BAB 9

18.7K 1.4K 21
                                    

Udah Bab 9 aje yee 🙄

**

Neina telah dirias sangat cantik dengan mengenakan hijab yang disuruh oleh kedua orang tuanya. Neina hanya menurut dan tidak melawan. Ia mengenakan gaun rose gold yang berasal dari butik kakaknya sendiri.

Adel sebenarnya cukup terkejut dengan kabar dari kedua orang tuanya yang mengatakan bahwa Neina akan lamaran malam ini dengan Mas Farraz. Tapi, dia tetap mencarikan gaun yang terbaik untuk adiknya. Bahkan, Rega sendiri berdecak berulang kali dengan kabar yang tiba-tiba ia terima sehingga seharusnya malam ini ia masih diluar kota karena ada pekerjaan di kantor justru pulang dadakan.

“Abang udah mikir berulang kali, tapi otak abang masih nggak bisa terima kalau kamu yang nikah duluan, Na.” Rega yang sudah tampan dengan kemeja hitamnya kini mondar mandir di kamar Neina setelah gadis itu di rias secantik mungkin.

Neina sendiri mengendikkan bahunya sambil menatap kaca di depannya. “Jangan dipikir, Bang. Aku aja bisa gila kalau mikir terus.” Gadis itu menghela napas pelan. “Sama sekali aku nggak ngerti sama pikiran Pak Farraz.”

“Kamu aja nggak ngerti apalagi kakak.” Kini Adel yang sudah memberikan sentuhan terakhir untuk jilbab adiknya memilih duduk di pinggiran kasur. “Beberapa hari lalu pas kita ketemu sama Mas Farraz di mall kayaknya dia nggak ada bahas apa-apa masalah kalian yang ingin menikah sama kakak.”

“Kak, Bang, Neina mohon. Jangan dipikirin kalau kalian nggak mau ikut gila kayak aku. Udah, cukup aku aja yang stres karena lamaran ini.” Neina benar-benar frustasi. Padahal setidaknya Pak Farraz bisa menunda lamarannya sampai ia selesai semester tujuh ini, namun setelah mengatakan niatnya untuk menjalani hubungan serius bersama Neina, pria itu bahkan langsung datang melamarnya.

Gila!

“Bahkan Mas Vano nggak senekat Mas Farraz.”

Rega tertawa pelan mendengar ucapan Adel. “Kamu ngambek karena ketikung sama Neina, ‘kan?”

“Nggak ih. Aku senang justru kalau Neina nikah duluan. Dia juga pernah kan doa kalau mau sama duda. Katanya duda jaman sekarang tuh menggoda. Hmm, dikabulin deh.”

Neina meringis pelan. “Kok jadi nyesel ya ngomong begitu. Padahal itu cuma omongan bukan doa.”

“Perkataan adalah doa, dek,” sahut Rega seketika. “Untung kalian berdua dapet duda keren, tampan, mapan dan semoga bisa menjaga kalian kelak tanpa menyakiti kalian.”

“Aamiin,” jawab Neina dan Adel bersamaan.

“Tapi, kalau kami dapet duda, Bang Rega dapet janda dong!” celetuk Neina membuat Rega hendak menjitak kepala adiknya itu, untung ada Adel yang menahan tangan Rega sambil mendelik mengingat sudah susah payah ia mendandani Neina.

“Kalau ngomong nggak usah aneh-aneh!” sungut Rega membuat kedua perempuan itu cekikikan.

Tak lama, seseorang mengetuk pintu kamar Adel. Tiara melihat ketiga anaknya lalu mendekati Neina yang tampak sangat cantik. “Ayo, turun. Mereka sudah hampir sampai.”

Neina lalu mengikuti langkah ibunya yang menggandeng lengan kirinya seakan Tiara sama sekali tidak ingin lepas dari putrinya itu. Rega dan Adel mengikuti dari belakang.

*

Neina sejak tadi merasa gugup bahkan saat melihat tatapan Rehan dengan bola mata melotot bahwa calon dari abang sepupu jauhnya ini adalah temannya sendiri. Ia menggelengkan kepalanya tidak percaya.
Setelah acara lamaran itu di mulai, Neina diminta untuk berdiri di tempat yang sudah di dekor secantik mungkin. Disana ada Ola selaku Ibu Pak Farraz yang menunggunya.

Saat Neina sudah berdiri di sebelah Ola, wanita paruh baya itu tersenyum lembut, mencoba menghilangkan kegugupan Neina lalu mulai memasangkan cincin ke jari manis Neina. Kilatan blitz kamera yang di sewa tidak berhenti disitu saja, bahkan saat Neina menyalami Ola, kilatan blitz itu masih terus sambung menyambung.

