Sudah seminggu sejak kepergian ibunya, Naushad masih saja menjadi pendiam. Dia banyak melamun dan sesekali meneteskan air matanya. Tak bisa dipungkiri lagi betapa sakitnya seorang anak lelaki kehilangan cinta pertamanya. Seorang Ibu yang sangat Ia rindukan kehadirannya. Dia ingin menganggap semua ini mimpi baginya. Namun ternyata dia sadar bahwa itu nyata adanya.
Illyana merasa kasihan sekaligus merasa bersalah kepada Naushad. Kalau saja ia tahu lebih awal pasti dia akan mempertemukan Naushad dengan ibunya lebih cepat. Dia tak akan membiarkan suaminya bersedih hati seperti itu.
"Mas, masuk yuk sudah malam. Kita tidur ya." Ajak Illyana kepada suaminya yang masih duduk melamun di kursi taman.
Semenjak pemakaman ibunya, mereka tidak tinggal di apartemen. Ayah dan ibu Illyana meminta mereka agar tinggal di rumah dulu saja sampai keadaannya membaik. Lagipula Naushad juga sedanv berduka jadi mereka ingin ikut menjaga Naushad.
Naushad hanya mengangguk pelan lalu meraih tangan Illyana dan menggenggamnya erat. Mereka kemudian berjalan bersama menuju kamar mereka.
Sebenarnya saat itu Illyana belum benar-benar mengantuk. Ia hanya merasa kasihan melihat suamianya di luar kedinginan. Dia ingin mengajak suaminya berbicara tapi takut tak ada tanggapan.
Tiba-tiba sebuah tangan kokoh melingkari pinggang Illyana. Posisinya saat ini tidur miring kr kanan membelakangi suaminya. Dia tak menyangka suaminya merengkuhnya dari belakang.
"Kamu tahu kan Illya aku cinta sama kamu. Dan sampai kapanpun akan seperti itu apapun keadaannya." Naushad berkata pelan dan lembut. Dia berbicara seakan sembari menahan tangisnya. Illya hanya mengangguk pelan menjawab suaminya itu.
"Aku minta maaf kalau belum bisa jadi suami yang baik untukmu. Aku mungkin juga bukan suami yang kamu harapkan. Tapi hanya satu yang perlu kamu tau Illya. Dari dulu hingga sekarang perasaanku padamu tak akan pernah berubah. Bahkan sampai nanti jika takdir kita sudah berbeda aku akan tetap mencintaimu Illya. Kamu satu-satunya yang aku punya Illya. Tolong jaga diri kamu baik-baik dan jangan membuatku khawatir. Aku sudah cukup kehilangan banyak orang yang kusayangi di dalam hidupku. Aku tak mau kehilangan lagi untuk kesekian kalinya. Berbahagialah Illya. Kamu berhak hidup bahagia dengan ataupun tanpa diriku." Suara Naushad sudah semakin berat. Illyana bisa merasakan air mata jatuh di pundaknya.
Perempuan itupun berbalik dan menatap manik mata suaminya lekat. Kedua tangannya menangkup wajah sang suami. Ibu jari Illya bergerak lembut mengusap air mata sang suami.
"Mas, aku yang berterimakasih sama kamu karena kamu adalah suami yang hebat bagiku. Aku janji akan menjaga diriku dan terus hidup bahagia bersamamu." Ujar Illyana dengan mimik wajah seriusnya.
Setelah mengatakan itu Illyana langsung masuk ke dalam dekapan suaminya. Dia merasakan hangatnya pelukan sang suami. Malam itu tak banyak kata lagi yang mereka ucapkan. Hanya debaran jantung dan sunyinya malam yang menguasai malam itu.
Keesokan harinya Illyana terbangun tanpa seorang pun disisinya. Dia ingat terakhir kali dia ada dipelukan Naushad. Dia pun mencari ke kamar mandi, ke bawah dan ke taman tempat Naushad biasanya termenung. Tapi tak ada juga. Dia pun berpikir bahwa Naushad sedang shalat subuh di masjid dan belum pulang. Tapi tak lama Ayahnya muncul tanpa Naushad di sampingnya.
"Kok Ayah sendirian? Mas Naushad mana Yah?" Tanya Illyana dengan wajah paniknya.
"Loh, Ayah pikir dia masih tidur Illya. Ayah tadi berangkat sendiri." Ujar sang Ayah tanpa tahu apa-apa.
Illya makin cemas dibuatnya. Dia kembali menyusuri semua rumah untuk mencari keberadaan suaminya. Dia teringat ucapan aneh suaminya Semalam. Firasatnya mengatakan hal yang tidak-tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband My Enemy ( END ✅️ )
RomantikIllyana Labiqa Kabysa, seorang perempuan cantik yang terpaksa menikah dengan seorang lelaki yang ia benci. Lelaki itu tak lain dan tak bukan adalah kakak angkatnya sendiri. Entah apa yang dipikirkan kedua orangtuanya hingga selalu ingin menikahkan...