BAB 2

23.7K 1.7K 28
                                    

Pertemuan malam ini membuat semua keluarga Neina berkumpul. Adel dan ibunya memilih mengenakan gamis terbaru yang sangat cantik dan modern karena Adel sendiri yang mendesign sementara Neina karena belum berhijab hanya memakai gaun pemberian Adel yang juga tak kalah cantik dan juga Ica sebagai anak perempuan terakhir. Rega dan ayahnya memakai baju kemeja batik yang sama yang dijahit oleh karyawan Adel dengan bahan terbaik.

Tak lama pintu depan mereka berbunyi, membuat kedua orang tua mereka langsung berdiri untuk menyambut keluarga laki-laki yang hendak diperkenalkan kepada Adel.

Saat mereka sudah dipersilakan masuk dan duduk di kursi yang tersedia di ruang tamu rumah mereka yang sangat luas itu, tubuh Neina mendadak berdiri kaku di tempat dengan bola mata yang seakan hendak keluar.

Ada 3 pria dan 3 wanita lalu anak-anak kecil yang memang dibawa serta merta pengasuhnya.

Mereka ramai sekali.

Tapi bukan itu yang membuat Neina terkejut, melainkan sosok Pak Farraz yang mengenakan kemeja hitam dan celana bahan senada. Rambut coklat gelap dengan wajah dingin yang tidak pernah berubah.
Seketika ia merasa sikutan di lengannya, membuat Neina menoleh menatap sang kakak.

“Cakep, Na!” seru kakaknya terpukau pada pria yang jelas sedang Neina tatap sebelumnya.

Neina menetralkan tenggorokannya. “Iya, Kak.”

Keduanya mengabaikan obrolan orang tua dan memilih mengobrol sendiri. Tak lama, suara Ica yang duduk di sebelah Neina segera memanggil.

Tak Azis!” serunya cadel membuat Neina menoleh pada adik kecilnya itu.

“Kamu kenal?”

Ica mengangguk. “Tatak elas Ica.” Ia menjawab cadel.

Aziz yang dipanggil langsung menolehkan kepalanya dan tersenyum lembut pada Ica yang menjadi adik kelasnya. Mereka sering bertemu di kantin walau beda kelas tapi keduanya cukup sering makan bersama.

“Ica!” balasnya tidak kalah senang.
Melihat itu orang tua pun kini semakin bersemangat untuk menjodohkan putera dan puteri mereka.

“Jadi, Nak Adel, gimana? Setuju jika dijodohkan dengan Vano?”

“Vano?” tanya Neina seketika bingung.

Bukankah seharusnya kakaknya dijodohkan dengan Pak Farraz? Kan Pak Farraz yang duda anak satu?

Melihat kebingungan Neina membuat tawa para keluarga Pak Farraz pecah. “Kamu pasti Neina?” tanya Ibu paruh baya tersebut. “Kamu kuliah bagian kedokteran ya? Berarti sering ketemu sama Farraz?”

Mata Neina seketika melirik dosennya itu dengan sekilas karena benar-benar tidak kuat di tatap dingin seperti itu. “Ehm, i-iya, Tante.”

Ola yang merupakan ibu dari Pak Farraz seketika tersenyum lembut. “Kamu kalau ada apa-apa jangan sungkan minta bantu sama Farraz.”

Lagi-lagi Neina menelan salivanya lalu mengangguk sopan tanpa menjawab. Mana mungkin dia berani bertanya pada dosen killer itu? Baru melihat wajahnya saja dia sudah ketar-ketir ketakutan.

Obrolan kembali lagi pada Adel dan juga sosok Vano. “Vano adalah keponakan saya seperti anak saya sendiri karena dari kecil Vano memang sudah bersama saya.” Ola menerangkan asal usul Vano yang mungkin seumuran dengan Abangnya dan juga Pak Farraz. “Dia memang pernah menikah sekali dan memiliki anak perempuan yang lucu tapi –”

Vano meringis pelan yang duduk disebelah Farraz. “Biar saya saja menjelaskan, Tan.”

Ola mengangguk. Kemudian,Vano mengambil alih pembicaraan. “Saya memang memiliki kekurangan. Bukan seorang perjaka yang mungkin Mbak Adel harapkan,” gumam Vano seketika melirik sosok yang ingin dijodohkan dengannya. “Saya memang pernah menikah namun istri saya meninggalkan saya demi laki-laki lain dan saya memilih untuk mengasuh Olive.” Vano menatap puterinya yang berumur 3 tahun dalam gendongan babysitter.

My Husband is Duda (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang