In Your Eyes

52 8 1
                                    

"Jadi pacar gue"

Mingyu mengucapkan itu dengan santai. Sementara Scoups dan Jun yang mendengarnya juga terlihat terkejut.

"Anjir, lo barusan nembak dia, bro?" tanya Scoups.
"Mingyu, gue iri sama keberanian lo!" kata Jun.

Aku yang mendengar ucapan Mingyu hanya terdiam bingung. Tidak bisa memahami apa yang dia ucapkan barusan.

"Hahaha. Lo kaget ya, ra?" tanya Mingyu yang sebelumnya diam tapi tiba-tiba tertawa dihadapanku. "Gue bercandaa." tambahnya.

Jun mendengus melihatnya sementara Scoups menjitak kepala Mingyu. "Lebih tepatnya malah gue yang kaget, njir. Gue kira barusan lo nembak temen yang baru lo kenal."

"Gak tau aja dia kalo Mingyu udah kenal aku dari SMA." pikirku.

"Yura!" panggil Scoups. "Hati-hati ya sama orang ini. Buayanya dah keliatan." katanya.

Mingyu tersenyum kecut menatap Scoups. "Makasih ya udah ngomong gitu. Tapi, lain kali coba cek kaca ya lihat siapa buayanya." ucapnya sambil menepuk pundak Scoups.

"Yura, kalau gue lebih nyaranin lo pergi sama Dokyeom aja deh. Sama ini anak berdua yang ada lo pusing terus kayak gue." kata Jun lalu mendorongku pelan menjauh dari Mingyu dan Scoups.

Berbicara mengenai Dokyeom, chat-ku sampai saat ini masih belum dibaca. Hari ini hanya tersisa jam istirahat siang lalu dilanjutkan oleh satu mata kuliah. Jika Dokyeom masih belum terlihat datang di mata kuliah terakhir hari ini, aku akan mencoba mendatangi rumahnya.

Saat aku mengeluarkan handphone dan ingin mengetik chat kepada Dokyeom kembali, Mingyu menarik tangan kiriku. Lantas aku langsung mematikan layar handphone-ku dan mengikuti langkahnya.

"Lo tadi bilang mau balas budi, kan?" ucapnya kepadaku sembari tangannya yang terus menarikku untuk terus menyesuaikan langkahnya yang menuntunku ke suatu tempat yaitu kantin kampus. "Temenin gue makan disini."

Mingyu melepas genggaman tangannya dan duduk di depanku. Dia membawaku ke kantin tanpa menghiraukan Scoups dan Jun yang bertanya dengannya di kelas.

"Oh i..iya, kalo gitu.. lo pesen aja makanan disini nanti biar gue yang bayar." ucapku sedikit terbata-bata karena cukup gugup duduk berhadapan seperti ini dengan Mingyu yang di dunia lamaku merupakan idol sejuta umat, termasuk aku yang sempat oleng beberapa kali karenanya.

"Haha. Gausah, gue yang traktir. Lo temenin gue makan aja disini. Khusus lo, kayaknya harus makan yang bergizi deh. Biar lo gak langganan sakit lagi." katanya sembari berdiri dan memegang dompetnya bersiao untuk memesankan makanan.

"Serius? Perasaan, ini malah kesannya gue utang ke lo lagi."
"Kalo lo masih berasa utang budi juga gapapa, besok lo bisa bayar dengan temenin gue lagi disini dan seterusnya." ucapnya santai sambil tersenyum meledek.
"Ah, oke. Berarti gue anggap gue udah balas budi ke lo. Makasih, gyu."
"Eit, tunggu. Sebelum lo habisin makanan lo, utang budi lo belum gue anggap lunas."
"Yaudah deh sana buruan pesenin gue makanan." pintaku yang sudah pasrah menanggapinya terus menerus.
"Okee. Siap." tanggapnya lalu pergi memesan makanan.

10 menitan kemudian Mingyu kembali, membawa nampan makanan yang lauknya mengejutkanku. Kampus ini ternyata benar-benar diluar dugaanku. Benar-benar mencerminkan cerita pada novel-novel. Mingyu membeli makanan yang terlihat mewah untuk anak kuliahan sepertiku. Dia membeli japchae, tumis daging, sup iga sapi, nasi hingga pudding beserta minuman jus alpukat dan banana milk.

"Karena porsi makanannya gue rasa cukup banyak, jadi kita saling berbagi lauk ya. Terus.. ini minuman lo." katanya sambil menyodorkan banana milk kepadaku.
"Mingyu, sorry. Bukan maksud apa-apa. Tapi.. untuk minuman bisa tuker sama punya lo, gak?"
"Eh, kenapa? Lo gak suka banana milk?"
"I..iya. Maaf ya. Harusnya tadi gue ngomong ke lo sebelum pesen."
"Santai ajaa. Malah gue harusnya yang nanya dulu ke lo gak sok tahu asal beli kayak gini, haha. Yaudah lo minum yang jus alpukatnya aja, gue yang banana milk-nya."
"Makasih, gyu."

My Life is Based on a FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang