1. Jengkol Berarti

778 105 38
                                    

"Weh siapa nih yang masak jengkol? Enak beut anjir baunya."

"Siap santap yummy jengkol bikinin mbak Janeeta ihir."

Pemuda dengan seragam hijau doreng tentara sedang berjalan menuju meja makan yang biasa digunakan untuk sarana bersama keluarga Sucipto. Maulana semakin menghirup kuat aroma masakan jengkol favoritnya tersebut hingga duduk di salah satu kursi meja makan yang ternyata meja makan masih sepi orang.

"ANJENG SIAPA YANG MASAK JENGKOL PAGI-PAGI!" Teriak Juna langsung lari keluar rumah untuk langsung berangkat bekerja.

"GUE?! KENAPA LO ADA MASALAH HAH?!" Balas Janeeta yang memang tengah menyiapkan masakan untuk saudaranya sarapan.

Juna memakai sepatu boots hitam yang biasanya dia pakai untuk bertugas di lalu lintas mendengar teriakan kakaknya langsung menaiki motornya. "MASALAH! JENGKOL BAU! KAYAK KENTUT LO BAU AJAB."

"KURANG AJAR!"

Brak!

Janeeta melempar sepatu boots ke arah Juna yang mengegas motornya untuk berangkat bekerja, "Sialan bocah songong."

"Pagi-pagi kok udah berantem hadeh," Sahut Sucipto ayah mereka yang sudah pensiun dari kepolisian sekarang sedang meminum kopi di teras rumah mereka.

"Juni nyebelin pengen aku sunat lagi bah!" Dumel Jane langsung kembali ke dapur untuk melanjutkan cucian piringnya.

"Lho kalo dipotong lagi nanti yo ndak bisa bikinin abah cucu dong." Balas Sucipto dengan menggelengkan kepalanya.

"Emang mau cucu berapa bah?" Tanya Valent yang akan pergi berangkat bekerja dengan bau parfum versace.

"Dua puluh cukup nggak usah banyak-banyak." Balas Sucipto sembari menyesap kopinya.

"Buset bah berarti satu anak punya tiga anak dong."

"Hooh, makanya kalian cepet nikah. Apalagi umur kamu yang udah kepala tiga." Balas Sucipto pada Valent.

Valent menghela nafas panjang, "Padahal Valent udah ganteng mapan wangi kenapa masih jomblo yak?"

"Sama Sandrina aja toh le temen SMA kamu dulu."

"Ah nggak bah, Valent minder soalnya dia dokter. Biasanya dokter jodohnya dokter juga." Balas Valent sambil mengeluarkan motornya dari garasi.

"Nggak sarapan dulu heh?" Sahut Janeeta yang ikut akan berangkat bekerja dengan seragam lengkap.

"Nggak, puasa gue."

"Puasa apaan?"

"Bayar utang puasa soalnya Ramadhan kemarin puasanya banyak yang bolong perkara diajakin Juna mokel." Balas Valent yang sedang berpamitan kepada sang ayah.

Janeeta memutar bola matanya jengah. "Hilih dasar tukang pembolos puasa kalian dikasih azab haid mampus kalian berdua," kemudian hormat sejenak untuk pamit berangkat bekerja, "Janeeta berangkat dulu bah assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

"Valent juga ya bah semoga target tilangan hari ini dapet jodoh, mwach." Pamit Valent kemudian mengegas motornya untuk langsung ke kantor polisi.

Sucipto hanya menggelengkan kepalanya melihat anak-anaknya yang sudah dewasa akan tetapi sifatnya masih terlihat kekanak-kanakan jika dirumah. Kemudian Setiawan keluar dari pintu rumah dengan membawa tas bekalnya yang biasa dia bawa untuk makan siang di kantor. "Abah, Wawan pamit berangkat dulu ya assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, tumben kamu agak siangan berangkatnya?"

"Iya bah soalnya hari ini Wawan tugas di kantor nggak kemana-mana dulu jadi berangkatnya agak siangan." Balas Setiawan.

ABDI NEGARA FAM'S Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang