Tidak lengkap rasanya penderitaan kelas 12 IPA 2 jika hari Senin tidak diawali oleh pelajaran Kimia. Penjelasan guru di depan bukannya membuat melek, tapi malah semakin memperberat mata. Pasalnya guru Kimia, Bu Tati menjelaskan materi seperti menceritakan dongeng pengantar tidur. Agita yang duduk di sebelahnya terlihat ogah-ogahan mendengarkan dan malah sibuk menyemil bakso gorengnya secara sembunyi-sembunyi.
Lain halnya dengan pojok belakang di mana tempat Radja duduk. Dengan tangan terlipat di atas meja, lelaki itu terlihat serius memperhatikan materi.
"Bagaimana, sudah paham?" Pungkas Bu Tati.
"Sudah, bu."
Bu Tati pun selesai menjelaskan dan menutup spidolnya. "Silakan dicatat dulu."
Serempak semua murid langsung mengikuti perintah. Ada dari beberapa murid yang maju ke depan untuk mencatat di bawah papan tulis, ada juga dari mereka yang menarik kursi untuk menumpang meja kepada meja depan.
Salah satunya Radja.
"Cuy, pindah, gih." Titah Radja pada Revo yang duduk di meja ke tiga dari depan dan ke dua dari pintu masuk--tepat di belakangnya Sheila. "Gue mau pinjem kursinya."
"Gue duduk mana, dong, bang?"
"Ya itu urusan lo. Pake tuh kursi gue, tapi balikin lagi." Ujarnya sambil mengarahkan buku catatan miliknya ke arah kursinya di pojok. "Minggir."
Dengan terpaksa Revo pun mengikuti perintah Radja. Malas juga sebenarnya harus menarik kursi ke depan sedangkan kursi miliknya diambil. Tapi kalau tidak patuh bisa-bisa Revo jadi rempeyek dibuatnya.
Setelah Revo pergi ke belakang untuk mengambil kursinya, Radja mulai menarik kursi yang dipalaknya. Hal itu menimbulkan suara decit yang menganggu murid lain, sehingga semua mata tertuju pada si pelaku.
"Angkat kursimu, nak."
Radja mengangguk sopan. "Nggeh, bu."
Tak.
Mimpi apa Sheila semalam sampai harus Radja yang duduk di sampingnya. Dalam diam gadis itu menghembuskan napasnya frustasi.
"Hai, Git."
"Eh, halo juga, bang." Agita kesenengan bukan main. Dilihat dari ekspresi wajahnya yang sangat dapat ditebak. Pasti nanti Agita akan heboh bercerita saat jam istirahat.
Radja melirik ke sampingnya di mana Sheila menggunakan kacamata minus untuk mencatat tulisan di papan tulis. Pandangannya turun ke arah catatan yang terlihat sangat rapi, berbeda dengan tulisan Bu Tati yang mengambang-ambang di papan.
"Haduh, gak kelihatan, nih." Keluh Radja dengan nada dramatis.
"Mau pinjam punyaku, bang?" Tawar Agita dengan senyum di wajahnya.
Radja menggeleng. "Nggak, makasih." Jawabnya sambil ikut tersenyum. Matanya lirik-lirik ke arah Sheila seakan memberi isyarat bahwa yang dirinya inginkan adalah catatan milik Sheila.
Agita yang peka pun mengangguk dan kemudian menyenggol siku kanan Sheila. "Kasih, tuh." Bisik Agita.
Apaan, sih. Begitulah gerakan bibir Sheila ditunjukkan sebagai tanggapan untuk Agita.
"Kasih, itu. Lo 'kan tutornya." Berita tentang Sheila sudah menjadi tutor Radja telah beredar cepat ke seluruh kelas 12. Bahkan hari libur kemarin ada beberapa anak kelas IPS yang tidak dikenal Sheila mengirim pesan untuk bertanya mengenai kebenaran berita itu.
Sheila dengan malas memutar bola matanya jengah. Tak menghiraukan Agita yang masih menunjuk Radja dengan dagunya.
"Ngapain, sih, lo berdua?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected Love | Lee Jooyeon
FanfictionSheila pikir kehidupan SMA nya akan baik-baik saja, mulus, dan berjalan sesuai rencananya. Namun sayangnya tidak, sejak kehadiran Radja-kakak kelas yang gagal lulus-kehidupan sekolahnya berubah 180 derajat. Lelaki itu membuat rencana hidupnya hancur...