Pulang

30 9 0
                                    

Rumah mewah dengan luas lebih dari tiga ratus meter persegi tepat di depan mata Jihan. Rumah beratap cokelat dengan dinding luar berwarna putih dan jendela yang berwarna bening, terlihat tepat setelah Jieun turun dari taxi yang ia tumpangi, awalnya dia mengira dia berhenti di tempat yang salah, tapi setelah melihat mobil klasik berwarna merah milik kakeknya terparkir di sisi kanan rumah dia akhirnya baru yakin jika itu rumah ibunya.

Rumah di mana dia menghabiskan masa kecilnya kini sudah banyak berubah. Jika rumah ayahnya yang di Prancis adalah bangunan klasik, rumah di depannya kebalikannya, rumah dengan konsep modern.

Awalnya dia berencana untuk segera pergi ke rumah sakit di mana saudaranya di rawat tapi melihat banyak barang yang dia bawa dia memutuskan untuk pulang ke rumah terlebih dahulu.

Saat Jieun bengong menatap rumah di depannya, seseorang membuka gerbang tinggi berwarna hitam tepat di depannya.

"Jieun ah ..." suara tak asing menyadarkannya. Seorang wanita paruh baya dengan separuh rambutnya beruban.

"Imo ..." Jieun membuka kacamata hitamnya dan menatap orang di depannya, seorang pengasuh yang merawatnya dan saudaranya sejak mereka berusia dua tahun, dia sangat kaget melihat orang itu masih bertahan bekerja di rumah ibunya sampai saat ini.

Segera Jieun berlari memeluknya sebagai pelepasan rindu, banyak kenangan yang mereka habiskan bersama, jika melihat ke belakang, sosok yang dia panggil imo adalah salah satu orang yang bisa membuatnya bertahan melewati masa kecilnya yang lebih banyak suramnya, ketimbang bahagianya.

Dia yang selalu menemani dua anak kembar saat kedua orang tuanya sibuk dengan pekerjaan masing-masing, dia juga yang menenangkan saat mereka menangis ketakutan saat kedua orang tuanya bertengkar hingga berakhir perceraian.

Saat Jieun memeluknya dengan erat terdengar suara sesenggukan keluar dari mulut imo, dia menangis penuh haru.

"Uri Jieun ... sudah sebesar ini, imo kangen ..." Dia berkata sambil membelai lembut punggungku. Jieun tersenyum senang mengusap air matanya setelah melepas pelukan penuh haru.

Mereka melangkah masuk, ada taman hijau yang lumayan luas menyambutnya, dan di samping taman ada tempat parkir yang sangat luas, mobil kakeknya yang dia lihat sekilas dari luar kini tampak sangat jelas, mobilnya masih terawat seperti mobil baru. Di sebelah mobil itu ada dua mobil sport dan beberapa motor lainnya.

"Imo ... mama di rumah? Jieun berjalan dengan menyeret satu koper sambil matanya yang tak henti memindai sekeliling. sementara koper satunya di bawakan oleh imo.

"Tidak," jawabnya singkat suaranya masih serak karena menangis.

Saat mereka memasuki rumah, terlihat lampu krista tergantung di langit-langit rumah yang tinggi, lampu itu bersinar terkena cahaya dari balik jendela, membuat Jieun yang pertama kali melihatnya menjadi takjub.

Jika rumah ayahnya secara keseluruhan memiliki nuansa antik, rumah ini memiliki suasana yang cerah.

Ada banyak barang- barang mewah dan furnitur dengan unsur dekorasi yang unik di dalam rumah itu, hampir keseluruhan rumah di rubah dari saat Jieun masih tinggal di rumah itu, barang-barang dekorasi dan furnitur semuanya baru, namun ada satu yang menjadi pusat perhatian Jieun sejak dia memasuki rumah, sofa besar berbahan kulit berwarna cokelat tempat favorit dia saat masih kecil masih ada meski lokasinya berada jauh di sudut ruang, padahal pinggiran sofa itu ada beberapa kulitnya yang terkelupas tapi mereka tidak membuangnya melihat semua yang di rubah dan di gantikan yang baru.

"Kamar Jieun ada di atas,” ucap imo.

Jieun berhenti saat dia mencoba berjalan menuju sofa itu setelah mendengar suara imo.

Mereka berjalan menaiki tangga dengan terhuyung sambil membawa koper yang besar, sesekali mereka berhenti kelelahan sambil mengambil nafas.

Setelah melewati tangga, imo membawanya ke sisi kanan tangga, ada dua kamar bersebelahan dengan ukuran sangat besar, dan ternyata salah satunya adalah kamar untuknya.

Ketika pintu kamar itu di buka terlihat sebuah ruangan yang  bernuansa merah  muda bercampur putih, ranjang mewah penuh boneka menghadap ke rak pintu dan meja hias tepat di samping jendela. kamar yang memang seolah di siapkan untuk Jieun.

Dia berjalan memasuki kamar itu dengan takjub karena menemukan banyak barang-barangnya yang dulu dia miliki, beberapa boneka dan juga pernak-pernik yang pernah dia miliki. bahkan ada buku gambarnya dan juga buku diaryanya saat dia masih kecil dulu. ada juga foto-foto masa kecilnya yang terpajang rapi di dinding dan beberapa di meja.

Sementara dia sibuk mengenang barang-barang masa kecilnya, imo sudah merapikan dan memasukkan ke lemari yang berdiri tepat di samping meja rias.

"Kau sudah sampai?" Sebuah suara dingin tiba-tiba menyadarkan Jieun yang sedang mengenang masa lalu.

Dia berbalik dan menemukan seorang wanita cantik dan anggun sedang berdiri tak tauh dari pintu kamarnya sedang menatapnya.

Yoo in na nama wanita itu, seorang wanita karier yang hidupnya hanya untuk bekerja, dia terlahir dari sendok emas dan di didik sangat ketat untuk menjadi penerus di keluarganya. Keluarganya termasuk salah satu dari daftar orang-orang kaya di negaranya, mereka memiliki perusahaan besar dengan beberapa cabang di beberapa negara.

Inna memiliki penampilan layaknya wanita-wanita karier dan berkelakuan sangat anggun tidak peduli di mana pun dia berada, dia selalu menjunjung tinggi etiket sopan santun.

Dia memiliki warna kulit putih pucat layaknya warna kulit keturunannya, dia memiliki kecantikan yang tidak membosankan, dengan fitur wajah yang tegas, ada lesung pipi yang muncul ketika dia tersenyum. sayangnya sudah lama sekali lesung pipi itu tak lagi tampak.

"Mama ...," panggil Jieun dengan senyum merekah di bibirnya.

Dia berlari menghampiri ibunya lalu memeluknya dengan erat namun, yang dia peluk hanya diam dengan kaku menatap ke depan, tidak ada emosi atau apa pun dari inna, bahkan inna juga tidak memeluk balik putrinya.

Jieun yang merasakannya hanya bisa diam membeku dan segera melepaskan pelukannya. lalu menatap ibunya yang menatapnya dengan dingin, tapi, saat mata mereka bertemu mata itu segera beralih menatap yang lain.

Jieun memang tidak mengharapkan di sambut hangat oleh ibunya, tapi dia tidak tahu jika sikap ibunya sampai seperti itu padanya. Jieun menjadi kosong seolah ada yang memukul kepalanya. Dia berdiri terdiam tidak tahu apa yang harus dia lakukan.

Imo yang melihat semua merasa canggung dan keluar meninggalkan mereka berdua.

"Aku mau menyiapkan makan sebentar," pamit imo.

"Kapan kau sampai?" Setelah keheningan yang mencekam, suara ibunya memecahkan kesunyian.

"Baru saja."

Mereka berdiri saling menatap canggung.

"Ma ... gimana keadaan Taehyung?"

"Dia masih belum sadar," suara sedih ibunya terdengar.

"Aku ingin melihatnya sekarang."

"Besok saja, hari ini biar aku yang menemani," ucap Yoo In na setelah itu dia meninggalkan Jieun sendiri. Jieun. hanya bisa diam mengikuti, tidak ada yang boleh membantah saat ibunya berucap.

Me and Seven Flower BoysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang