia mendapati seorang wanita Belanda berbaju pastel tengah berdiri di hadapanya, tangannya memegangi nampan yang terdapat susu dan roti panggang di atasnya.
"Aku melihatmu pulang, jadi aku bawakan ini sebagai makan siang!" ujar wanita Belanda itu.
"Terima kasih, aku selalu merepotkan dirimu di sini!" jawab Arya sembari tersenyum, dia mengambil alih nampan yang di pegang oleh wanita tersebut.
"Ini sudah tugasku! Oh ya, ada surat dari Ayahmu. Tapi aku lupa membawanya untukmu maka kau harus turun sendiri ke bawah, dan ingat, habiskan roti itu! Aku tidak ingin melihat roti tersisa di piringmu!"
Arya hanya mengangguk, tapi yakin dan pastinya Arya tidak akan menghabiskan roti itu karena dia lebih suka dengan pisang goreng dari pada roti panggang yang keras itu. Arya hanya menggeleng mendengar omelan dari wanita itu, lalu meletakan nampan di atas meja.
"Jangan lupa, ganti bajumu agar tidak kotor!" suara wanita itu tetap terdengar walau dirinya sudah menuruni tangga.
Arya menarik napasnya dalam lalu menggembuskanya dengan perlahan.
"Andai saja, Ayah. Kau tidak menaruhku di H.B.S ini! Pasti aku tidak akan mendengar omelan dari wanita itu setiap pagi dan siang." ucap Arya sembari membuka jas yang dipakainya.
Dia menggantungnya di belakang pintu, lalu kembali merebahkan diri di kasur. Menatap langit-langit yang terbuat dari anyaman bambu, tiba-tiba saja. Pikirannya mengingat kembali dengan seorang wanita yang dia lihat tadi sepulang dari HBS, tak disangka-sangkai bibirnya melengkung ke atas karena senyuman dan segera dia tepis dengan tanganya, karena dia tidak ingin memikirkan wanita sebelum lulus dari sekolah.
"Siapa wanita itu? Kenapa dia terlihat sangat manis saat bermain bersama anak-anak?" batin-nya.
Arya menutup matanya sejenak dan kemudian membukanya kembali "Astaga, Arya. Apa yang telah kau pikirkan! Kau tidak boleh memikirkan hal itu sebelum lulus!" ucapnya pada diri sendiri, kemudian bangun dari rebahanya. Dan mengambil surat kabar yang terletak di samping tempat tidurnya, berharap ada berita yang bisa dibaca.
Percuma, tidak ada berita yang menarik disurat kabar hanya berita mempropagandakan pemerintahan saja yang tertulis. Arya mendiamkan diri sejenak lalu kembali memakai baju yang dia gantung tadi, dia akan turun ke bawah untuk mengambil surat kiriman dari Ayahnya.
Satu-persatu anak tangga dia turuni, sembari membenarkan pergelangan tangan yang kusut.
"Arya, kemana kau akan pergi?" Arya menoleh pada sumber suara. Ternyata adik sepupunya sendiri yang memanggilnya.
"Aku ingin mengambil surat, kau mau ikut?" tawar Arya padanya.
"Sebenarnya aku tidak ingin ikut, tapi. Berhubung kau adalah kakakku maka aku akan ikut bersamamu,"
"Arga, aku tidak memaksamu. Jika kau tidak ingin ikut makan jangan ikut!"
"Kang Mas, aku hanya bercanda, jangan anggap serius! Sebenarnya aku juga akan mengambil surat dari ayah."
Arya menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Ya sudah ayo!" mereka berdua berjalan sejajar menuju tempat penitipan surat yang berada di dekat gerbang.
Usia mereka berdua tidak terlalu jauh hanya berkisar tiga tahunan saja.
Setelah selesai bersekolah di E.L.S mereka berdua juga bersekolah di H.B.S, akan tetapi beda dengan Arya yang sebentar lagi akan melanjutkan ke STOVIA. Arga memilih akan melanjutkan sekolahnya di Nederlands.
Setelah sampai di tempat penitipan surat, Arya dan Arga mengambil masing-masing surat yang di tuju pada mereka. Mereka duduk di kursi panjang dekat pintu masuk, membacanya dengan serius.
Raut wajah keduanya juga tampak berbeda, Arga terlihat senang sedangkan Arya tidak.
"Kang Mas, ada apa denganmu? Kenapa kau cemberut?" tanya Arga, melihat Arya berekspresi tidak senang.
"Seperti biasa, Ayah selalu menyuruhku untuk melanjutkan sekolah di STOVIA. Padahal aku berkeinginan ke Nederlands, menjadi pelukis hebat!" jawab Arya.
Arya meremas surat dari Ayahnya itu, dia berdiri membenarkan tulang-tulang di dalam tubuhnya dan kemudian membenarkan jas yang di pakainya.
"Mungkin Paman menginginkamu menjadi seorang Dokter yang hebat, maka dari itu dia ingin menyekolahkanmu di sana!" ujar Arga.
"Sudahlah, jangan di pikirkan lagi. Lebih baik kita keluar dari gedung ini dan mencari udara segar di luar!" tawar Arya pada Arga.
"Ide yang bagus, Kang Mas!"
Mereka berdua pergi untuk mencari udara segar di luar, dan mungkin juga mencari jajanan yang sudah lama tidak mereka makan.
Peraturan yang ketat, seorang wanita pemilik pondok yang galak, dan dilarangnya makanan pribumi masuk.
...........
Terima kasih telah membaca jangan lupa untung vote♥
KAMU SEDANG MEMBACA
Sembagi Arutala
Historical FictionSembagi Arutala: dimaknai sebagai seseorang yang memiliki cita-cita tinggi dan mulia seperti rembulan. Rembulan yang digambarkan sebagai pelita di tengah gelapnya malam menunjukkan wujud cita-cita yang baik untuk sesama ♥ ___________________________...