Perjalanan kembali dilanjutkan. Fisika berusaha mati-matian meyakinkan Sagi dan Izar bahwa ia baik-baik saja dan mereka berdua tidak perlu khawatir.
Hari kian terik dan Fisika mulai merasakan betapa sakitnya duduk di atas punggung kuda. Bokongnya mati rasa, tentu ini adalah pengalaman pertamanya berkendara dengan hewan berkaki empat.
Angan Fisika membayangkan, kuda hitam tersebut dapat memunculkan sepasang sayap yang akan membentang lebar dan terbang menembus cakrawala. Dia berharap itu adalah pegasus.
Fisika pun bergerak risih untuk mencari posisi ternyaman dan mustahil bagi Sagi untuk tidak menyadari perilaku tersebut.
"Lo baik-baik saja?" tegur Sagi di antara embusan angin. Mereka telah melewati setengah hutan dan makin dalam menelusuri jalan setapak.
"Pantat gue sakit," keluh Fisika. "Tapi jangan pikirkan. Gue baik-baik saja kok. Maju aja terus."
Sagi menarik tali kekang kuda semakin kuat. Lalu memaksa si kuda berlari cepat menyusul Izar yang berada di depan.
Izar melirik mereka sekilas lalu perlahan-lahan mengurangi kecepatan.
"Apa ada sesuatu yang terjadi?" tanya Izar
"Bokong Fisika sakit."
Rasa-rasanya, Izar hampir saja terjungkal dari atas pelana. Ia menarik tali kekang dengan kuat untuk menghentikan sang kuda. Bola matanya nanar menatap Fisika dengan sorot tidak percaya.
"Bigbos bilang apa?" tanya Izar memastikan. Setelah hidung yang mimisan, sekarang mereka malah berdebat tentang bokong Fisika yang kesakitan.
Fisika yang mendengar celutuk polos Sagi yang tidak kenal tempat dan bernada. Mendadak ingin menghadiahi sang Kaisar dengan bogem mentah saat itu juga.
Wajah Fisika memerah malu bagai kepiting rebus, tatkala mereka harus membahas masalah bokong. Dia hanya balik menatap gusar Izar dengan tatapan yang seolah berkata. Senggol dikit, gue bacot!
"Kita akan berkuda dengan kecepatan sedang." Sagi memberitahu, lalu mulai memimpin perjalanan menggantikan Izar.
Izar hanya memilih diam dan menurut dengan titah Sagi. Mereka tidak lagi berkuda dengan cepat. Tetapi, sepanjang perjalanan sisa siang tersebut. Izar semakin curiga bahwa bisa dipastikan Sagi dan Fisika telah menjalin suatu ikatan yang mustahil.
.
.
.Bulan separoh berganti posisi dengan matahari. Langit cukup terang, tetapi tidak mampu menembus kegelapan hutan. Hanya cahaya api unggun yang tampak menari-nari bagai oasis di tengah kegelapan.
Mereka berkemah tidak jauh dari letak jalan setapak. Tentu saja, tanpa mandi sore dan hal tersebut membuat Fisika merasa tidak nyaman. Ia membayangkan bagaimana karakter-karakter fantasi yang ia tulis tidak mandi berhari-hari karena misi selama perjalanan.
Sekarang ia sangat menyesal membayangkan hal tersebut. Dia meratapi nyala api unggun setelah menghabiskan bekal yang diberikan Rebecca untuk persediaan.
Derik kayu yang terbakar dan suara orkestra yang di senandungkan binatang malam membuat Fisika cukup merasa terhibur. Untung saja tidak ada degung nyamuk yang terbang di dekat teliganya, Fisika sangat membenci serangga satu itu.
"Masih empat hari perjalanan."
Izar membentangkan peta perkamen di atas pangkuannya, sementara Sagi sedang berdiri di sisinya dengan kedua tangan terlipat di depan dada.
"Jika tidak ada hambatan," Sagi mulai menatap jauh ke arah kegelapan hutan. "Setidaknya, semua akan baik-baik saja."
Fisika ikut menoleh ke arah kegelapan pekat di belakang mereka. Entah apa yang sedang di terawang oleh Sagi di sana. Fisika tidak mau mencari tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kuanta (End)
Ciencia FicciónKuanta merupakan novel Fiksi Ilmiah-Fantasi yang menggambarkan tentang keberadaan dunia paralel. Ketika hanya bermodalkan ikut giveaway dan memiliki aplikasi SHAREit. Seseorang bisa pergi mengakses dunia tersebut. Tidak percaya? Buktikan sendiri! #...