Haggins tidak tahu, seberapa lama ia pingsan dan bagaimana cara Izar dan Sagi membopong tubuhnya.
Satu hal yang pasti, Haggins terbangun di sebuah halte bis yang berwarna merah terang. Ia ditidurkan di ujung kursi dengan Izar yang duduk menjaganya.
"Eh? Baginda Kaisar Sihir di mana? Apa kita sudah pindah dunia lagi?"
Izar yang kesal karena hebohnya Haggins saat terbangun hanya berdecak kesal sembari memutar bola mata malas.
"Lo kalau bangun, bisa enggak ngomong. Izar gue kenapa? Kita gimana? Apa kita baik-baik saja?" seru Izar dengan nada mencibir. "Seharusnya, gue sadar. Resiko bawa kawan heboh kayak lo bakal jadi gini."
"Halah." Haggins tidak mau kalah. "Lo kalau ngomong memang suka bener sih. Tapi, bukan itu yang penting. Di mana Baginda Kaisar Sihir? Lo masa jadi pengawal enggak ada keren-kerennya sih, Zar? Mana sisi jiwa patriot lo?"
Saking tidak tahan dengan ocehan Haggins, Izar memilih memukul ulu hati sang kawan. Erangan kesakitan pun mengalun manis dari bibir Haggins. Untunglah, halte bus sedang sepi pengunjung.
"Sakit, Woy!" Haggins mengamuk. "Enggak gini perjanjiannya. Baginda Kaisar Sihir mana? Lo kenapa enggak jawab pertanyaan gue sih dari tadi."
"Kenapa lo nanya Bigbos mulu sih? Kalau bukan karena perintah Bigbos, gue enggak mau jagain bayi tua kayak lo."
Haggins dan Izar sama-sama mengeram kesal. Bagi Haggins, ini pengalaman paling berharga. Tetapi keadaan, membuat realita menghancurkan ekspetasi.
Selang beberapa waktu berlalu. Sagi pun muncul menghampiri Izar dan Haggins yang duduk saling berjauhan.
"Lo udah sadar?" tanya Sagi kalem. "Udah bilang terima kasih sama, Izar?"
"Untuk apa?" tanya Haggins dengan sewot.
"Izar yang bopong lo saat kita bertiga kabur dari rumah sakit."
Sadar akan sesuatu, Haggins melirik Izar dengan perasaan bersalah. "Ah, ya. Makasih, Zar. Walau lo teman menyebalkan, gue tahu lo tetap sayang sama gue."
"Dih, jijik gue mendengarnya."
Izar memilih berdiri dan menjauhi Haggins. Lalu mengambil posisi berdiri di dekat Sagi. "Jadi, apa yang Bigbos temukan?"
"Ada titik buta untuk melompat dari dinding yang mencapai 50 meter itu. Jaraknya 3 km dengan berjalan kaki. Jika ingin cepat. Kita harus menunggu hingga malam."
"Oke, gue setuju sama Bigbos. Kita bisa melompat dari atap bangunan lebih cepat saat malam. Tapi ...," Izar melirik malas pada Haggins yang ternyata telah berdiri di belakangnya. "Gimana cara bawa Haggins?"
"Seperti cara lo membawa Haggins dari rumah sakit," kata Sagi dengan santai.
Izar hanya menghela napas berat. Berapa kali pun dipikir, seperti inilah resiko membawa Haggins. Izar berusaha bersikap sabar. Dia kembali merenung, jika saja yang diajaknya seorang wanita. Izar pasti tidak akan merasa merana.
"Bro." Haggins menepuk pundak Izar dengan sikap penuh percaya diri. "Lo kalau enggak sanggup gendong gue. Bisa ajarin gue jurus-jurus sihir yang bisa buat gue berlari dengan cepat."
Namun, mendadak dia mendorong tubuh Izar ke samping dengan begitu kuat.
"Baginda Kaisar Sihir, sambil menunggu hari beranjak malam. Bagaimana kalau ajarin gue tentang sihir kosmik?"
Haggins tidak mempedulikan Izar yang terjatuh dan mencacinya habis. Bagi Haggins, Izar tidak penting. Karena baginya, hanya Sagi lah yang nomor satu.
"Hmm." Sagi berjalan menuju halte dan duduk dengan melipat tangan di depan dada. "Ilmu yang mempelajari tentang gerak suatu benda dalam
ilmu fisika disebut mekanika. Mekanika pada prinsipnya dibagi
menjadi dua bagian. Apa lo tahu tentang itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kuanta (End)
Научная фантастикаKuanta merupakan novel Fiksi Ilmiah-Fantasi yang menggambarkan tentang keberadaan dunia paralel. Ketika hanya bermodalkan ikut giveaway dan memiliki aplikasi SHAREit. Seseorang bisa pergi mengakses dunia tersebut. Tidak percaya? Buktikan sendiri! #...