II

699 83 0
                                    

- Secret Admirer

Sudah lewat satu minggu, artinya kegiatan MPLS sudah lama berkahir. Selama kegiatan Jeremy benar-benar dijadikan kambing hitam, para peserta MPLS sampai tak berani menatap wajahnya, bahkan jika berpapasan dijalan saja mereka menundukkan kepalanya.

Berkat itu juga dia mendapat sepuluh amplop hitam dan dua warna merah muda.

Sudah menjadi tradisi sebelum kegiatan berakhir, para peserta diwajibkan untuk membuat dua surat yang nantinya diberikan pada para OSIS, satu hitam untuk keluhan atau sedikit ujaran kebencian, dan satunya lagi merah muda untuk ucapan terima kasih, atau ungkapan perasaan suka.

Baru masuk saja sudah naksir. Dasar.

Yah, Jeremy tak heran dengan jumlah amplop hitam yang dia dapatkan. Toh karakternya memang begitu, terkesan dingin dan galak.

Dia justru heran pada yang memberinya amplop merah muda, lebih heran lagi karena salah satunya ditujukan untuk Shaka, bukan dirinya.

Saat ini Jeremy sedang duduk sendirian di kantin. Menikmati semangkuk mie ayam dengan wajah penuh kerutan. Jika ini animasi, mungkin ada kepulan asap hitam disekitarnya.

"Muka lo jelek banget kalo begitu."

Itu Shaka, mendudukkan dirinya di seberang Jeremy. Mencoba menghibur sang sahabat yang terlihat amat menyebalkan karena mood nya buruk.

"Kenapa Jemy?"

Jeremy mendelik. Dia paling tidak suka dipanggil Jemy. Pengecualian untuk sang Ibunda.

Namun sesaat kemudian raut wajahnya berubah menjadi lelah. Seperti tidak tidur semalam menyelamatkan dunia dari kehancuran. Setidaknya, untuk nilai ulangan fisika nya.

"Gue salah buka buku semalem. Ulangan gue dapet lima."

Shaka mengangguk, Jeremy selain keras pada orang, dia juga keras pada dirinya sendiri. Dan mendapat nilai lima cukup membuat mood nya jelek seharian.

"Ada remedi?"

Jeremy mendengus kesal. "Gak ada, itu bagian paling nyebelin." Katanya, lalu menyuap mie dengan ganas.

"Minta aja, guru lo pak Mike kan?"

Entah datang dari mana, Jake tiba-tiba bergabung dengan mereka. Lengkap dengan nampan makan siangnya.

"Gue udah. Tapi orangnya nolak, katanya sibuk. Nilai gue apa kabar???"

Ketiganya mengakhiri percakapan itu tanpa solusi. Kembali fokus pada makanan masing-masing. Jeremy mendorong nampannya. Niatnya dia akan kembali membujuk guru fisika nya itu, agar mau memberi remedi. Tapi niatnya dia urungkan.


- Secret Admirer


Jeremy menghentakkan kakinya kesal, melewati lorong sepi karena jam pelajaran yang sudah dimulai. Lantai keramik itu menjadi saksi seberapa dongkolnya dia sekarang. Jeremy baru saja keluar dari ruang guru, membujuk guru fisiknya yang rupawan itu untuk memberinya remedial. Mengingat nilainya yang amat mengenaskan.

"AWAS!?"

Jeremy sontak menghentikan langkahnya, memandang horor pada bola basket yang liar didepannya. Telat sedikit saja dia berhenti melangkah, kepalanya yang menampung otak jenius itu mungkin sudah benjol.

Sementara pelaku yang melemparkan bola menghampirinya. "Gapapa kak?" Katanya, saat berhasil menjinakkan sang bola.

Jeremy menatap sinis. Bocah ini lagi, batinnya.

"Ya ya, gapapa." Ucapnya tak acuh, mengibaskan tangannya di udara. Seolah memberi isyarat pada anak itu untuk segera menyingkir.

Alih-alih menurut, anak itu, Rikian. Justru menghadangnya.

"Mau apa sih lo?" Tatap Jeremy bengis. Malas jika harus memarahi adik kelasnya ini. Sudah bagus dia tidak menarik anak itu keruang BK karena baru saja membuat loker salah satu siswa penyok.

"Memastikan keadaan." Jawab Riki sedapatnya, mengendikkan bahu. Terlihat begitu menyebalkan dimata Jeremy.

"Gue. Baik. Sekarang lo minggir!"

Sudah kesal dengan penolakan keras dari sang guru fisika, sekarang dirinya harus berurusan dengan adik kelasnya ini. Jeremy bersumpah akan menandai hari ini sebagai hari paling sial untuknya.

"Rik, lama amat!"

Baik Riki ataupun Jeremy memandang keluar. "Dicariin temen lo noh, sana balik. Gausah ganggu gue." Ketara sekali Jeremy ingin mengusir sosok tinggi itu.

Riki memandang punggung lebar sang kakak kelas. Kejadian itu sudah lebih dari tiga tahun berlalu. Entah sakit hatinya atau perasaan sukanya pada Jeremy sama sekali tak ada yang berubah.

Jika saja Jeremy menolaknya dengan baik-baik hari itu. Hanya jika.

"You like him, don't you?"

"No, I'm not."

"Yes you are, dumbass!"

"I love him."




- Secret Admirer





- Secret Admirer

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Secret AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang