“Kirain aku mau dijodohin sama yang satunya. Soalnya lebih tampan.” Adel menatap Neina dan Rega yang saat ini memilih duduk di ruang tengah setelah jamuan tadi.
Semua para tamu itu juga sudah pulang membuat Adel dan keluarganya sudah bisa kembali bersantai. Namun, kedua orang tua mereka memilih untuk masuk ke dalam kamar.
“Pak Farraz maksud kakak? Dia mah dosen aku.”
Adel mengangguk. “Iya, dosen kamu itu.” Ia lalu bergerak mendekati Neina. “Kamu kenapa nggak pernah bilang punya dosen secakep itu?”
Tuk.
Kali ini Rega melempar kulit kacang ke kepala Adel. “Kamu dijodohin sama Vano bukan Farraz. Jangan serakah.”
Adel berdecak. “Ya kan bisa aja gitu Farraz yang dijodohin sama aku, lagian anaknya juga satu sekolah sama Ica kan? Hm, pas tuh padahal.”
Neina memutar bola matanya. “Kakak tahu mendiang istri Pak Farraz itu cantik, sangat cantik bahkan melebihi kakak cantiknya. Jadi, jauh-jauh deh. Jangan berharap lebih. Soalnya, jatuhnya ntar sakit. Lagian, Pak Farraz masih belum bisa melupakan istrinya.”
“Tahu darimana kamu istrinya cantik?”
“Tadi, aku pas jagain Ica sama Aziz aku sekilas lihat wallpaper hp Aziz ada gambar Ibunya. Jadi, aku tanya.”
Adel seketika mengerucutkan bibirnya. “Tapi, Vano juga oke sih. Kelihatan lebih ramah juga daripada dosen kamu yang dingin begitu.”
“Cowok yang dingin itu biasanya lebih hot lho, dek.” Rega tersenyum misterius membuat kedua adik perempuannya itu menatapnya bingung.
“Hot gimana?” tanya Neina dan Adel bersamaan.
“Hot diatas ranjang.” Rega menjawab lalu terbahak saat melihat kedua adiknya memerah dan segera menyerbu untuk memukulnya tanpa ampun.
*
Neina melepaskan snelli putih yang dikenakan saat praktek sebelumnya. Ia lalu keluar dari laboratorium dengan menggantungkan snelli putih itu di kedua lengannya di depan dada.
Hari ini tiba-tiba saja hujan deras, membuat Neina terjebak di kampusnya. Ia hendak ke parkiran pun tidak bisa mengingat mobilnya terparkir cukup jauh dari laboratorium dan bisa saja membuatnya basah kuyup.
Musim hujan akhir-akhir ini memang sedikit mengganggu aktifitas, namun tak urung Neina begitu menyukai hujan karena bagaimana pun cuaca saat hujan mampu mendamaikan perasaannya. Seketika ia melihat Pak Farraz yang berjalan keluar dari laboratorium masih menggunakan snelli putih lalu tampak dahinya berkerut samar melihat hujan yang begitu lebat.
Seakan merasa diperhatikan, pria itu menoleh dan menatap Neina dengan wajah datar tanpa ekspresi. Neina segera mengalihkan pandangannya ke depan dengan ekspresi malu saat ketahuan menatap dosennya itu. Ia menggigit tipis bibirnya benar-benar merasa seperti orang bodoh yang ketahuan mengintip.
“Kamu mau ke parkiran?” tanya suara dengan aksen yang begitu maskulin terdengar di telinga Neina.
Gadis itu melebarkan mata tak percaya, ternyata Pak Farraz menghampirinya sambil membawa payung yang tampaknya memang sudah ia siapkan sejak awal. “P-Pak Farraz,” gumamnya gugup seketika karena jarak mereka yang begitu dekat.
“Saya tanya, kamu mau ke parkiran?”
Neina menipiskan bibir lantas mengangguk.
“Ayo barengan. Sudah mau gelap dan hujan masih belum reda.”
Sekali lagi Neina tidak percaya akan tawaran tersebut. Memang benar jadwal kuliahnya hari ini sampai jam 5 sore tapi karena memang dia terlambat menyelesaikan praktiknya sehingga Neina keluar paling akhir dan sekarang sudah jam setengah 6.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband is Duda (End)
RomanceTERSEDIA EKSLUSIF DI DREAME!! JUDUL : MY HUSBAND IS HOT DUSEN! Seorang duda yang telah ditinggal istrinya yang sudah meninggal lima tahun lalu karena melahirkan putra pertama mereka. Namun, tampaknya pria itu masih belum mau membuka hatinya untuk w...