Setelah acara pemasangan cincin itu selesai, keluarga Pak Farraz diminta untuk menikmati jamuan makan yang sudah disediakan.

Neina yang duduk jauh dari Pak Farraz menyadari bahwa sejak kedatangan mereka, Pak Farraz tidak berhenti menatapnya. Akan tetapi, sepertinya mereka memang tidak bisa semaunya sendiri karena pertemuan ini adalah pertemuan keluarga.

Makan malam itu diselingi dengan obrolan tawa bahkan ada yang terang-terangan menyindir Vano dan Adel yang hadir di ruangan itu merasa tertikung seketika. Laki-laki dan perempuan memang duduk bersamaan namun ada tempatnya masing. Laki-laki sebelah kiri sementara perempuan duduk di sebelah kanan.

Setelah makan mereka kembali membicarakan perihal pernikahan keduanya yang menurut para orang tua masing-masing tidak usah diperlambat apalagi jika keduanya suka sama suka.
Akhirnya, mereka memutuskan untuk menikah dalam dua minggu ke depan. Neina hanya bisa mengangguk, karena menolak pun tidak mungkin ketika semua keluarga sudah pada setuju.

*

Para keluarga masih bersantai di dalam saat acara resmi selesai. Neina sendiri memilih ke dapur sejenak untuk menetralkan detak jantungnya yang terus berdebar.

“Jadi, lo calonnya Bang Farraz?” tanya Rehan seketika saat ternyata lelaki itu menyusul ke dapur dengan alasan ingin ke toilet. Lidahnya memang sejak tadi sangat gatal ingin berbicara dengan Neina.

“Apa? Mau bilang gue nggak secantik almarhumah istri Pak Farraz?!” sahut Neina ketus karena kesal telah dibandingkan.

Rehan meringis pelan lalu tertawa. “Ya maap, Na. Kan gue nggak tahu kalau cewek itu elo. Lagian gimana ceritanya lo bisa dekat sama Bang Farraz? Setahu gue kalian nggak pernah terlihat akrab di kampus.”

Neina mengendikkan kedua bahunya. “Gue sendiri juga bingung, Re.” Neina melihat para pembantu di rumahnya mondar-mandir sambil membersihkan bahkan ada yang sedang menyajikan makanan penutup. “Gue kenal Pak Farraz belum lama dan tiba-tiba udah diajak lamaran aja.”

Rehan menghela napas pendek. “Bang Farraz baik kok. Tapi, ya lo tahu sendiri kalau dia nggak suka dibantah. Terus menurut gue, udah bagus kalau Bang Farraz mutusin untuk nikah. Soalnya, beberapa kali tante Ola mau jodohin Bang Farraz, dia selalu nolak.”

“Iya kah?”

Rehan mengangguk. “Selama ini belum ada cewek yang bisa ambil hati dia, sampai tiba-tiba gue denger kabar kalau Bang Farraz mau lamaran. Ya gue kagetlah. Makanya gue mutusin buat ikut dan taunya wanita yang berhasil nyuri perhatian dia itu elo. Gue harap lo jangan pernah sakitin Bang Farraz, soalnya dia kalau udah jatuh cinta, cewek lain yang lebih cantik pun goda dia, nggak akan tergoda dia mah.”

“Gue malah lebih takut kalau ternyata Pak Farraz salah pilih gue, Re. Gue bukan cewek lembut kayak almarhumah istrinya Pak Farraz, gue juga belum tentu bisa jalani rumah tangga dengan baik.”

Rehan menipiskan bibirnya sejenak. “Kalau Bang Farraz udah milih elo, berarti lo orang yang cocok untuk dampingin dia selamanya.”

Neina sejenak menatap Rehan serius. “Lo jangan bilang sama anak-anak ya? Tahu kan mereka bakal bandingin gue dan gue nggak mau itu. Setidaknya sampai kita nyusun skripsi.”

“Aman!” Rehan kemudian tersenyum. “Gue balik ke depan dulu.”

Neina mengangguk. “Thanks, Re.”

“Santuy, Na.”

Neina seketika bisa menghela napas lega, setidaknya Rehan saat ini tidak akan mengatakan apapun pada siapapun tentang lamarannya malam ini.

**

TBC.

Aku up lg malam kamis yes. Novel aku udah tersedia di KaryaKarsa termasuk yang ini juga.

Cari aja 'Mikas4' 😉

My Husband is Duda (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang