2011
"3x ditambah sembilan—"
"UHUK, SEMBILAN."
"APAAA? SEMBILAAN?"
"OOH... SEMBILAAAN."
Wajah Raihan dan Indira sontak berubah merah bak kepiting rebus saat teman-teman sekelasnya berseru bersamaan di tengah membahas bank soal UAS tahun lalu. Mereka semua menengok ke bangku Raihan dan Indira yang berposisi depan belakang, persis di tengah-tengah kelas.
"Kenapa dengan sembilan?" Pak Handoyo menjeda kegiatannya mencorat-coret di papan tulis.
"TANGGAL JADIAN RAIHAN INDIRA, PAAK," seru Gara, sukses mendapat tabokkan kencang dari Raihan, teman sebangkunya.
"CIEEEE."
"Yang mana Raihan sama Indira?"
"Ini, Pak, yang ini!" Martin menunjuk-nunjuk Indira yang duduk di depannya, lalu cekikikan berdua dengan Abidzar saat Indira berdesis sinis.
Pak Handoyo menghampiri meja Raihan dan Indira dengan wajah sok menyelidik. Tangannya bersedekap.
"Kamu jadian sama dia?" tanyanya pada Indira. "Kok kamu mau sama dia?"
Pertanyaan itu mendapat gelak tawa dari satu kelas.
"Emang enggak boleh, Pak?" Indira berkata pelan. Memangnya Raihan kesayangannya sehina itu?
"Kamu," guru itu bergantian menunjuk Tita. "Kenapa enggak kamu aja sama yang ini?" Ia menunjuk Raihan lagi.
"Ogah, ah. Ngapain sama cowok muka beler begitu," tolak Tita mentah-mentah. "Selera saya mah Niall Horan sama Finn Harries, Pak, bukan babi monokurobo."
"Anjing lo." Raihan sontak melempar penghapus ke bangku mereka, kontan mendapat sorakan heboh satu kelas atas umpatan tersebut, terutama Gara, Abidzar, dan Martin, si kompor.
"Ih, astaghfirullah, kasar banget, Raihan, mulutnyaaa..."
"Paak, parah, Paaak..."
"Push up, Paaak, push up..."
"Raihan..." Pak Handoyo tersenyum, telunjuk terarah ke lantai. "Satu anjing, dua anjing. Cepat."
Raihan berdesis sebal kepada teman-temannya yang terbahak-bahak. Ia dengan setengah hati turun ke lantai untuk melakukan push up.
"Satu anjing... dua anjing... tiga anjing..."
Tiga minggu sudah ia menjalani status 'pacaran' dengan Indira. Jangan dikira hubungan mereka mulus bak jalan tol ala-ala novel anak sekolah yang pulang berboncengan, bertengkar berebut pacar, atau tawuran karena pacarnya diganggu. Mereka berdua hanya berani akrab di BBM, sementara jika bertemu di sekolah, keduanya sudah seperti kucing yang ciut nyali bertemu rivalnya.
Jangankan pulang berboncengan, Raihan dan Indira tak berani saling sapa setiap berpapasan di koridor. Keduanya akan sama-sama mempercepat langkah hingga Raihan pernah satu kali tersandung tumpukkan kotak makan bekas catering teman-temannya saking berusaha bersikap normal. Setiap Indira berkesempatan berbaris di sebelah Raihan saat apel pagi, ia akan selalu meminta bertukar tempat dengan Tita karena takut dengan Raihan. Raihan hanya berani mengajak Indira bicara jika sedang mengobrol beramai-ramai dengan Tita, Gara, Martin, dan Abidzar, pun Indira juga sering kabur lebih dulu saat Raihan ingin menghampirinya yang sendirian di koridor.
Aksi kucing-kucingan itu lantas menguap saat keduanya kembali ke rumah masing-masing, menarikan jemari di keypad Blackberry masing-masing untuk kembali saling sapa layaknya orang berpacaran sungguhan melalui BBM.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rest Area
RomansBanyak yang bilang, hubungan membutuhkan kedewasaan agar bertahan lama. Namun, bagaimana jika hubungan 11 tahun menjadi goyah karena keduanya menjadi orang dewasa? Raihan dan Indira selalu dikenal sebagai 'pasutri' sejak SMP. Makan di kantin berdua...