VI

719 61 13
                                    

– Secret Admirer

.

Jeremy menguap lebar, satu tangannya tersimpan apik didalam jaket tebal. Dingin dan bosan, sudah setengah jam dia berdiri dibelakang barisan menyimak Kepala Sekolah memberi kata sambutan, ditambah susunan kegiatan mereka untuk beberapa hari. Rencananya kegiatan kemah ini dilakukan dua hari tiga malam, mereka pulang siang Minggu.

Menoleh pada Hidan yang tak berbeda jauh dengannya, cowok itu duduk dibawah pohon besar sambil memainkan rumput. Kaya bocah nyasar.

Dia dialihkan barisan karena harus mengecek kondisi Riki secara berkala. Entah kenapa bocah itu bisa jadi tanggung jawabnya sekarang.

Setelah insiden pelukan itu, Riki tertidur hingga mereka tiba. Jeremy yang tak mau ada gosip macam-macam langsung menjelaskan kronologi kejadian, hadiahnya dia yang mengurus Riki serta barisan bocah itu.

"Istirahat dulu yuk, habis ini mau game katanya." Caca menepuk bahu Jeremy. Sejenak terpaku pada pesona cewek itu. Caca tampak manis dengan jepitan yang terpasang apik pada rambut pendeknya, dengan topi dibiarkan menggantung. "Hey! Dingin bikin kamu linglung ya?" Tersadar dari lamunan, Jeremy tersenyum canggung. "Duluan kak, nanti gue sama Hidan nyusul."

"Lo aja sendiri, gue mau mencari kehangatan."

Bibirnya mencibir begitu Hidan berlari melewati dirinya begitu saja. Temannya satu itu sama sekali tidak bisa diajak bekerjasama.

Caca berusaha membujuk, mengingat suhu begitu rendah dan Jeremy yang tak henti-hentinya menguap. Kepulan asap keluar dari mulutnya. Begitu rendah suhu pegunungan ini. Namun Jeremy tetaplah Jeremy, tetap berdiri disana sampai selesai dan para peserta diperbolehkan untuk memasuki tenda mereka sebelum kegiatan pertama dilaksanakan, niatnya mereka akan memainkan games untuk memicu semangat dari wajah-wajah lesu.

"Bisa?" Riki tersenyum simpul, dia suka saat Jeremy memusatkan perhatiannya padanya. "Bisa, gue udah gede kak. Bahkan lebih tinggi dari lo." Ucapnya, diakhiri dengan kekehan rendah, memicu yang lebih tua untuk menjitak dahinya.

Setelah memastikan barisannya memasuki tenda dengan selamat, Jeremy menyusul para anggota OSIS yang nyatanya tengah santai-santai ditemani wedang hangat.

"Udah dingin punya lo Jer, kemana aja?"

Mengambil tempat disamping Sena, Jeremy menerima gelasnya. Teh itu masih hangat disajikan dengan gelas alumunium, matanya memejam begitu panas menyapu telapak tangannya.

"Jeremy kemah bawa pacar ya gitu." Celetuk salah seorang anggota OSIS yang duduk di ujung dapur umum, mengerling jahil padanya.
Langsung terdengar riuh kanan-kiri.

"Anak orang lagi sakit kak, jangan begitu." Elaknya. Tak terima dikatai pacarnya Riki, karena dia memang bukan.

"Kalo sakit kenapa ikut kemah?"

Jeremy mengangkat bahunya, "Yo mana saya tahu, alergi dingin, untungnya bukan asma, langsung gue pulangin kalo iya."

Lama mereka berbincang, saling berbagi cerita tentang barisan yang mereka dampingi. Gak sedikit yang mengeluh karena adik kelas sekarang lumayan susah dinasehati. Namun banyak juga yang bilang mereka lucu. Pintu tenda disibak, muncul seorang pria lengkap dengan seragamnya, "Ayo baris, kita mau game." Katanya kemudian menghilang dibalik pintu tenda dapur umum.

Suara peluit terdengar, mengintruksikan pada para peserta untuk segera berkumpul di lapangan dan membentuk barisan sesuai dengan kelompoknya.

"Heh kamu, lepas jaketnya!"

Riki mendelik, orang ini apa tidak melihat hidungnya yang merah saking kedinginan?

"Ngapain? Ayo cepat lepas jaketnya! Kalau sakit gak usah ikut kemah."

Secret AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang