4.Kisahnya

7 0 0
                                    

Angin malam mendayu menyapa mereka yang tengah duduk di bawah pohon bertemankan kopi dan jangung manis yang di bawa oleh Candala.
"Apa menurutmu Rahwana itu baik?" tanya Candala pada Arya yang tengah duduk di sampingnya.
"Iya, karena setahuku Rahwana memiliki cinta yang tulus pada Dewi Sinta! Walau pun dirinya sudah ditolak berkali-kali!" jawab Arya matang.
"Lalu bagaimana dengan Dewi Sinta?"
"Dewi Sinta sangat setia pada Rama," jawab Arya pelan.
"Boleh aku bercerita?" tawar Candala kepada Arya.
"Silakan aku siap mendengarkannya!"
Candala tersenyum sehingga menutup matanya.
"Sejak awal Rahwana bukanlah mencintai Dewi Shinta, namun Rahwana mencinta Widowati. Istri dari pasangan sejati Batara Wisnu, Widowati menolak cinta Rahwana karena dirinya memilih mengabdi pada suaminya, berkali-kali Rahwana mengejar Widowati sehingga Widowati memutuskan untuk menitis sebagai anak Rahwana. Widowati menolak Rahwana bukan karena tampangnya, melainkan karena Rahwana memiliki sifat angkara murka, Rahwana membunuh kakak tirinya Danaraja untuk mengambil takhta Lokapala dan Rahwan juga membunuh pamannya sendiri untuk mendapatkan Alengka. Rahwana juga mengagumi putri Batara Indra yang bernama Dewi Tara, untuk mencapai tujuannya ini, ia menipu Subali  untuk menculik Dewi Tara dan merebut istana Gowa Kiskinda."
"Dulu juga saat Dewi Sinta disekap di Alengka, dia ditemani oleh Dewi Trijata. Dia adalah putri sulung dari adik Rahwana yang bernama Wibisana dengan Dewi Triwati, Dewi Trijata ditugaskan oleh Wibisana ayahnya sendiri untuk melayani Dewi Sinta. Saat disekap di Alengka berkali-kali Rahwana ingin mendekati Dewi Sinta, namun dihalang-halangi oleh Dewi Trijata. Saat Rahwana mengetahui niat Dewi Trijata menghalang-halanginya, dia menjadi marah dan mengutuk Dewi Trijata dengan mengatakan bahwa Dewi Trijata akan berjodoh dan menikah dengan seorang kera tua, mendengar kutukan dari pamanya itu dia sangat sedih, namun berhasil dihibur oleh Dewi Sinta. Dewi Sinta mengatakan bahwa keturunannya yang akan mendampingi titisan Batara Wisnu, dan benar saja Dewi Trijata di peristri oleh Kapi jembawan seorang kera tua pengasuh Resi Subali dan Hanoman. Dari pernikahan Dewi Trijata dan Kapi Jembawan lahirlah seorang anak perempuan bernama Dewi Jembawati yang di masa depan menjadi istri dari Prabu Kreshna." Candala berhenti sejenak mengambil napas.
"Lalu bagaimana dengan Dewi Shinta saat berhasil keluar dari Alengka?"
"Saat Dewi Shinta berhasil kelu...
"Dala..Candala muleh! " seorang kakek tua dengan rambut putih dengan janggut yang panjang tiba-tiba saja menarik kasar tangan Candala.
"Mbah, ngapunten!  "Jawab Candala sembari menundukan pandanganya.
"Seorang anak perempuan tidak baik berduan dengan seorang laki-laki yang bukan siapa-siapanya, apalagi ini sudah malam!" tegurnya pada Candala.
"Bapak keliru, saya adalah teman dari Candala!" celetuk Arya pada kakek tua itu.
"Kau siapa? belum pernah aku melihat teman Candala yang sepertimu! Kau nampak rapi seperti orang-orang Belanda itu!" kakek tua itu bertanya, dengan mata melotot dan suara seperti ditekan.
"Saya Arya, saya pelajar dari H.B.S." jawab Arya sopan.
"Pergi! Aku tidak sudi cucuku berteman dengan orang-orang ajaran Belanda! Enyah kau dari sini..."
"Mbah jangan seperti itu!" Candala menarik-narik kecil lengan baju kakeknya itu.
"Jangan melawan kita pulang saja biarkan dia di sini sendiri, aku tidak sudi kau bertwman dengannya!" Kakek tua itu menarik tangan Candala untuk pulang bersamanya.
Arya diam tidak melawan dirinya mematung melihat teman barunya itu dipaksa pulang oleh kakeknya sendiri, dirinya berdarah Jawa tetapi memang kebanyakan orang menganggap jika telah belajar di H.B.S dia akan meninggalkan Jawanya. Tetapi tidak dengan Arya, dia masih berjalan jonggkok seperti keong saat menghadap Ayahanda juga Ibundanya ya Arya pikir itu sudah membuktikan jika dirinya masih Jawa.
Arya berjalan sendiri memyusuri jalan kecil di depan rumah warga, jalan itu hanya diterangi oleh lampu minyak kecil sehingga pengelihatanya tidak begitu jelas. Namun, ada sebuah warung kecil yang masih menyala dirinya tertarik untuk mampir, mungkin sekadar hanya membeli kopi.
"Masih ada kopi?" tanya Arya masuk ke dalam warung.
Seorang wanita parubaya tergoboh-gopoh menghapiri Arya.
"Masih ada, Tuan. Silakan duduk dulu!" tawar wanita itu.
Arya duduk sembari menunggu kopinya jadi, setelah kopinya jadi Arya perlahan meminumnya.
"Tuan ini dari mana dengan pakaian rapi begini?" tanya wanita parubaya itu.
"Saya baru saja selesai mengunjungi teman," jawab Arya ramah.
Wanita parubaya itu tidak menjawab, dia masih memperhatikan Arya dengan seksama. Matanya bermain dari bawah ke atas.
"Tapi, Tuan ini seperti orang berada! Apa tuan ini tangan kanan orang kulit putih itu?" tanya wanita parubaya setelah selesai memperhatikan Arya.
"Bukan, sama sekali bukan! Saya hanya pelajar H.B.S," jawab Arya sembari menyeruput kopinya.
"Ya betul, sekolah itu diperuntukn untuk kalangan orang kulit putih dan orang priyayi!? Atau Tuan sendiri kaum priyayi?" wanita parubaya itu tidak berhenti berbicara.
"Saya bukan dari orang-orang priyayi, dan juga bukan dari tangan kanan orang berkulit putih! Hanya mungkin keberuntungan saya bisa bersekolah di H.B.S dengan mempunyai Forum Privilegiatum!" jawab Arya tenang, karena tidak ingin mengatakan siapa dirinya sebenarnya.
"Apa itu?"
"Hanya surat tanah!" Arya menjawab dengan menahan tawa. Padahal Forum Privilegiatum adalah Forum sederajat dengan orang Eropa di depan pengadilan untuk bangsawan pribumi sampai ke bawah bergelar Raden Mas atau setarafnya dan anak sampai cucu bupati.

Sembagi ArutalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang