Sabetan pedang Sagi mengoyak tubuh si monster. Cairan berkoloid merah membasahi rumput yang sudah berlumpur pertarungan.
Walau tubuhnya sudah ditebas berkali-kali, monster tersebut kembali bangkit dan menyerang lebih beringas dari sebelumnya.
Hujan masih terus mengguyur, petir pun menggelegar mengiringi pertarungan.
Saat dilihat dari dekat, wajah mereka menyerupai singa yang telah bermutasi. Badannya sebesar seperti serigala jantan dan ukuran ekornya yang memanjang seperti cambuk yang siap menusuk siapapun.
Sagi terpaksa mundur beberapa langkah hingga memberi jarak yang cukup berarti untuk mengambil napas sejenak. Izar turut mengikuti setelah menebas monster yang hampir menusuknya dengan ujung ekornya yang terlihat beracun.
"Mereka tidak bisa dibunuh." Izar memberitahu. Walau nyatanya, Sagi juga tahu hal tersebut.
"Monster ini berbeda dan kuat." Sagi menimpali. "Tidak mempan dengan pedang ini." Sagi membalikkan bilah pedang dari kiri ke kanan.
Izar mendadak menyambar seekor monster yang ingin maju menyerang Sagi. Gerakannya begitu cepat, tetapi ia justru menerima bahwa lengannya telah ditusuk oleh ujung ekor yang rucing. Racun pun sekonyong-konyong menyerap ke dalam lapisan jaringan.
"Izar!" Fisika memekik histeris. Tetapi Sagi mencegah Fisika untuk mendekat dan tetap berada jauh di belakang.
"Tetap di situ!" titah Sagi dengan ekspresi tidak ingin dibantah. Sambil menjaga Izar yang terluka, Sagi terus melayangkan tebasan untuk kumpulan monster yang sepertinya tidak ingin pergi sampai semua mangsanya binasa.
Fisika mencoba berpikir sambil mengamati setiap pergerakan yang ada. Jika mereka bisa bertahan dengan tubuh yang berkali-kali ditebas. Itu artinya, membunuh dengan cara biasa tidak akan berhasil.
"Baginda!" teriak Fisika di sela-sela gerumuh hujan dan petir. "Mungkin kita bisa membunuhnya dengan sihir!"
"Pedangku ini mengalir sihir!" seru Sagi dengan nada tersinggung.
"Ahh," komentar Fisika. Ia pun kembali berpikir. "Jika seperti itu, itu artinya kita harus mencari bagian tubuh mereka yang sensitif dan terlindung."
Wajah Izar telah memucat. Rintihan kesakitannya direndam oleh hujan yang terus mengguyur.
Sagi sudah mencoba menebas setiap tubuh si monster. Mulai dari bagian leher untuk memenggal, badan serta kaki. Semuanya tidak cukup untuk membuat lawan terkapar. Padahal tanah berlumpur sudah bercampur dengan amis darah.
Lalu terbesit dalam pikiran Sagi. Sesuatu yang selama ini belum tersentuh olehnya.
"EKOR!" teriak Fisika dan Sagi bersamaan.
Sagi melirik sekilas ke arah Fisika dengan tersenyum tipis. Ia mendesak maju ke depan agar Izar tidak lagi menjadi sasaran. Dibuatnya semua fokus monster hanya tertuju padanya seorang.
Dengan menghentakkan kaki di atas tanah berlumpur sebagai pijakan. Sagi mencoba untuk menebas ekor beracun si monster dari melompat di atas udara. Menyadari bahwa organ vital mereka ingin di serang. Para monster itu melolong dengan suara yang mirip gemuruh petir namun dengan suara gelombang yang sangat panjang.
Kilat menyambar di tengah-tengah pertarungan. Ia telah menyambar sebuah batang pohon di tepi sungai hingga ambruk. Para monster sekonyong-konyong disambar dengan petir yang memekakkan telinga.
Fisika sampai menutup mata dan merunduk saking takutnya ia kena sambaran. Begitu petir menghilang, para monster kembali jauh lebih agresif. Seolah hujan dan petir yang menjalar adalah kekuatannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kuanta (End)
Science FictionKuanta merupakan novel Fiksi Ilmiah-Fantasi yang menggambarkan tentang keberadaan dunia paralel. Ketika hanya bermodalkan ikut giveaway dan memiliki aplikasi SHAREit. Seseorang bisa pergi mengakses dunia tersebut. Tidak percaya? Buktikan sendiri! #...