Siang ini Neina menemani Ica ke gramedia untuk membeli buku-buku yang diinginkan oleh adik kecilnya. Ica ingin membeli buku cerita bergambar karena setiap malam gadis kecil ini meminta Mama selalu menceritakan dongeng sebelum tidur.Tapi, sayangnya bukunya sudah tamat maka itu Ica ingin dibelikan buku baru dan Mama meminta Neina menemani adiknya karena hanya dia yang libur hari ini.
"Look at that!" Ica menarik ujung baju kemeja Neina sambil menunjuk ke satu arah di bawah. "Tak Aziz!" seru Ica memanggil Aziz yang ternyata sedang memilah buku juga.
Neina melebarkan matanya saat Ica berlari begitu saja menghampiri Aziz yang jaraknya cukup jauh dan di lantai bawah. "Ca, slow down!"
Ica tak mendengar. Adik kecilnya itu terus berlari sampai tiba di tempat Aziz membuat lelaki itu melebarkan mata tidak percaya bertemu Ica disini.
Neina yang berhasil mengejar Ica kini menundukkan badannya dengan kedua tangan menumpu pada lututnya sambil menghela napas tersengal. Adiknya benar-benar mengajaknya berolahraga.
"Wow, Kak Neina!" seru Aziz saat melihat Neina kemudian yang kini sedang mencoba menarik napas perlahan.
"Ic-a, hah hah hah." Neina tidak habis pikir, adiknya apa tidak capek berlari seperti itu? Neina memang tidak pernah sama sekali berolahraga sehingga tubuhnya mudah lelah padahal hanya berlari yang tak sampai lima menit.
Kini Neina sudah tampak bisa mengatur napasnya dan berkacak pinggang. "Duh, sesak napas gue!" gumamnya pada dirinya sendiri sambil mengkipas wajahnya dengan tangannya seketika, padahal ac-nya begitu dingin, namun kelakuannya saat ini sia-sia karena memang tidak berefek apapun.
"Aziz sama siapa kemari?" tanya Neina saat melihat Aziz memilih mainan di lantai dasar dan tidak melihat siapapun mendampingi lelaki kecil ini.
"Sama Daddy, tuh!" Aziz menunjuk Daddy-nya yang sedang berjalan ke arahnya sambil membawa sebuah buku tebal di tangan pria itu.
Saat pria itu sudah berada di dekat mereka, Aziz langsung berkata. "Dad, Ica and Neina here."
"Pak," Neina mengangguk sopan. Tentu saja malam setelah mereka mengirim pesan itu, dia sama sekali tidak berani untuk sekedar bertatap muka dengan Pak Farraz. "Kami permisi dulu." Neina menarik tangan Ica untuk kembali ke lantai atas dan memilih buku yang belum sempat mereka beli.
"Ica mau sama tak Aziz." Ica merengut membuat Neina langsung berjongkok mensejajarkan diri pada adiknya itu. Ia menyelipkan rambut panjang Ica ke belakang telinga. "Ica kan belum pilih bukunya. Kak Aziz juga sibuk. Besok kan bisa ketemu di sekolah, 'kan?"
"Tapi-"
"It's okay. You can play with me, Ca." Aziz menjawab sambil mengacak rambut Ica membuat gadis itu seketika tersenyum lebar.
"Tapi, Ca. Kakak udah janji sama Mama supaya kita cepat pulang."
"Tidak apa-apa, Neina." Kini Pak Farraz yang sedari tadi menyimak memilih untuk menyela percakapan tiga orang di depannya. "Nanti saya yang akan menghubungi orang tua kamu."
"Pak-"
"Sebaiknya, kita makan siang dulu, setelahnya baru kalian main sepuasnya. Gimana?"
Aziz mendengar tawaran itu langsung mengangguk. "Okay Daddy!" Ia menggandeng tangan Ica dan langsung mengajak Ica untuk berjalan lebih dulu di depan ayahnya.
Neina hanya bisa pasrah dan memilih berjalan disebelah dosennya. Mereka hendak ke restauran yang memang tersedia di sebelahnya. Sebelum itu, Farraz membayar dulu bukunya dan juga mainan yang telah dipilih oleh puteranya sebelum mereka berempat ke restauran sebelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband is Duda (End)
Lãng mạnTERSEDIA EKSLUSIF DI DREAME!! JUDUL : MY HUSBAND IS HOT DUSEN! Seorang duda yang telah ditinggal istrinya yang sudah meninggal lima tahun lalu karena melahirkan putra pertama mereka. Namun, tampaknya pria itu masih belum mau membuka hatinya untuk w...