Sakit

638 69 4
                                    

Special Chapter. Sakit

.

Jeremy menggeleng tak percaya dengan apa yang ditangkap oleh indranya. Tepat dia berdiri di depan sebuah bangunan mewah yang besarnya tak main-main. Ketimbang rumah, Jeremy lebih suka menyebutnya wastu, atau bahasa kerennya mansion. Dia jadi merasa kecil, dengan penampilan seadanya, celana hitam panjang dan hoodie coklat susu yang membalut tubuhnya. Lagi pula siapa yang menyangka rumah Riki akan begitu mewah. Tahu begitu dia berpakaian lebih sopan tadi.

Sambil menenteng bungkusan, Jeremy mendekati pos satpam. "Ada keperluan apa ya dek?" Satpam tersebut langsung berdiri menyapa.

"Oh, saya temennya Riki pak, Riki ada dirumah?"

"Ada, ada. Coba nanti kamu masuk saja lalu minta diantar sama salah satu mba mba."

Ia mengangguk paham, melanjutkan langkahnya setelah mengucap terima kasih sebelumnya. Jeremy mengeluh dalam hati, halaman rumah Bagaskara itu bagai lapangan sekolah mereka, atau mungkin lebih luas. Ditambah saat ini matahari tengah berada di titik paling atas. Membuat panas menyengat langsung pada kepalanya. Harusnya dia naik motor saja ketimbang taksi, setidaknya dia tidak harus berjalan sejauh ini. Bibirnya menggerutu tanpa suara sambil sesekali akan mengibaskan tangannya.

Dahi Jeremy mengerut, jelas-jelas seseorang yang pastinya bukan asisten rumah tangga melewatinya, namun dia seakan tidak ada, dilewati begitu saja. Mungkin sedang sibuk, batinnya mencoba untuk berfikir positif.

Mengikuti instruksi dari satpam tadi, Jeremy mendekati salah seorang asisten rumah tangga yang tengah menyapu halaman.

"Mba, boleh minta diantar ke Riki?"

Wanita itu tampak memandangi dirinya dari atas kebawah seolah tengah mencari tahu niatnya. "Gue, eh! Saya temennya, Jeremy." Jelasnya, yang kemudian mendapatkan anggukan kepala. "Mari."

Sejak memasuki rumah, tak sekalipun sapaannya dihiraukan. Penghuninya seperti tak peduli dengan kehadiran sosok asing di wilayah mereka. Jeremy makin terheran-heran, pun, dia merasa canggung karena sang tuan rumah tak menyambut. Kiranya dia akan bertemu dengan ibu Riki. Atau salah satu dari anggota keluarganya.

"Den Riki ada di dalam, kamu masuk saja."

Asisten rumah tangga itu mengangguk sekilas sebelum meninggalkan Jeremy sendirian di depan pintu kamar Riki. Dia mengetuk beberapa kali hingga terdengar sahutan dari pemilik kamar.

"Ini yang katanya sakit?"

Belum sepenuhnya masuk, Jeremy sudah dihadapkan dengan pemandangan Riki tengah bermain vidio game dengan posisi terbalik, kakinya diatas tempat tidur sementara pinggang hingga kepala cowok itu berbaring diatas karpet. "Masuk kak, jangan lupa tutup lagi pintunya." Ucap Riki tanpa menolehkan kepalanya.

Lagi-lagi Jeremy dibuat terkesima, kamar Riki mungkin sama luasnya dengan ruang tamu rumahnya. Lengkap dengan kamar mandi di dalam.

"Duduk sini kak, mau minum apa? Biar gue minta bibi biki-adUH ADUH KENAPA MALAH DIJEWER???"

"Menurut lo aja kenapa? Izin dua hari gak masuk katanya sakit, malah mainan game. Lo tuh sengaja mau ngerepotin orang?"

Riki mengelusi telinganya, bibirnya mengerut sebal. Dia kan betulan sedang sakit, harusnya disayang bukan dijewer begini. "Gue beneran sakit, nih! Cek aja sendiri suhunya."

Jeremy menghela nafas panjang, menempelkan punggung tangannya pada dahi Riki. "Udah makan?" Sekali lagi ia menghela nafas ketika gelengan kepala Riki menjawab pertanyaannya. Cowok itu tengah membenamkan wajahnya pada perut Jeremy. Bisa dirasakan suhu tubuhnya yang agak hangat.

Secret AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang