Chapter 42- Laju Perambatan

238 67 0
                                    

"Oke, gue setuju." Haggins sepakat dengan kesepakatan yang mereka buat. Tanpa perlu berlama-lama, mereka bertiga segera pergi ke dalam toilet cafe.

Awalnya, Haggins merasa skeptis melihat pemandangan seperti ini. Namun, dari cara Izar yang menatapnya untuk tidak melemparkan pertanyaan. Haggins jadi tahu, bahwa melakukan hal ini adalah sesuatu yang wajar.

"Nyalakan SHAREit milik lo," tukas Izar pada  Haggins.

Pria itu menurut dan Izar segera mengirimkan apk AIR dengan cepat. Setelah memasangnya di ponsel. Mereka semua bersiap untuk menekan tombol power.

"Tunggu sebentar," seru Haggins yang merasa degup jantung mulai berdebar keras. "Gue gugup. Bisa kasih spoiler apa yang akan terjadi?"

"Tidak!" Sagi dan Izar berkata bersamaan.

"Oke," sahut Haggins tanpa membantah.

"Hitungan ketiga," kata Izar, "tekan tombol power secara bersamaan. Sekarang 1 ... 2 ... 3!"

Tombol pun ditekan, celah dimensi di ubin lantai toilet pun terbuka. Izar menarik Haggins untuk segera melompat ke dalam celah.

Haggins merasakan kepalanya berputar-putar. Aneka warna hilir mudik di penglihatannya. Sesaat, dia merasa dihempaskan jatuh dari sebuah ketinggian dengan tubuh yang ngilu dan sakit luar biasa.

"Aduh! Kenapa enggak bilang sih. Kalau perjalanan dunia paralel, sakitnya seperti ini. Badan gue remuk semua."

"Diamlah!" Izar tampak acuh dengan keluhan Haggins, dia dan Sagi sibuk menyelaraskan gelombang milik Sagi dan gelombang elektromagnetik milik Fisika.

Mereka sekarang berada di hyperspace. Bandara dunia paralel yang hanya bisa bertahan dalam waktu 10 menit sebelum terhempas ke paralel lain.

"Ketemu!" Izar berseru senang. Saat mendapatkan kode dunia paralel 1817, yaitu lokasi keberadaan Fisika.

Dengan segera, ia dan Sagi menarik paksa lengan Haggins. Padahal pria itu belum berdiri dengan posisi sempurna. Sedetik kemudian, Haggins mulai merasakan mual. Dia tidak bisa merasakan pijakan apa pun. Pandangan mata juga berkunang-kunang. Dia tidak membayangkan, perjalanan dunia paralel akan semenderita ini.

Begitu tersadar, mereka bertiga ambruk di ruang bangsal yang pintunya terbuka lebar. Di sana, terdapat dua nakes dengan pakaian hazmat lengkap sedang menatap mereka penuh keheranan.

.
.
.

Fisika dan Libra menjadikan apotek, sebagai media peristirahatan. Matahari sudah beranjak turun saat Libra menyelesaikan memakamkam tubuh zombie dengan cara dibakar, jauh dari jangkauan mata Fisika.

Libra memang sengaja berbobong, sambil mengatakan bahwa mayat tersebut telah dikubur. Fisika juga menemukan mie instan dengan kondisi baik yang masih bisa dimakan, mereka beruntung. Sebab, loker penyimpanan apotek masih menyediakan beberapa stok makanan.

Fisika punya insting, bahwa Apoteker zombie, sebelumya sedang bertahan hidup di sana saat masih menjadi manusia normal. Entah apa yang menimpanya di tengah jalan, Fisika tidak tahu. Hanya saja, ia merasa ada sesuatu yang ganjil.

Tempat tidur dua tingkat sudah ia benahi, agar ia dan Libra bisa tidur nyenyak nanti malam. Pria itu sedang di dapur, memasak air panas yang ia ambil dari bak penampungan belakang gedung. Untunglah, tank air itu berisi air hujan yang telah ditampung sebelumnya.

Selama memeriksa apotek, Fisika menemukan beberapa sudut malah seolah sering dibersihkan. Sungguh mustahil, jika zombie mencoba bertahan hidup sebagai seorang manusia.

"Fisika?" panggil Libra dengan dua cup mie instan di tangan. Ia memberikan satu pada Fisika yang sedang duduk bersila sambil bersandar pada ranjang. Aroma mie menguar dengan harum oleh asap yang masih mengepul.

Kuanta (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang